Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Batu Sandungan Baru bagi Barak

Ehud Barak dituding menerima uang panas untuk kampanyenya menjadi perdana menteri. Upaya menjatuhkan Barak?

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH jatuh tertimpa tangga pula. Itulah yang dialami Perdana Menteri Israel, Ehud Barak. Sepulang dari Washington seusai gagal berunding dengan Suriah soal nasib Dataran Golan, Barak dihadang kasus penggunaan dana kampanye ilegal di tanah airnya. Pekan lalu, Jaksa Agung Elyakim Rubinstein telah memerintahkan pengusutan atas dana kampanye yang digunakan Perdana Menteri Ehud Barak dalam pemilihan umum lalu. Tindakan ini dilakukan Rubinstein segera setelah ia menerima laporan dari Kepala Badan Pengawas Negara Eliezer Goldberg. Dalam kampanye pemilihan umum yang membawanya ke kursi perdana menteri setahun silam, Barak dituduh menerima dana dari belasan organisasi ilegal sejumlah US$ 2 juta atau sekitar Rp 14 miliar. Sedangkan hukum Israel menentukan bahwa donasi kampanye dibatasi hingga 1.700 shekel (sekitar US$ 400 atau Rp 2,8 juta) per suara. Goldberg mengakui bahwa sampai sejauh ini dia belum menemukan bukti keterlibatan Barak dalam kegiatan ilegal itu. Namun, menurut Goldberg, penyalahgunaan uang ilegal atas nama Barak dan Partai Israel Bersatu seharusnya menjadi peringatan bagi pemimpin-pemimpin Israel lainnya. Di hadapan Knesset (parlemen) pekan silam, Goldberg bahkan menyampaikan bahwa semua partai politik di Israel telah menggunakan dana haram selama kampanye pemilu tersebut. Selain partai pimpinan Ehud Barak, ternyata Partai Likud pimpinan Ariel Sharon dan Partai Tengah pimpinan Yitzhak Mordechai dianggap sebagai partai yang paling parah dalam menggunakan dana haram itu. "Organisasi-organisasi nonpemerintah telah melakukan aktivitas ilegal dan partai-partai politik terperangkap oleh tindak-tanduk organisasi nonpemerintah itu," tutur Goldberg. Tentu saja Barak menampik tuduhan tersebut. Barak menyangkal adanya hubungan antara dirinya secara pribadi dan organisasi-organisasi nonprofit tertentu. Ia menyatakan tidak mengetahui secara mendetail cara-cara pengumpulan dana kampanyenya. Sesungguhnya, Barak bukanlah yang pertama dalam soal ini. Presiden Ezer Weizman sampai berada di bawah investigasi kriminal karena ratusan ribu dolar yang diterimanya dari mantan teman bisnisnya. Mantan perdana menteri Netanyahu juga diselidiki karena dugaan menerima suap. Namun, kasus-kasus itu belum terselesaikan hingga kini Mengingat Barak bukan kasus pertama, muncul kecurigaan bahwa kasus ini dibesar-besarkan oleh lawan-lawan politiknya. Tujuannya apa lagi kalau bukan menjatuhkan Barak dan partainya. Terpilihnya Barak memang menimbulkan ketidaksukaan oposisi politik, Likud, yang berhasil mengantar Netanyahu ke kursi perdana menteri. Padahal, saat Ehud Barak terpilih menjadi perdana menteri, Mei silam, dia dinilai banyak kalangan sebagai sosok yang hampir sempurna. Pria kelahiran Kibbutz Mishmar Hasharon, Israel, ini memiliki prestasi militer yang cemerlang dengan bintang penghargaan terbanyak sepanjang sejarah negaranya. Barak, yang meraih gekar master di Stanford University, Amerika Serikat, juga dihargai di dunia intelektual. Naluri politiknya juga dianggap cukup tajam, terutama idenya menonjolkan peran Israel untuk masa depan Timur Tengah. Kemenangan Barak juga dianggap sebagai kemenangan almarhum mantan perdana menteri Yitzhak Rabin karena Barak adalah murid kesayangan Rabin. Di masa lalu, Rabin rela meluangkan hari Sabtu (hari libur Yahudi) untuk menurunkan ilmunya tentang negara kepada Barak. Itulah sebabnya, ketika pensiun dari militer pada 1995 silam, Barak tak ragu sama sekali untuk bergabung dengan Partai Buruh pimpinan Rabin. Dan Rabin pun langsung memercayakan Barak di posisi menteri dalam negeri. Sayang, kedekatan guru-murid ini tak berlangsung lama. Pada tahun yang sama, Rabin tewas ditembak. Tewasnya Rabin kemudian menenggelamkan Barak. Namanya kembali berkibar saat menggantikan posisi Peres sebagai Ketua Partai Buruh hingga akhirnya dia berhasil duduk di kursi perdana menteri. Saat dilantik menjadi perdana menteri, Mei tahun lalu, Barak berjanji akan mengakhiri konflik 100 tahun Arab-Israel dan segera memulai perundingan dengan Suriah dan Palestina. Ia juga menyatakan akan melaksanakan semua kesepakatan yang telah ditandatangani, seperti perjanjian dengan Suriah soal Dataran Tinggi Golan dan dengan Palestina soal Wye Plantation. Janji-janji tersebut bisa jadi akan tinggal janji. Jika terbukti bersalah, Barak bisa terjungkal dari kursinya. Upaya perdamaian Timur Tengah yang dicita-citakannya pun bisa kandas. Andari Karina Anom (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus