Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mana Imen, mana Imen!" empat pria bertubuh tegap berteriak di depan pintu kontrakan Mursidah di Gang Haji Jum, Kampung Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis pagi dua pekan lalu. Mereka mencari anak Mursidah, Muhammad Arsyad atau akrab disapa Imen, yang pagi itu kembali terlelap setelah mengantar adik-adiknya bersekolah.
Salah seorang dari empat orang itu mengeluarkan secarik kertas: surat perintah penangkapan kepada anak sulung Mursidah tersebut. Karena takut, Mursidah menjawab bahwa anaknya tidak ada di rumah. Namun empat pria yang ternyata polisi itu langsung membentak. "Tadi saya lihat dia ke sini. Dia pakai sweater putih, kan? Kalau tidak mau keluar, biar kami yang masuk," ujar Mursidah menirukan pernyataan para polisi tadi kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Panik, Mursidah pun langsung membangunkan Imen. Seorang polisi lantas meminta dia menandatangani surat penangkapan anaknya itu. Adapun seorang polisi lain menunjukkan beberapa gambar kepada Imen dari telepon selulernya. Rupanya, si polisi menunjukkan laman media sosial Facebook atas nama Arsyad Assegaf, yang merupakan milik Imen. Kemudian keempat polisi itu memasukkan Imen ke dalam mobil yang mereka tumpangi. Mereka membawa pemuda 23 tahun itu ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.
Musibah yang menimpa Imen bermula dari laporan koordinator tim hukum Jokowi, Henry Yosodiningrat, ke Badan Reserse Kriminal pada Agustus lalu, pasca-Pemilihan Umum Presiden 2014. Henry mendapat perintah dari Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo untuk mengusut soal penyebaran kartun seorang perempuan bertubuh subur dan pria kerempeng tengah melakukan adegan syur. Di dalam gambar, wajah kartun yang tertera itu wajah Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. "Siapa yang tidak marah kalau gambarnya seperti itu?" kata Henry.
Penelusuran polisi pun mengarah ke sebuah laman Facebook dengan nama Arsyad Assegaf. Imen, yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai kedai sate, memakai nama "Assegaf" lantaran pengagum pemimpin majelis taklim Nurul Mustofa, Hasan Assegaf. Ia mengunggah gambar yang didapatkan dari dunia maya itu pada Agustus lalu. "Dia katakan cuma iseng. Dia itu polos," ujar pengacara Imen, Irfan Fahmi, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Keisengan Imen diakui Ramdhani, adik Imen. Meskipun mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa saat pemilihan presiden lalu, kakaknya tak begitu antusias terhadap dunia politik. Imen hanya ikut-ikutan karena kampung tempat tinggal mereka merupakan basis Partai Gerindra. "Sewaktu pilpres, dia juga enggak nyoblos. Dia tidur di rumah," kata Mursidah.
Mursidah berharap anaknya segera dibebaskan dari perkara itu. Alasannya, Imen adalah tulang punggung keluarga. Sulung empat bersaudara itu membiayai sekolah kedua adik perempuannya. "Saya rela sujud di kaki Pak Jokowi supaya anak saya tidak dihukum," ujar Mursidah.
Harapan Mursidah tampaknya sulit terkabulkan. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Kamil Razak mengatakan Imen dijerat dengan pasal penyebaran pornografi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta pasal pencemaran nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukumannya bisa sepuluh tahun penjara. Menurut Kamil, meskipun tim hukum Joko Widodo mencabut laporan itu, penyidik akan tetap memprosesnya. "Karena ini bukan delik aduan. Ini delik umum."
Febriyan, Indri Maulida, Afrilia Suryanis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo