DENGAN menumpang kereta api pagi, Andryushenka Sakharov bersama Elena Bonner, istrinya, meninggalkan Gorky menuju Moskow, Selasa ini. Tokoh pembangkang legendaris Uni Soviet yang tampak kurus dalam usia 65 tahun itu akhirnya dibebaskan dari tempat pembuangan yang ditinggalinya sejak 7 tahun lalu. Berita gembira itu disampaikan langsung oleh Pemimpin Tertinggi Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, Selasa pekan lalu, melalui pesawat telepon yang secara mendadak dipasang di apartemen Sakharov yang berdinding kelabu dan dingin, di Gorky. "Pembicaraan dengan Gorbachev sungguh pelik. Saya tak bisa menyimpulkannya dalam beberapa kata. Bingung, deh," ujar Sakharov dalam suatu wawancara. Menurut rencana, pemenang Hadial Nobel Perdamaian tahun 1975 itu akan kembali bekerja di Akademi Ilmu Pengetahuan Moskow. Tapi Sakharov telah menegaskan, ia akan tetap memperjuangkan kebebasan hak asasi manusia seperti yang dilakukannya selama ini. Tapi tampaknya Sakharov belum boleh menghadiri beberapa undangan negara Barat, dengan alasan keamanan negara. Nama Sakharov cukup disegani di kalangan ilmuwan dunia. Ia dianggap sebaga "Bapak Bom Hidrogen Rusia". Berkat jasanya itu, Sakharov telah membantu melambungkan Uni Soviet sebagai negara raksasa dengan persenjataan nuklir yang canggih, di awal tahun 1960-an. Belakangan ia mengecam hasil penemuannya sendiri, dan dengan gigih mengampanyekan perdamaian dunia. Akhirnya, di awal tahun 1980, Sakharov ditangkap dan dibuang ke Gorky, gara-gara kecamannya atas invasi Soviet ke Afghanistan. Hari-hari kelabu pun dilalui Sakharov di flatnya konon bekas ruang interogasi KGB -- dengan menulis sejumlah artikel berisi imbauan perdamaian. Elena Bonner, 63, istri Sakharov, yang berdarah Yahudi, ditahan bersamanya, empat tahun kemudian karena ucapannya yang dianggap menghasut pemerintah Soviet. Berbagai intimidasi dan ancaman dialami kedua tokoh pembangkang itu. Ke mana pun mereka pergi, selalu saja ada dua mobil hitam berisi petugas KGB menguntit di belakang. Di depan pintu flatnya, selalu ada empat orang petugas mengawasi. Apartemennya sering diacak-acak petugas ketika penghuninya tak ada. "Sikat gigi di kamar mandi pun bisa hilang, dan baru ketemu seminggu kemudian, di tempat yang sama," tutur Elena dalam suatu wawancara pada majalah Time. Ketika Sakharov mogok makan sebagai protes kepada pihak penguasa, yang tak mengizinkan Elena, istrinya, berobat ke AS, ia pun dengan paksa disuntik obat pelemah saraf. Setelah dibawa ke rumah sakit, setiap hari pikiran Sakharov dipompa dengan bayangan, yang menyatakan ia menderita penyakit Parkinson. "Anda akan lumpuh total, hingga tak bisa mengancingkan celana," kata dokter rumah sakit, mengejek. Satu-satunya pengalaman yang menyenangkan terjadi tatkala Elena diizinkan berobat ke AS. Elena Bonner disambut Sakharov di depan pintu, dengan topi kedodoran dan raut muka kurus. Begitu tahu bahwa istrinya boleh berobat ke AS, ia langsung menunduk, berbalik dan menggoyang-goyangkan pantatnya sambil mendendangkan lagu jenaka. Keduanya tertawa terbahak-bahak. Kini, masa duka itu tampaknya sudah berakhir. Banyak yang menganggap pembebasan Sakharov sebagai bukti pelaksanaan kebijaksanaan Gorbachev mengendurkan garis keras Soviet. Namun, beberapa pengamat di Moskow berpendapat, terlalu pagi untuk menganggap hal ini tanda awal adanya perubahan kebijaksanaan para pemimpin Kremlin. Tak ada data jelas berapa banyak tahanan politik di Uni Soviet. Menurut Orlov, seorang pencetus hak asasi manusia Soviet lainnya yang ditahan 12 tahun di kamp kerja paksa, jumlah tahanan politik mencapai 830 orang. Namun, Gorbachev dalam sebuah wawancara di Paris menyebutkan hanya sekitar 200 orang tahanan yang dijatuhi hukuman karena "melakukan kejahatan kriminal biasa". Didi Prambadi Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini