Opera sabun di pentas politik Amerika usai sudah. Setelah 13 bulan mengoyak-ngoyak kehidupan pribadi Presiden Clinton, drama ala Amerika ini berakhir pada Jumat pekan lalu, dengan kegagalan total Partai Republik meloloskan dua pasal impeachment untuk mendepak Presiden Clinton dari Gedung Putih. Peradilan Senat Amerika, Jumat pekan lalu, menyatakan Presiden Clinton tak bersalah terhadap tuduhan melakukan tindak pidana berat dan tindakan tak pantas. Kekalahan Partai Republik ini merupakan kekalahan telak. Sebab, dari dua pasal yang diajukan, tak satu pun yang memperoleh suara mayoritas sederhana sekalipun (51 suara). Bahkan 10 senator Republik menentang pemecatan Clinton untuk tuduhan melakukan kesaksian palsu di bawah sumpah. Hasil voting menunjukkan 55 menyatakan tak bersalah, 45 menyatakan bersalah. Sedangkan untuk tuduhan kedua, yakni Clinton menghalangi dan menutupi proses peradilan atas skandal seksualnya dengan Monica Lewinsky, kubu Republik ditinggalkan lima senatornya sehingga hanya memperoleh 50 suara.
Kekalahan Partai Republik ini sebenarnya sudah mulai terbaca beberapa hari sebelumnya, yakni dengan pernyataan pembelotan empat senator Republik, dan kemudian ditambah seorang senator lagi pada Kamis pekan lalu. Sejak semula, memang sudah diduga upaya mendepak Clinton akan mendapat kesulitan di tingkat Senat. Sebab, perbandingan kekuatan Partai Republik dan Demokrat di Senat hanya terpaut 10 kursi dari 100 kursi (55 Republik dan 45 Demokrat). ''Saya tidak menyesal. Kami memenuhi sumpah kami menghentikan tugas sesuai dengan konstitusi. Jika rakyat melakukan hal itu, ketika wakil rakyat juga melakukan hal itu, artinya demokrasi berjalan," kata Henry Hyde, salah seorang pendukung impeachment dari Partai Republik.
Drama ini berlangsung tak lebih dari 45 menit. Untuk setiap pasal impeachment itu, seorang petugas membacakan tuduhan tersebut dengan suara nyaring. ''Senator, bagaimana pendapatmu? Apakah tertuduh William Jefferson Clinton bersalah atau tidak?" Maka satu per satu anggota Senat bangkit dari tempat duduknya, yang diawali oleh Senator Spencer Abraham dari Michigan, dan diakhiri oleh kubu Demokrat: Senator Ron Wyden dari Oregon.
Clinton tentu saja tak bisa menyembunyikan kegirangannya. Tak lama setelah Senat mengumumkan keputusannya, Clinton menemui wartawan unit Gedung Putih. Dengan rendah hati, ia sangat berterima kasih atas dukungan dan doa yang ia terima dari jutaan rakyat Amerika. ''Saya ingin menyatakan lagi kepada rakyat Amerika, betapa menyesalnya saya terhadap perkataan dan perbuatan saya yang menjadi pemicu peristiwa ini, dan beban yang sangat berat bagi mereka untuk menjatuhkan saya di Kongres dan di mata rakyat Amerika," ujar Clinton dengan wajah cerah. Penampilan Clinton ini sangat berbeda dengan ketika ia bergaya seperti orang yang sangat kelelahan mencapai garis akhir, pada saat harus membebaskan diri dari tuduhan impeachment, beberapa bulan lalu.
Ancaman sudah bisa diatasi. Dan Clinton berharap bisa membuka lembaran baru bagi Amerika. ''Ini seharusnya merupakan waktu untuk sebuah rekonsiliasi dan pembaruan bagi Amerika," katanya. Selain itu, ia berharap ini babak baru untuk menyelenggarakan pemerintahan yang didukung oleh kedua partai, Demokrat dan Republik. Tapi kubu Republik, yang menanggung kekalahan, tampak belum jera. Mereka sedang berusaha mengajukan mosi teguran resmi Senat tanpa sanksi. Namun kubu Republik harus berupaya lebih keras, dan kemungkinan menang kecil. Bentuk usulan mosi teguran tanpa sanksi ini tak sesuai dengan aturan peradilan impeachment. Maka, agar diterima, usul itu harus mendapat persetujuan sidang Senat yang tak hanya perlu mayoritas sederhana (51 suara), melainkan harus mencapai dua pertiga (67) suara. Tapi inilah harga sebuah demokrasi, yang membuat tak jelas batas antara tokoh antagonis dan protagonis dalam opera sabun ini.
R. Fadjri (Associated Press, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini