TANPA menunggu lagi keputusan Mahkamah Internasional, tiga negara Barat mengharapkan agar Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi terhadap Libya. Mungkin AS, Inggris, dan Prancis tak lagi percaya pada Libya dan Muammar Qadhafi. Mungkin tiga negara Barat itu menduga, apa pun keputusan Mahkamah Internasional, pemimpin Libya bisa saja mengambil sikap semaunya, dengan alasannya sendiri. Dan desakan itu memang sudah sampai ke tingkat serius, setelah ketiga negara mengimbau agar orang-orang asing di Libya segera kembali ke negara masingmasing. Sebab, jika sanksi pada Libya dijatuhkan, negara ini bakal terisolasi dari dunia internasional. Rancangan resolusi yang disusun oleh AS, Inggris, dan Prancis yang diberikan pada Dewan Keamanan PBB, menyebutkan bahwa semua negara yang menjadi anggota PBB diminta untuk: Menghentikan seluruh kegiatan penerbangan sipilnya dari dan ke Libya. Kecuali untuk tugas-tugas kemanusiaan. Membatasi gerak kegiatan kantor maskapai penerbangan Libya yang ada di negara-negara anggota PBB. Tidak melayani penjualan suku cadang pesawat-pesawat pada Libya, termasuk perawatannya, dan tidak usah membayar tuntutan asuransi pesawat pada Libya, bila terjadi sesuatu dengan pesawat-pesawat itu. Tidak melakukan transaksi penjualan senjata, termasuk perlengkapan dan kendaraan militer, serta perlengkapan polisi dan paramiliter. Di samping itu, tidak mengadakan pertukaran teknik atau latihan persenjataan bagi para tenaga ahli Libya. Membatasi jumlah personel dan kegiatan misi diplomat Libya yang ada di negara-negara anggota PBB. Menolak atau mengusir warga Libya yang sedang berada di negara-negara anggota PBB, apalagi warga Libya yang pernah ditolak di sebuah negara karena pernah melakukan kegiatan teror. Bagi Libya, sanksisanksi itu tampaknya akan cukup memberatkan. Soalnya, negara berpenduduk 4,5 juta jiwa yang menggantungkan pendapatan negara dari penjualan minyaknya itu sedang giat menjalankan liberalisasi ekonomi. Hingga akhir tahun 1990, produktivitas minyak meningkat sampai 150%. Anggaran negara Libya yang pada tahun 1988 mengalami defisit sebesar US$ 2 milyar, dua tahun kemudian, mencapai surplus US$ 2,2 milyar. Bila benar diberlakukan sanksi ekonomi dan perdagangan, dikhawatirkan perekonomian Libya ambruk. Dan bukan cuma Libya. Ada juga negara yang terkena dampak sanksi ekonomi PBB pada Libya itu. Misalnya Mesir. Sejak dua tahun lalu Mesir menjalin hubungan dagang dengan Libya dan menghasilkan devisa US$ 90 juta dalam catur wulan pertama tahun 1991. Presiden Hosni Mubarak juga diundang Qadhafi untuk ikut ambil bagian dalam proyek pembuatan sungai raksasa senilai US$ 25 milyar, untuk mengairi beberapa tempat di Gurun Sahara. Sebaliknya, Qadhafi bersedia membiayai pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan Tobruk di Libya dan Saloum di Mesir senilai US$ 125 juta. Libya juga bersedia menanamkan modal lebih dari US$ 200 juta, untuk membangun industri baja dan pabrik plastik di Mesir. Bila demikian halnya, mungkinkah sejumlah negara anggota Liga Arab, misalnya, tak akan ikut memboikot Libya nanti? Mungkin itu sebabnya pada awal Maret lalu Libya telah mengalihkan asetnya sekitar US$ 3 milyar yang disimpan di bankbank Barat, ke sebuah lembaga keuangan di Timur Tengah. Tampaknya, nyali Qadhafi memang tinggi. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini