Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di kediaman resminya di Ramallah, Tepi Barat, foto Presiden Palestina Yasser Arafat masih tergantung di dinding ruang rapat. Sebuah foto dengan senyumnya yang khas. Tapi, dalam pertemuan akhir pekan lalu, kursi yang terletak di bawah foto itu kosong. Di situlah biasanya Arafat duduk memimpin pertemuan. Dan inilah untuk pertama selama 35 tahun Arafat tak menghadiri rapat Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Nun di sana, dekat kota Paris, Arafat terbaring tak berdaya di Rumah Sakit Percy Army Teaching milik militer Prancis. Arafat bergegas dilarikan dengan he-likopter militer Yordania dari Ramallah karena kondisi kesehatannya memburuk. Di rumah sakit itu Arafat menjalani berbagai tes kesehatan, termasuk tes leukemia. Inilah untuk pertama kali selama hampir tiga tahun terakhir Arafat keluar dari Ramallah, tempat dia secara praktis terpenjara oleh kepungan dan kadang-kadang gempuran bombardemen Israel.
Kursi kosong Arafat diapit oleh Sekjen Komite Eksekutif PLO Mahmud Abbas, yang disepakati memimpin rapat, dan Perdana Menteri Ahmad Qurei. Pada saat itulah segenap rakyatnya tersadar, bahwa Arafat?simbol yang tak pernah lekang sebagai perjuangan Palestina itu?tak ada lagi di antara mereka.
Kekhawatiran merebak. Hilangnya sosok Bung Besar Arafat dalam politik Palestina akan melahirkan kekacauan. Sejauh ini Arafat tidak pernah mengelus jago penggantinya. Maka, terbayang faksi dalam PLO akan berlomba merebut kursi kosong Arafat.
Namun, sejauh ini di permukaan tampak tenang. Tak seorang pun pemimpin PLO yang berani mengambil alih posisi Arafat sebelum ia meninggal. Pejabat Palestina di Tepi Ba-rat pun berupaya mengesankan kegiatan berlangsung sebagaimana adanya, dan memperlihatkan bahwa institusi Otoritas Palestina terus berfungsi. "Presiden Arafat menginginkan kami melanjutkan (pemerintahan) secara normal, khususnya pada masa sulit ini," ujar Mahmoud Abbas, orang kedua di Komite Eksekutif.
Rakyat Palestina sejatinya tak perlu kuatir akan terjadi perebutan kekuasaan yang memiriskan, sebab konstitusi Palestina mengatur pergantian kekuasaan. Jika Arafat meninggal atau tak mampu lagi memerintah, ketua parlemen Rauhi Fattuh akan mengambil alih jabatan presiden selama 40 hari hingga pemilu.
Sementara Arafat terbaring di Paris, pemimpin PLO sepakat Mahmud Abbas mengendalikan PLO dan Fatah, faksi terbesar dalam tubuh PLO. Sedang Ahmad Qurei tetap menjalankan fungsinya selaku Perdana Menteri Pemerintah Otoritas Palestina. Namun, spekulasi merebak: adakah Mahmud Abbas akan benar-benar mengantikan Arafat? Tapi pejabat PLO menolak mengartikan situasi itu sebagai tanda dia siap mengambil alih kekuasaan dari Arafat. "Itu pertemuan biasa saja tentang situasi. Saya kira kami tak akan memiliki kekosongan politik," kata Saeb Erekat, anggota senior parlemen.
Namun, banyak pihak yakin Abbaslah yang akan memimpin Palestina sepeninggal Arafat, baik lewat pemilu maupun secara de facto. Maklum, meski pernah berselisih dengan Arafat saat Abbas menjabat perdana menteri, Abbas adalah pendiri Fatah yang masih hidup. Ia mendampingi Arafat dalam pembuangan di Yordania, Libanon, dan Tunisia. Abbas pula tokoh PLO yang disegani setelah Arafat. Sayangnya, Abbas tak memiliki dukungan luas. Arafat menunjuknya sebagai perdana menteri pertama Palestina tahun silam tapi Arafat menolak memberinya kekuasaan riil. Abbas menyingkir setelah empat bulan sebagai perdana menteri.
Abbas tak sendiri sebagai kandidat pengganti Arafat. Ada Ahmad Qurei, yang sekarang menjabat perdana menteri. Ia memainkan peran penting dalam kesepakatan damai Oslo dengan Israel pada 1993, yang menghasilkan pemerintah otoritas Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Negosiator ulung ini lahir di Yerusalem pada 1937 dan juga dikenal sebagai tokoh moderat Palestina.
Masih ada kandidat lain yang sering disebut: Jibril Rajoub. Bekas kepala pasukan keamanan Palestina di Tepi Barat ini termasuk anggota Fatah terlama. Ia tergolong pragmatis yang tidak setuju menyerang Israel dari dalam yang hanya akan menyebabkan kerusakan bagi rakyat Palestina. Tapi ia mendukung intifada hanya untuk membuat ciut orang-orang Yahudi yang terus membangun permukiman di wilayah Palestina. Rajab lahir di Hebron pada 1953, pernah ditahan Israel dengan hukuman seumur hidup pada 1970 sebagai ganjaran melempar granat ke arah pasukan Israel. Ia dibuang ke Libanon pada 1988.
Bintang paling berbinar justru tersembunyi di sel penjara Israel. Dialah Marwan Barghouti, politisi yang paling populer setelah Arafat. Ia pemimpin Fatah di Tepi Barat, tapi saat ini harus menjalani lima kali hukuman seumur hidup gara-gara melempar granat ke arah militer Israel. Ia pendukung setia perdamaian Oslo dan menentang serangan Palestina terhadap penduduk sipil dalam wilayah Israel.
Sebenarnya bukan persaingan antarelite PLO yang dikuatirkan. Pemimpin PLO justru takut, tanpa Arafat, kelompok radikal bersenjata di lingkungan PLO-lah yang akan mengambil keuntungan dari situasi kacau. Bahkan sebelum Arafat sakit pun, kelompok ini sudah nekat menggelar aksi yang secara terbuka mengecam Arafat. "Kami harus menghindarkan anarki, karena kami tahu alternatifnya adalah Israel akan kembali masuk dan mengambil alih," ujar seorang pejabat senior Fatah.
Raihul Fadjri (LA Times, The Oberver, Time)
Bayang-bayang Arafat
Sebelum diterbangkan ke Prancis untuk menjalani pengobatan, Presiden Yasser Arafat memerintahkan Mahmoud Abbas memimpin Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Sementara Perdana Menteri Ahmed Qurei diserahi tanggung jawab untuk urusan pasukan keamanan.
Abbas memang sudah mulai melaksanakan tugasnya dengan memimpin sidang mingguan Komite Eksekutif PLO di Ramallah. Juga di Ramallah, akhir pekan lalu Qurei memimpin sidang Dewan Keamanan Nasional. Dewan ini adalah payung pasukan keamanan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Toh, itu semua tak menyurutkan spekulasi soal kevakuman politik.
Bary Rubin, intelektual Israel, menyuguhkan sederet kehebatan Yasser Arafat yang membuatnya tak tergantikan di Palestina. Menurut pakar ilmu politik yang menulis biografi Arafat itu, ada sejumlah peran Arafat yang menjadikan dirinya unik. Ahmad Dudin, tokoh Fatah proreformasi, lebih suka menyebutnya sebagai "narsisisme Arafat" yang akan membuat rakyat Palestina menderita.
Berikut ini adalah sebagian "pekerjaan rumah" yang akan dipikul pengganti Arafat.
Warisan Pemimpin Super Problemnya bukan hanya Arafat belum menyiapkan seorang pengganti. Arafatlah yang justru menghalangi perkembangan seseorang untuk bisa menjadi pengganti. Dia juga menghalangi terciptanya institusi yang bisa memuluskan transisi.
Membangun Loyalitas Secara nominal, Palestina punya kepemimpin kolektif. Tapi realitasnya, Arafat menguasai hampir semua aspek politik, ekonomi, dan keamanan. Di Palestina pasca-Arafat, akan jauh lebih sulit bagi siapa pun penggantinya untuk menjaga disiplin dan hierarki di Fatah, PLO, Otoritas Palestina, maupun di lingkaran pasukan keamanan.
Menjadi Jawara Public Relations Salah satu kemampuan terbesar Arafat adalah mempromosikan perjuangannya ke seluruh dunia. Meski dalam beberapa tahun ini kerap dikritik, Arafat tetap menjadi aset terbesar Palestina dalam memelihara simpati dan perhatian Barat.
Problem Pemilihan Umum Menurut undang-undang dasar Palestina, jika Arafat meninggal, ketua parlemen, Rawhi Fattouh, akan menggantikannya sebagai Presiden Otoritas Palestina selama 60 hari sambil menunggu pemilihan umum. Tapi, seperti dikatakan Qadura Feres, anggota senior parlemen Palestina di Gaza, pemilihan umum tak mungkin di lakukan secepat itu karena kian maraknya pengepungan Israel di wilayah Palestina.
Yanto Musthofa (Middle East Forum, BBC, Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo