Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Baghdad tak bersiap perang

Dikabarkan ada rencana saling kunjungi menlu as & irak. di baghdad belum terlihat suasana akan perang dampak blokade tidak tampak. 1400-an dikabarkan mati kekurangan makanan. pasukan irak di kuwait ditambah.

15 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baghdad Tak Bersiap Perang Suasana di Kota Seribu Satu Malam ini seperti tak berubah. Hanya mereka yang jeli tahu ada dampak krisis Teluk -- makin sedikit pemuda tampak di jalan-jalan. ~BAGHDAD tetap acuh tak acuh. ~Sebagai kota yang menghadapi ancaman perang dengan persenjataan modern, persiapan untuk itu tak terasakan. Irak seperti begitu optimistis bahwa perang tak akan meletus. Dengarlah, Kamis pekan lalu Saddam Hussein menyatakan akan membebaskan semua "tamu asing"-nya sebelum Natal tiba. Ia tak lagi memerlukan perisai hidup untuk melawan Operasi Perisai Gurun. Esoknya, parlemen pun mendukung gagasan Saddam - bisakah orang Irak, siapa pun dia, menolak usul Saddam tanpa membahayakan diri sendiri? Dunia juga makin lega, setelah Presiden Saddam menerima undangan Presiden Bush untuk membuka sebuah pertemuan di Washington dan Baghdad. Untuk yang pertama Menteri Luar Negeri Tareq Aziz direncanakan tiba di Washington Senin pekan ini untuk bertemu dengan rekannya, James Baker. Untuk yang kedua, sepekan kemudian ganti Baker akan terbang ke Baghdad. Rakyat Irak sendiri, menurut laporan majalah Inggris The Economist, sebagian percaya bahwa perang pasti meletus. Sebagian lagi yakin bahwa Tuhan tak akan membiarkan bencana itu pecah. Yang lain mengatakan, pihak Barat tak akan mengambil risiko konflik senjata yang akan mengakibatkan harga minyak melangit. Sampai akhir bulan lalu suasana di Baghdad sendiri jauh dari bau peperangan. Tak ada latihan bahaya udara. Tak ada perintah menutup genting-genting kaca, jendela kaca yang bisa membiaskan sinar ke luar di malam hari. Juga tak ada perintah untuk melapis kaca di gedung-gedung tinggi agar bila pecah pecahannya tak bertebaran ke mana-mana. Juga tak dibentuk tim-tim penyelamat anak-anak dan wanita. Bahkan dampak blokade ekonomi selintas juga tak tampak, sebagaimana dibuktikan oleh fotografer Gamma belum lama ini. Di pasar, buah-buahan tetap berlimpah. Di beberapa tempat terlihat para kuli membongkar beras atau gandum dari truk-truk yang datang. Toko-toko daging pun tak kekurangan dagangan. Dan di jalan-jalan, di depan poster-poster Saddam Hussein, orang tetap lalu-lalang dengan santai. Di sana-sini, gadis-gadis duduk berbincang, seolah puluhan kapal, ratusan kapal terbang, dan ribuan tank yang mengepung Irak tak sungguh-sungguh mau berperang. Benarkah hidup tak berubah di Kota Seribu Satu Malam itu? Hanya mereka yang bisa membandingkan antara sebelum dan sesudah muncul krisis Teluk tahu perubahan suasana Baghdad. Buah-buahan memang banyak karena panen di desa-desa terus jalan sementara pembeli berkurang. Toko-toko daging tak pernah kosong, konon para petani terpaksa menjual ternaknya agar tak mati kelaparan. Bahan makan pokok memang tersedia, tetapi tak dijual bebas, melainkan dicatukan dengan harga murah. Tampaknya, orang-orang memang terpaksa diet, tetapi jauh dari yang dinamakan kelaparan. Memang ada pernyataan dari Menteri Kesehatan Abdul Salam Mohammad Saleh, 1.400-an anak-anak Irak meninggal karena kekurangan obat dan susu. Namun, ini tentu bukan karena blokade. PBB memperkirakan bantuan susu untuk anak-anak Irak cukup untuk sepuluh tahun. Obat-obatan tak termasuk yang dilarang dikirimkan ke Irak. Beberapa negara sudah menyampaikan sumbangan obat-obatan dan diterima dalam jumlah yang cukup sampai paling tidak akhir tahun. Jadi, apakah ini bukan sejenis propaganda, untuk mengatakan bahwa blokade ekonomi terhadap Irak adalah sesuatu yang tak berperi kemanusiaan? Mereka yang suka keluar masuk rumah makan juga akan merasakan perubahan. Sejumlah restoran ternyata tutup karena sulit mendapatkan bahan makanan. Juga beberapa pabrik roti tutup. Beberapa pabrik rokok berhenti berproduksi, kekurangan kertas rokok. Selain onderdil mesin-mesin sulit diperoleh, pabrik-pabrik pun terpaksa mengistirahatkan mesin-mesinnya karena gemuk dan minyak pelumas tak ada. Benar, latihan bahaya udara tak diadakan. Namun, ada hal lain yang secara tak langsung mengatakan ada persiapan perang di ibu kota ini. Di jalan-jalan makin sedikit pemuda tampak. Mereka telah didaftar sebagai sukarelawan, dan dikirim ke sejumlah kamp latihan di luar Baghdad . Sikap Saddam Hussein sendiri tampaknya memang melunak. Pekan lalu ia mengizinkan pengiriman makanan dan rokok kepada staf dan orang-orang Amerika yang berada di Kedubes AS di Kuwait. Dan. sesungguhnya, terhadap para "sandera" Saddam Hussein tak terlalu ngotot. Itu sebabnya, menurut reportase koresponden New York Times, selama krisis Teluk ini Baghdad seperti sebuah bazar. Orang-orang asing pergi datang untuk menemui para pejabat pemerintah, juga Saddam sendiri. Mereka adalah sanak famili atau teman-teman sejumlah orang asing di Irak dan Kuwait yang belum pulang atau yang dijadikan "tamu" oleh Saddam. Mereka dari Amerika, Jepang, Italia, Inggris, Prancis, Soviet, Filipina, dan banyak lagi. Biasanya, mereka tak pernah hampa tangan. Setelah beraudiensi dengan Saddam, misalnya, ada yang bicara lugas, ada juga yang sambil sesenggukan ("Presiden Hussein memerintahkan stafnya mengambilkan Kleenex, melihat saya menangis," tutur Mary Trundy dari Massachusets, AS, yang berhasil mebebaskan kakaknya) . Misi pribadi terakhir yang sukses adalah upaya bekas juara tinju kelas berat Mohammad Ali. Selasa dua pekan lalu, meski dengan dialog tak lancar karena penyakit parkinsonnya, ia akhirnya dibolehkan Saddam membawa belasan orang Amerika pulang. Ada yang menuduh, pembebasn sandera itu hanyalah akal-akalan Saddam untuk memperoleh bahan propaganda. Jawaban yang terdengar macam-macam dari yang terasa egoistis sampai yang diplomatis. "Apakah ini dijadikan propaganda atau tidak, yang penting ayahku bisa pulang," kata Vala Fouroohi, warga Washington, yang bulan lalu berhasil membawa pulang ayahnya, E~red Harrington, seorang pengusaha yang terperangkap di Kuwait dekat setelah Irak menduduki negeri itu. Kata Lloyd Axworthy, anggota parlemen Kanada yang berusaha membebaskan sekitar 40 warga Kanada yang masih ada di Baghdad, "Penyelesaian damai itu sulit diperoleh bila masih ada sandera." Jadi, benarkah Saddam Hussein melunak? Ia mestinya tak sedang berspekulasi tapi penuh perhitungan. Saddam akan memperoleh simpati dari banyak pihak karena melepaskan sandera, dan, terlebih penting, ia telah memenuhi satu dari tiga syarat ditariknya blokade ekonomi terhadap Irak. Pada Amerika dan negeri pengepung lainnya, Saddam tentu bisa balik meminta: sandera sudah bebas, dan sebagai gantinya apa yang bisa dia peroleh? Lihat saja, di permukaan Baghdad seperti tak bersiap perang, tapi sementara itu Saddam Hussein mengirimkan pasukan tambahan ke Kuwait. Diberitakan, perbatasan Irak-Kuwait yang baru tengah digaris dengan kawat berduri. Selain itu, ternyata, tak mudah menentukan hari pertemuan (lihat Mencegah atau Mencari Ala~san Perang?). Tawaran Presiden Bush, agar Tareq Aziz datang ke Washington Senin pekan ini, ditolak Irak. Sejauh ini belum ada kesepakatan, kapan Tareq Aziz ke Washington, dan kapan James Baker ke Baghdad. Mungkin kolomnis ternama harian New York Times, William Safire, benar. Dalam salah satu kolomnya yang dimuat di International Herald Tribune sembilan hari setelah Irak masuk Kuwait, ia menulis bahwa kartu terakhir Saddam untuk keluar sebagai pemenang adalah membuat Israel terpaksa terlibat dalam krisis Teluk. Bila itu terjadi, terpecahnya kekuatan multinasional yang mengepung Irak sekarang kemungkinan besar tak terhindarkan. Setidaknya negara-negara Timur Tengah akan memprioritaskan menghadapi Israel daripada Irak. Mungkin itu soalnya bila Baghdad kalem-kalem saja. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus