Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketenangan Ottawa buyar berantakan pada Rabu pagi dua pekan lalu. Seorang pria menembak mati seorang tentara yang tengah berjaga di National War Memorial di ibu kota Kanada itu. Tak lama kemudian, pelaku yang bernama Michael Zehaf-Bibeau tersebut berlari ke arah Gedung Parlemen. Dia berhasil menyusup masuk setelah melepaskan serangkaian tembakan. Sempat terjadi aksi saling tembak antara pelaku dan petugas keamanan gedung sebelum Kepala Keamanan Parlemen Kevin Vickers menembak Zehaf-Bibeau hingga tewas.
Seusai insiden, kepolisian Kanada—yang dikenal dengan nama Royal Canadian Mounted Police—bersiaga penuh. Aparat keamanan ini memberi peringatan kepada publik. "Tetaplah berada di dalam ruangan, kunci pintu, dan jauhi jendela. Jika pintu Anda tidak dapat terkunci, buatlah barikade di depan pintu."
Kewaspadaan yang tinggi itu demi mengantisipasi kegilaan ala Zehaf-Bibeau terjadi lagi. Maklum, penembakan di Ottawa itu adalah serangan kedua terhadap aparat keamanan Kanada dalam sepekan. Senin sebelumnya, Martin Couture-Rouleau—yang seorang mualaf, sama dengan Zehaf-Bibeau—menabrakkan mobilnya ke arah dua anggota militer Kanada di Quebec hingga menewaskan satu di antaranya. Couture-Rouleau akhirnya ditembak mati aparat.
Zehaf-Bibeau lahir di Montreal dari ayah berkebangsaan Libya dan ibu Kanada. Dia dilahirkan dengan nama Michael Joseph Hall. Dalam catatan kepolisian Kanada, yang bekerja sama dengan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat, Zehaf-Bibeau pernah ikut angkat senjata bersama pemberontak Libya. Sedangkan Couture-Rouleau ditangkap polisi dan paspornya disita pada Juli lalu karena diketahui akan berangkat ke Timur Tengah.
"Insiden ini akan mendorong kami memperkuat keamanan nasional dan mengambil langkah yang diperlukan untuk mengidentifikasi serta melawan ancaman," kata Perdana Menteri Kanada Stephen Harper.
Kanada memang memiliki angka kejahatan sangat rendah. Dibanding negara tetangganya, Amerika Serikat, aksi penembakan nekat bisa dikatakan nyaris tidak pernah terjadi, meski kepemilikan senjata api di kedua negara tidak berbeda jauh. Otoritas Kanada menduga meningkatnya pengaruh Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) akhir-akhir ini dianggap memicu teror domestik di negara-negara Barat, tak terkecuali Kanada. "Lima tahun lalu kami tidak khawatir terhadap terorisme domestik seperti ini. Pada 1990-2000-an, kelompok teror hanya terkonsentrasi di Afganistan dan Pakistan, yang melawan simbol-simbol kekuasaan Amerika Serikat," ujar Richard Fadden, Direktur Badan Intelijen dan Keamanan Kanada.
Pengaruh ISIS juga diyakini telah menyebabkan sikap radikal pada individu yang menjadi pengikutnya, terutama mereka yang sudah menjadi mualaf. "Mualaf biasanya punya masalah dengan keluarga di rumah sehingga mereka lebih senang berada di lingkungan baru," kata Mubin Shaikh, mantan perekrut kelompok Taliban yang kini menjadi agen keamanan nasional di Kanada, kepada International Business Times.
Beberapa pekan sebelum dua insiden penyerangan tersebut, ISIS mengunggah video yang menyerukan kepada pengikutnya untuk menyerang warga Kanada, baik warga sipil maupun militer. Kanada merupakan salah satu koalisi militer pimpinan Amerika Serikat untuk melawan ISIS. "Bersandarlah kepada Allah. Bunuhlah mereka dengan cara apa pun dan bagaimanapun. Bunuhlah para kafir, baik dari sipil maupun militer, sebagaimana mereka bertindak hal yang sama," ucap juru bicara ISIS, Abu Muhammad al-Adnani, dalam video berdurasi 42 menit itu.
Laporan yang dirilis Kementerian Keamanan Publik Kanada pada 29 Agustus lalu menyebutkan, sejak awal tahun ini, ada lebih dari 130 warga Kanada berada di luar negeri untuk kegiatan terorisme. Sedangkan 30 orang dicurigai tengah bertempur di Suriah. Sedangkan 80 orang lainnya telah kembali ke Kanada setelah bepergian dari luar negeri yang diduga berkaitan dengan terorisme.
Rosalina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo