Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bayang-bayang Pengancam Pyongyang

Organisasi pemuda bawah tanah menggalang dukungan untuk menggulingkan rezim Kim Jong-un. Pelaku penyerbuan Kedutaan Besar Korea Utara di Madrid.

6 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penjagaan kantor Kedutaan Besar Korea Utara di Madrid, Februari 2019./Reuters/Sergio Perez

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Situs Joseon Youth, yang mengkampanyekan “pembebasan saudara-saudara kami” di Korea Utara, ditutup pada Sabtu, 30 Maret lalu. Situs ini dilaporkan aktif merekrut pemuda 16-34 tahun untuk “memulai kebebasan baru di Utara”.

 

Situs ini berhubungan dengan Cheollima Civil Defense, organisasi yang mengaku hendak menggulingkan kekuasaan dinasti Kim di Korea Utara. Dalam pernyataan pada awal Maret lalu, kelompok ini memproklamasikan diri sebagai “pemerintah sementara” Korea Utara. “Pemerintah ini adalah organisasi tunggal dan adil yang mewakili rakyat Korea Utara.” Mereka bersumpah akan menggulingkan “sistem penindasan” di bawah rezim Kim.

Pada 26 Maret lalu, Cheollima mengaku bertanggung jawab atas penyerbuan Kedutaan Besar Korea Utara di Madrid, Spanyol. Tapi mereka menolak tuduhan telah melakukan intimidasi dan memakai senjata. Penyerangan itu terjadi pada 22 Februari lalu, sehari sebelum pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Hanoi, Vietnam.

Menurut dokumen Pengadilan Tinggi Spanyol yang diteken hakim Jose de la Mata, terjadi penerobosan pada pukul 16.34. Salah satu anggota Cheollima Civil Defense, Adrian Hong Chang, orang Meksiko yang bermukim di Amerika Serikat, diduga mendapat akses masuk dengan alasan hendak menemui atase perdagangan So Yun-sok. Setelah masuk, Chang dan dua rekannya, Sam Ryu, orang Amerika keturunan Korea Selatan, dan Lee Woo-ran, orang Korea Selatan, menyandera staf kedutaan dan menginterogasi atase. Mereka mendesak sang atase agar membelot, tapi ditolak. Sang atase dan staf kedutaan kemudian diikat di lantai dasar.

Penyanderaan terjadi selama beberapa jam. Seorang anggota staf perempuan berusaha kabur lewat jendela dan berteriak minta tolong. Tetangga kantor itu kemudian menelepon polisi.

Polisi lalu datang dan disambut Chang, yang berpura-pura menjadi diplomat dengan jaket bergambar Kim Jong-un. Dia mengatakan semua baik-baik saja dan tak terjadi apa-apa. Malamnya, kelompok itu kabur memakai tiga kendaraan kedutaan dengan membawa komputer, hard drive, flash disk, dan sejumlah dokumen. Mereka berpencar menjadi tiga kelompok dan melarikan diri ke Portugal. Dari sana mereka terbang ke New York, Amerika Serikat, tapi Chang memisahkan diri dan menuju New Jersey.

Menurut dokumen pengadilan, anggota kelompok itu telah membeli pisau dan senjata api mainan ketika berkunjung ke -Madrid pada awal Februari dan menggunakannya dalam serangan. Saat di Madrid, Chang mengajukan permohonan paspor baru ke Kedutaan Besar Meksiko dan memakai nama Oswaldo Trump saat memesan kendaraan di aplikasi Uber.

Kelompok itu menulis di situs organisasi bahwa mereka masuk ke kedutaan itu sebagai “tanggapan terhadap situasi penting di kedutaan”. Mereka mengaku telah “berbagi informasi dengan nilai potensial besar” kepada Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI) “di bawah perjanjian kerahasiaan bersama”.

Beberapa hari kemudian, berbagai berita muncul di media Amerika yang menggambarkan rincian penyerbuan ini, termasuk sumber-sumber yang berhubungan dengan Cheollima Civil Defense. Kelompok itu menyatakan hal tersebut sebagai “pengkhianatan atas kepercayaan”. Data intelijen yang mereka peroleh tentu tidak akan menyelamatkan anggota kelompok itu dari kemungkinan diadili dan mereka kini berisiko mendapat balasan dari Korea Utara.

Chang kini masuk daftar pencarian orang tidak hanya di Pengadilan Tinggi Spanyol, tapi juga kemungkinan besar di Pyongyang. Operasi ini telah membuka wajah kelompok itu, yang selama ini bergerak di bawah tanah, dan membawa mereka berhadapan dengan hukum.


Nama Cheollima pertama kali mencuat setelah kelompok ini menyelamatkan Kim Han-sol, putra Kim Jong-nam, di Makau sesudah ayahnya dibunuh dengan racun di Bandar Udara Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2017.


Identitas kelompok ini masih kabur. Pengadilan Spanyol menyebut Adrian Hong Chang sebagai pemimpinnya. Sejauh ini, baru profil Chang yang mulai terungkap. Menurut Time, Chang adalah direktur pelaksana perusahaan konsultan Pegasus Strategies, advokat hak-hak asasi manusia, dan penulis yang berbasis di Amerika Serikat.

Dia pernah menjadi Direktur Eksekutif Liberty in North Korea, lembaga swadaya masyarakat di Amerika yang menyokong pengungsi Korea Utara. Dia ditahan di Beijing pada 2006 ketika menolong para pembelot yang kabur lewat Liaoning, provinsi Cina yang berbatasan dengan Korea Utara. Menurut Hannah Song, CEO Liberty in North Korea, Chang turut mendirikan lembaga ini ketika masih mahasiswa, tapi tak lagi terlibat dalam sepuluh tahun terakhir.

Menurut NK News, media yang berfokus pada isu-isu Korea Utara, Chang mengepalai Joseon Institute sejak 2015. Lembaga ini melakukan riset mengenai kebijakan dan perencanaan tentang masalah-masalah Korea Utara. Chang juga menulis dengan topik Korea Utara di berbagai media, termasuk New York Times, Foreign Policy, dan The Atlantic.

Sumber-sumber yang dekat dengan penyelidikan ini menyatakan kepada El Pais, surat kabar Spanyol, bahwa operasi tersebut direncanakan dengan sempurna, seakan-akan dilakukan “sel militer”. Para penyerbu tampaknya tahu benar apa yang mereka cari. Intelijen Spanyol menduga badan intelijen Amerika dan sekutunya terlibat dalam serbuan itu. El Pais melaporkan dua anggota kelompok itu berhubungan dengan Badan Intelijen Pusat Amerika (CIA). Tapi, “Pemerintah Amerika tak berbuat apa pun dalam hal ini,” kata Robert Palladino, juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika, dalam konferensi pers.

Sejumlah media menyatakan kelompok tersebut bermaksud mencari informasi mengenai Kim Hyok-chol, mantan Duta Besar Korea Utara untuk Madrid yang diusir dari Spanyol pada September 2017 dalam kaitan dengan uji coba nuklir Pyongyang. Dia sekarang menjadi wakil utama perundingan Korea Utara dengan Amerika serta membantu menyiapkan pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump di Hanoi.

Cheollima Civil Defense, yang kadang disebut juga sebagai Free Joseon, mengaku sebagai organisasi yang hendak menggoyahkan rezim Kim Jong-un. Sebuah video yang dipajang di situs mereka dan di YouTube menunjukkan bagaimana seseorang mencopot dua potret bekas pemimpin Korea Utara, Kim Il-sung dan Kim Jong-il, dari dinding serta membantingnya ke lantai kantor Kedutaan Korea Utara di Madrid.

Nama Cheollima pertama kali mencuat setelah kelompok ini menyelamatkan Kim Han-sol, putra Kim Jong-nam, di Makau sesudah ayahnya dibunuh dengan racun di Bandar Udara Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2017. Kim Jong-nam adalah kakak tiri Kim Jong-un.

Kasus ini melibatkan Siti Aisyah, warga negara Indonesia yang terekam kamera keamanan menyemprotkan zat beracun yang mematikan ke wajah Kim Jong-nam. Pengadilan Malaysia mendakwa Siti terlibat pembunuhan dengan ancaman hukuman mati. Belakangan terungkap bahwa Siti melakukan itu karena disewa sebagai pemain reality show. Pengadilan akhirnya membebaskan Siti dari dakwaan tersebut pada 13 Maret lalu.

Cheollima merekrut para pemuda untuk mendukung gerakannya melalui situs Joseon Youth. Menurut NK News, situs itu merekrut sukarelawan untuk dijadikan agen lapangan, penjaga, dan agen intelijen lapangan. Mereka cenderung memilih kandidat yang memiliki pengalaman tinggal di Cina dan “ingin mengabdi untuk membebaskan Korea Utara”.

Selain itu, mereka mencari sukarelawan sekurang-kurangnya di Yonsei University, Seoul, Korea Selatan. Park Hyun-woo, kandidat doktor di kampus itu, telah menemukan dan memotret poster perekrutan organisasi tersebut pada 12 Maret lalu. “Saya belum pernah melihat poster-poster ditempel semacam ini. Biasanya poster harus mendapat cap kampus sebelum dipajang, tapi tak satu pun poster ini begitu. Jadi saya menduga seseorang telah diam-diam menempelkannya,” ucapnya kepada NK News pada Senin, 1 April lalu.

Setelah kasus penyerbuan kedutaan di Madrid menjadi sorotan internasional, organisasi ini tampaknya mulai tiarap. Sejumlah situs organisasi ditutup, tapi jejak mereka masih terserak di mana-mana.

IWAN KURNIAWAN (BBC, NK NEWS, TIME, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus