BANTUAN dana sebesar US$ 1,6 miliar, yang dijanjikan Presiden AS Bill Clinton di Vancouver, Kanada, awal bulan lalu, memang tak mungkin mengurangi beban ekonomi Rusia yang membutuhkan puluhan bahkan ratusan miliar dolar dana. Untuk itu Bill Clinton tak mau gegabah. Dari hasil konsultasi dengan para penasihat ekonominya, beberapa hari menjelang pertemuan puncak Vancouver, Kanada, diputuskan dua jenis bantuan. Yakni bantuan berjangka pendek, berupa penyediaan bahan makanan berharga murah senilai US$ 700 juta, yang segera dikirim paling lambat dalam pekan ini. Dan bantuan jangka panjang jumlahnya US$ 900 juta berupa bantuan teknis yang direalisasi dalam tahun ini. Mengingat bantuan Barat biasanya disunat para birokrat Rusia, diputuskan tiga perempat dari seluruh bantuan tak melalui birokrasi Kremlin, melainkan langsung ke badan-badan non- pemerintah. ''Agar kerja sama ekonomi kami kebal terhadap situasi politik yang tak menentu di Rusia,'' ujar seorang pejabat senior AS. Lalu agar bantuan itu efisien Clinton memberi bantuan bagi proyek-proyek yang dianggap ekonomis. Misalnya, melakukan modernisasi industri perminyakan. Hal ini dimaksudkan agar penjualan minyak meningkat, dan menghasilkan devisa negara. Untuk membenahi infrastruktur perekonomian Rusia dibentuklah semacam badan konsultan yang terdiri dari para pengacara, akuntan, dan ahli hukum AS. Badan konsultan AS yang didukung dana US$ 48 juta itu ditugasi memberi pengarahan bagi para pengusaha dan pegawai pemerintah Rusia, sesuai dengan bidang masing-masing. Yang tak kalah pentingnya adalah memperhatikan kesejahteraan kelompok militer Rusia yang berperan bagi kestabilan politik Rusia. Untuk itu AS menyediakan dana sebesar US$ 6 juta bagi pembangunan 450 unit untuk para tentara Rusia yang ditarik mundur dari bekas negara bagian Soviet. Sedangkan program penghapusan senjata nuklir tetap dilanjutkan dengan dukungan dana senilai US$ 250 juta. Tapi bisakah Yeltsin menerima bantuan yang cara masuknya ditentukan oleh negara pemasok dana? Tidakkah itu akan membuktikan tuduhan pihak nasionalis bahwa Yeltsin didikte Barat? Juga, masih menjadi pertanyaan, seandainya program bantuan Clinton itu diterima, akankah menolong ekonomi Rusia. Soalnya, Bank Sentral yang dikuasai parlemen yang didominasi kelompok garis keras masih terus mencetak uang rubel, yang mengakibatkan hiperinflasi Rusia setinggi 2.000%. Ini akan menjadikan penjadwalan kembali utang luar negeri Rusia sebesar US$ 80 miliar oleh Klub Paris, gabungan negara-negara kreditur, tak banyak berarti. Seorang ahli ekonomi Jerman memperkirakan, sulit membenahi perekonomian di bekas Jerman Timur yang memerlukan dana sekitar US$ 100 miliar per tahun, ''Apalagi Rusia yang kebutuhan dananya sampai sepuluh kali lipat,'' katanya. Dilihat dari ini semua, usul Yeltsin untuk mengubah Konstitusi hingga pemerintahan Rusia bercorak parlementer atau presidensiil tampaknya merupakan jalan keluar yang tepat. Tapi upaya ke arah ini sudah lebih dulu kandas, karena Yeltsin menarik rencana referendumnya. Jadi? Mungkin diperlukan keadaan yang bisa meyakinkan pihak nasionalis betapa pentingnya reformasi. Yakni ekonomi yang semakin morat-marit. Mungkin itu soalnya bila Yeltsin menarik referendumnya biar kapal semakin oleng, dan orang akhirnya menyerahkan kemudi pada Yeltsin karena tak melihat alternatif lain. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini