Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bisnis Rambut Intel Korea

Mun Chol-myong diekstradisi ke Amerika Serikat dengan tuduhan melakukan pencucian uang. Menjalankan bisnis terselubung untuk menghindari sanksi ekonomi Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

15 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Malaysia mengekstradisi Mun Chol-myong ke Amerika Serikat.

  • Mun Chol-myong diduga sebagai intelijen Korea Utara yang memasok barang mewah ke Pyongyang.

  • Sengketa diplomatik pecah antara Malaysia dan Korea Utara.

PERLAWANAN Mun Chol-myong kandas di Pengadilan Federal Kuala Lumpur, Malaysia, setelah 22 bulan menjalani proses hukum. Majelis hakim menolak argumentasi Mun, yang menyebut gugatan dan permintaan ekstradisi yang diajukan pemerintah Amerika Serikat memiliki motif politik. Pada 9 Maret lalu, pengadilan Malaysia memerintahkan warga negara Korea Utara itu diekstradisi ke Amerika Serikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengacara Mun, Gooi Soon Seng, menyatakan keluarga pebisnis Korea Utara yang sudah menetap di Malaysia selama satu dekade itu kecewa terhadap putusan pengadilan. Mereka khawatir Mun tidak akan mendapat persidangan yang adil karena sidang digelar di Amerika. "Gugatan ini sarat kepentingan politik," kata Gooi kepada Associated Press. "Dia seperti bidak yang terjebak rivalitas Amerika dan Korea Utara."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putusan pengadilan Malaysia itu mendadak sontak menjadi sorotan dunia. Delapan hari setelah permohonannya ditolak pengadilan, Mun dideportasi ke Negeri Abang Sam. Dia warga negara Korea Utara pertama yang diekstradisi dan langsung diadili di Amerika.

Mun muncul pertama kali di pengadilan federal Washington, DC, pada 22 Maret lalu. Pria 55 tahun itu diadili dengan enam dakwaan yang berhubungan dengan dugaan pencucian uang dan upaya konspirasi untuk melakukan kejahatan finansial tersebut.

Kasus Mun berawal dari munculnya surat penangkapan yang dikeluarkan hakim Amerika pada 2 Mei 2019. Mun dicokok polisi Malaysia 12 hari kemudian. Terungkapnya kasus Mun membuatnya menjadi incaran media massa. Namun sosoknya tetap misterius. Mun disebut pernah menetap di Singapura. Pindah ke Malaysia pada 2008, Mun tinggal bersama istri dan dua anaknya di sebuah apartemen di pinggiran Kuala Lumpur.

Laporan Departemen Kehakiman Amerika menyatakan Mun diduga terlibat dalam pencucian uang dengan mengakali sistem finansial Amerika untuk memasok barang-barang mewah ke Pyongyang. Padahal Korea Utara tengah dijerat sanksi ekonomi dari Amerika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melarang ekspor barang mewah ke negara tersebut.

Asisten Jaksa Agung Amerika Serikat John C. Demers menyebutkan Mun melakukan aksinya untuk menghindari sanksi Amerika dan PBB. Mun bahkan disebut-sebut terlibat dalam operasi intelijen Korea Utara. "Dia agen intelijen Korea Utara pertama dan agen inteligen asing kedua yang diekstradisi ke Amerika Serikat karena melanggar hukum kami," ujar Demers.

Mun diperkirakan menjalankan aksinya antara April 2013 dan November 2018. Dia juga diduga berupaya mengelabui sistem finansial Amerika untuk "membersihkan" hasil transaksi bisnisnya senilai lebih dari US$ 1,5 juta. Mun dan koleganya memakai jaringan perusahaan dan rekening yang didaftarkan atas nama palsu untuk menutupi hubungannya dengan otoritas Korea Utara.

Kasus ekstradisi Mun segera menjadi pusaran besar yang menyeret Malaysia dan Korea Utara ke dalam sengketa diplomatik. Korea Utara, seperti dilaporkan kantor berita pemerintah KCN, menyebut Malaysia telah melakukan kejahatan yang tak bisa diampuni. Negara komunis itu menyatakan Malaysia telah mengirim paksa warga negaranya yang tak bersalah ke Amerika.

Korea Utara pun langsung memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia, yang sudah berlangsung sejak 1973, dan mengusir diplomat Malaysia. Malaysia membalas dengan menutup kantor kedutaan Korea Utara dan mengusir semua diplomatnya. Konflik ini menjadi sorotan publik. Para jurnalis, seperti dilaporkan The Star, bahkan sampai menginap di sekitar Kedutaan Besar Korea Utara di Bukit Damansara, Kuala Lumpur, untuk melihat siapa saja yang pulang ke Pyongyang.

Masalah ini juga menambah pelik hubungan kedua negara. Relasi antara Malaysia dan Korea Utara sudah kaku sejak kasus pembunuhan Kim Jong-nam, saudara tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, di Bandar Udara Kuala Lumpur pada Februari 2017. Hasil penyelidikan otoritas Malaysia menunjukkan keterlibatan sejumlah agen rahasia Pyongyang yang menyewa dua perempuan untuk menghabisi Kim Jong-nam menggunakan racun saraf.

Korea Utara membantah keterlibatan agen intelijennya dalam pembunuhan Kim Jong-nam. Setelah pembunuhan itu, Korea Utara dan Malaysia saling mengusir duta besar dari ibu kota negara masing-masing. Putusnya relasi diplomatik dengan Malaysia membuat Korea Utara makin terisolasi. Sejumlah negara, seperti Meksiko, Spanyol, dan Kuwait, sudah mengusir duta besar Korea Utara dari negara mereka seusai uji coba senjata nuklir yang dilakukan rezim Kim Jong-un pada 2017.

Jason Bartlett, peneliti dari Center for a New American Security, menyebut keputusan Malaysia yang memenuhi permintaan Amerika mengekstradisi Mun sebagai terobosan dalam penanganan tindak kejahatan yang dilakukan warga Korea Utara. Apalagi regulasi penanganan kejahatan yang melibatkan warga Korea Utara di Asia Tenggara dinilai minim. "Meski ekstradisi ini tak mencegah semua operasi finansial ilegal Korea Utara di Asia Tenggara, negara-negara lain setidaknya bisa menimbang keputusan Malaysia saat berurusan dengan Korea Utara," ucapnya kepada The Diplomat.

Bartlett menyebutkan otoritas Korea Utara sangat piawai menyembunyikan aktivitas finansial ilegalnya. Mereka menggunakan skema pencucian uang yang tampak seperti aktivitas legal di Asia Tenggara. Laporan tim ahli PBB pada 2017 menyatakan perusahaan teknologi Glocom di Malaysia adalah kedok untuk Pan System Pyongyang, perusahaan yang menyokong skema pendanaan pengayaan nuklir Korea Utara.

Mun juga menggunakan perusahaan rambut dan kecantikan Sinsar Front Company untuk mengaburkan transaksinya. Perusahaan ini menjadi kedok untuk membayar Sinsar Trading, perusahaan dagang di Singapura, agar memasok barang pangan dan barang mewah seperti minuman keras dan tembakau asal Amerika Serikat ke Pyongyang.

Laporan Angkatan Darat Amerika atas taktik Korea Utara pada 2020 menunjukkan Malaysia berada dalam daftar negara utama yang digunakan Korea Utara untuk menjalankan aktivitas siber ilegal. Empat negara lain adalah Cina, Rusia, Belarus, dan India. "Keputusan ekstradisi Mun Chol-myong bisa mendorong anggota ASEAN untuk menolak kehadiran pelaku kriminal Korea Utara yang mencari perlindungan di wilayah hukum mereka," tutur Bartlett.

Posisi Korea Utara di panggung politik dunia terus tergusur. Negara itu dihujani banyak sanksi baik dari PBB maupun sejumlah negara. Sejak 2006, setelah Korea Utara menggelar uji coba perdana senjata nuklirnya, Dewan Keamanan PBB membuat sembilan resolusi berisi sanksi. Hukuman-hukuman yang diberikan untuk Korea Utara itu antara lain pelarangan perdagangan senjata dan perlengkapan militer, pembekuan aset para pejabat yang terlibat dalam program nuklir, dan pembatasan kerja sama ilmiah.

Meski demikian, Korea Utara tampaknya tak ambil pusing dan terus melanjutkan program senjata nuklir. Pada awal Januari lalu, sebelum pelantikan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Korea Utara bahkan memamerkan produk misil balistik yang diluncurkan dari kapal selam. Kantor berita KCN menyebut misil itu sebagai senjata terkuat di dunia.

Relasi Amerika dan Korea Utara kembali memanas selepas pidato Presiden Biden pada akhir April lalu. Biden menyebut program nuklir Korea Utara sebagai ancaman serius terhadap keamanan Amerika dan dunia. Dia menyatakan akan menjalankan upaya diplomasi untuk mengatasi ancaman tersebut.

Kepala Departemen Kawasan Amerika di Kementerian Luar Negeri Korea Utara Kwon Jong-gun menyebut Biden melakukan "kesalahan besar" karena menyebut negaranya sebagai ancaman. Kwon menyatakan Amerika bakal menghadapi "situasi serius" karena ulah Biden. "Pernyataannya itu menunjukkan keinginannya untuk tetap memberlakukan kebijakan keras terhadap Korea Utara seperti yang sudah dilakukan Amerika selama lebih dari setengah abad," katanya.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA (THE STAR, BERNAMA, THE NEW YORK TIMES, ASSOCIATED PRESS, REUTERS)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus