KONGRES ke-6 Partai Komunis Vietnam baru saja berakhir. Pucuk pimpinan partai dan negara telah diganti. Katanya, golongan "pragmatis" telah menggantikan golongan "ideolog" yang berhaluan keras. Dengan begitu, Vietnam, bahkan Uni Soviet di bawah pimpinan Gorbachev, dipandang akan "mengikuti jejak Cina" dalam melakukan "liberalisasi" dan "pembaruan", dalam bentuk pengembangan "pasar bebas" dan penggunaan "sistem swasta". Telah timbul kesan seakan-akan sistem sosialis mulai dipreteli. Peranan ideologi komunis mulai mengendur. Negara-negara sosialis semakin menjadi "pragmatis" dan moderat, terutama dalam upaya menyelesaikan konflik-konflik yang ada. Mungkin itu semua benar, mungkin salah, atau mungkin sebagian saja benar, selebihnya salah. Kita lihat saja kelak. Yang hendak dilakukan di sini sekadar meninjaunya secara lebih kritis. Jangan-jangan gambaran tadi tidak lebih dari ungkapan harapan yang tidak berkaitan dengan realitas. Sistem sosialis (orang luar menyebutnya sistem komunis) yang penuh ketertutupan dan kerahasiaan memang sulit kita mengerti. Sebab itu, adalah manusiawi jika kita cenderung untuk mengerti sesuatu melalui kaca mata kita sendiri. Membedakan antara kelompok "pragmatis" dan ideolog dalam pimpinan komunis sebenarnya tidak begitu tepat dan relevan. Pada umumnya, para pemimpin komunis, sejak Lenin, Stalin, dan Mao, adalah orang pragmatis. Dengan teorinya, Marx hanya memberikan apa yang dalam pandangannya akan terjadi. Ia tidak memberikan petunjuk tentang kapan, bagaimana, dan dengan mekanisme apa semua itu akan terjadi. Sebab itu, realisasi impian Mark bergantung pada interpretasi dan gerak langkah para penganutnya. Di sinilah sumbangan Lenin, Stalin, Mao, dan sebagainya, agar Marxisme dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi nyata yang dihadapi. Dalam pengertian ini, semua penganut Marx adalah realis, pragmatis, dan ... oportunis. Pembaruan kehidupan ekonomi negara sosialis, misalnya, pertama kali dimulai oleh Lenin sendiri dengan dicanangkannya kebijaksanaan ekonomi baru (NEP) pada tahun 1921 hingga tahun 1928. NEP ini tidak kalah "kapitalistis"-nya dengan apa yang terjadi kini di Cina. Ia merupakan puncak "liberalisasi" Soviet yang tidak pernah terjadi lagi. Lenin menyebutnya "dua langkah maju, satu langkah mundur". Pragmatisme sering dikaitkan dengan "moderasi". Era moderasi Soviet sering dikatakan sebagai dimulai oleh Khrushchev, yang melancarkan "destalinisasi" (pembersihan atas sisa-sisa paham Stalin), dan politik "koeksistensi damai". Tetapi Khrushchev yang "moderat" menumpas revolusi Hungaria pada tahun 1956. Lain halnya kalau pengertian moderasi itu hanya kita terapkan pada hubungan d,engan negara-negara nonkomunis. Di sini kejelian dan sikap tanggap dunia luar nonkomunis memang memainkan peran. Keberhasilan pembaruan dan modernisasi Cina, jika memang berhasil, mungkin juga berkaitan dengan pendekatan dan uluran tangan AS dan sekutunya. Ini tidak berlaku hanya bagi Cina, tetapi juga negara komunis lain yang relatif berhasil dalam program pembaruan ekonomi, seperti beberapa negara Eropa Timur yang menjalin hubungan ekonomi dengan negara Barat. Dan jika kita kembali ke Vietnam, kita bertanya-tanya apakah AS tidak mengambil pelajaran dari pengalaman itu. Apakah AS juga akan tetap mengulur-ulur normalisasi hubungan dengan Vietnam? Memang, rangsangan dari luar tidak selalu mendorong arah yang dikehendaki. Sulit menentukan apakah kekuatan, atau kelemahan, dalam tubuh negara-negara sosialis yang membuat mereka lebih moderat Koeksistensi damai dan NEP yang dirintis oleh Lenin terutama didorong oleh kelemahan di dalam negeri. Koeksistensi damai Khrushchev lebih didorong oleh perasaan kuat dan kepercayaan diri karena berkembangnya kekuatan militer Soviet dan keberhasilan relatif dalam bidang ekonomi. Politik detente Brezhnev didorong oleh kekuatan dan kelemahan. Secara militer Uni Soviet telah menandingi AS, tetapi dari segi ekonomi dan teknologi ia lemah. Jelas bahwa masalah liberalisasi, pembaruan, dan moderasi adalah kompleks. Yang perlu dicatat ialah tidak mudah mengabaikan erbedaan fundamental antara sistem sosialis dan sistem lainnya. Marxisme-Leninisme, bagi negara-negara sosialis, apa pun isinya, mempunyai fungsi yang tidak dapat dilepaskan selama ia jadi basis utama legitimasi monopoli partai komunis atas kekuasaan negara secara total dan menyeluruh: sesuatu yang tidak boleh diganggu gugat, dan ditopang dengan penggunaan kekerasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini