TABIR gelap di balik pembunuhan Benigno "Ninoy" Aquino makin tersingkap. Pekan lalu, sebuah kesaksian memb ntah versi pemerintah yang menuding Rolando Galman sebagai pembunuh. Kesaksian yang mengejutkan itu diberikan Ramon Balang, 28, teknisi darat perusahaan penerbangan Philippine Airlines. Balang, yang selama ini bersembunyi karena mengkhawatirkan keselamatan dirinya, muncul di kantor pengacaranya di tengah Kota Manila untuk didengarkan oleh komisi penyelidik. Pengacaranya, Isidro Hildawa, melalui komisi itu meminta campur tangan Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrille untuk memberikan pengawalan yang menjamin keselamatan Balang. Penguasa Filipina, terutama pihak militer selama ini telah mengidentifikasikan Rolando Galman sebagai pelaku tunggal pembunuhan Aquino di bandar udara Manila, 21 Agustus tahun lalu. Mereka juga menyebut Galman, yang langsung ditembak di tempat, sebagai "pembunuh sewaan" dan "pemimpin gerilyawan komunis". Tapi, menurut Balang, "Galman tidak mempunyai kesempatan menembak Ninoy." Balang mengaku berada di bawah pesawat CAL, yang membawa Aquino, ketika peristiwa itu terjadi. Ketika tembakan meletus dan Ninoy terkapar di tanah, Balang melihat Galman berada beberapa meter didepan Ninoy, agak ke kiri. Sedangkan pemeriksaan sebelumnya membuktikan, peluru ditembakkan dari belakang. Balang juga tidak melihat Galman bersenjata. "Ia seperti menyerahkan sesuatu kepada para pengawal, dan ia tersenyum," katanya. "Lalu, saya dengar sebuah tembakan, dan Galman jatuh. Setelah itu, menyusul serangkaian tembakan lagi." Kesaksian Balang, yang direkam kamera video, menyebutkan dua sampai empat orang petugas keamanan berpakaian barong Tagalog menyertai tiga petugas yang menggiring Ninoy dari tangga pesawat. "Paling tidak, ada enam petugas berseragam dan berpakaian sipil di sekitar Ninoy ketika itu," kata Balang. Ketika tembakan pertama terdengar, Balang mengaku berada sekitar tiga meter dari Aquino. Berita ini merupakan kejutan kedua dalam upaya penyelidikan pembunuhan Ninoy. Beberapa hari sebelumnya, Reuben Regalado, juga karyawan Philippine Airlines, dalam wawancara dengan televisi AS mengatakan, sejumlah orang berpakaian sipil ada ditarmak bandar udara Manila pada hari yang naas itu. Regalado selama ini bersembunyi di Tokyo. Tiga dari empat pengawal berseragam yang mengawal Ninoy ketika itu menyebut keterangan Regalado fitnah. Mereka menuntut ganti rugi Rp 286 juta. Tapi, menurut Agapito "Butz" Aquino adik Mendiang Ninoy, paling tidak terdapat enam saksi pembunuhan yang tidak berani buka mulut karena merasa terancam. Tiga di antara mereka warga negara Filipina dan masih berada di negeri itu. Dua di antaranya menurut Butz, yakin bahwa Galman tidak menembak Ninoy. Tapi mereka sendiri tidak bisa mengatakan siapa yang melepas tembakan maut itu. Ernesto Herrera, satu di antara orang sipil yang ditunjuk Presiden Marcos sebagai anggota komisi penyelidik, mengatakan, lebih banyak saksi dibutuhkan untuk mendukung keterangan Balang. "Keterangan ini bisa menghancurkan versi pemerintah," ujar Herrera. "Pertama, Balang sangat yakin bahwa di belakang Aquino ketika itu ada paling tidak dua orang berpakaian sipil. Kedua, Balang juga sangat yakin bahwa posisi Galman tidak memungkinkan dia menembak Ninoy dari belakang." Sementara itu Jose Mendoza, juru potret kantor berita Fiiipina (PNA), di depan komisi penyelidik menyatakan, film yang digunakannya memotret kedatangan Aquino pada 21 Agustus itu disita pihak penguasa. Ia, bersama 13 juru potret lainnya, dihalau Kolonel Vicente Tigas, anggota unit keamanan militer Presiden Marcos. Film itu disita Jolly Riofrir, juru potret resmi Istana Malacanang, dan ketua Asosiasi Juru Potret Pers Filipina. "Selama 22 tahun menjadi juru potret," kata Mendoza, "inilah pertama kalinya film saya disita kaki tangan istana kepresidcnan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini