Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Janji muammar Qadhafi

Muammar Qadhafi tak mau menyerahkan tersangka pelaku pengeboman pesawat Pan Am, Abdel Basset Ali Megrahi dan Lamen Khalifa Fhimah. Liga Arab kecewa. DK PBB didesak menjatuhkan sanksi pada Libya.

4 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMI tak akan membiarkan Amerika dan Inggris mengadili dua warga kami," kata Saad Mujbeir, duta besar Libya di Prancis. "Itu merupakan penghinaan bagi seluruh bangsa Arab." Pernyataan Mujbeir itu dilontarkan dua hari sebelum sidang Pengadilan Internasional yang dijadwalkan berlangsung Kamis pekan lalu di Den Haag, Belanda. Acara sidang lembaga hukum internasional itu adalah melakukan pemungutan suara untuk meluluskan atau tidak permintaan Libya. Yakni permintaan agar diizinkan mengadili Abdel Basset Ali Megrahi dan Lamen Khalifa Fhimah, dua warga Libya yang dituduh sebagai pelaku peledakan pesawat Pan Am di Lockerbie, Inggris, 1988, di Libya sendiri. Pernyataan Mujbeir merupakan tanggapan atas pernyataan wakil Libya di PBB Ali Ahmed Elhouderi bahwa pihak Libya berniat menyerahkan kedua pelaku pengeboman Pan Am kepada Liga Arab. "Keputusan itu diambil pemerintah kami dan akan segera dilaksanakan. Saya tekankan ini bukan kabar burung," kata Elhouderi dalam pertemuan tak resmi dengan para wartawan di New York. Pernyataan di New York itu membuat Liga Arab segera mengadakan pertemuan darurat dan akhirnya terbentuklah sebuah komite yang dipimpin oleh Sekjen Liga Arab, Esmat Abdel Maguid sendiri. Misi komite ini: datang ke Tripoli, ibu kota Libya, untuk mengekstradisi dua pelaku peledakan. Tapi itu janji palsu rupanya. Atau setidaknya Elhouderi salah tafsir terhadap pemerintahnya. Dalam pertemuannya dengan Komite Liga Arab, Pemimpin Libya Kolonel Muammar Khadafi, yang didampingi Abdel Salam Jalloud, orang kedua Libya, menyatakan bahwa pernyataan wakilnya di PBB itu sama sekali tidak benar. Kata Khadafi, ia baru bersedia melepaskan kedua warganya itu setelah mendengar keputusan dari Mahkamah Internasional. Ini tentu saja membuat komite jadi kikuk. Pernyataan Khadafy membingungkan komite itu. "Kami seharusnya tak boleh mengharapkan apa pun pada pernyataan mereka yang tak tertulis itu," kata seorang diplomat Arab yang terlibat dalam perundingan dengan Libya. Pihak Liga Arab berani datang karena merasa punya jasa terhadap Libya. Karena Liga Arablah maka Libya, yang tak bersedia menyerahkan dua pelaku peledakan Pan Am tahun 1988 dan empat pelaku peledakan pesawat UTA milik Prancis tahun 1989, tak sampai terkena sejumlah sanksi Dewan Keamanan PBB. Sanksi itu antara lain pemboikotan penjualan senjata, perdagangan, politik, dan pembatasan lalu lintas udara. Tapi ternyata komite kecele dan kemudian kecewa. Kata Sekjen Esmat Abdel Maguib itu, Liga Arab kini tak berniat lagi membujuk Libya agar menyerahkan kedua pelaku peledakan Pan Am. Sementara itu, negara-negara Barat mengharap agar Dewan Keamanan PBB bersidang untuk mengukuhkan sanksi terhadap Libya. Ketua Dewan Keamanan PBB, Diego Aria, meminta Libya memberikan pernyataan tertulis yang isinya bersedia menyerahkan kedua tersangka pelaku pengeboman. Baru setelah itu proses di tingkat Mahkamah Internasional bisa diselenggarakan. Usul ini konon sudah disetujui wakil Libya di PBB, Ali Elhoudairi, yang "salah omong" soal penyerahan tertuduh itu. Menurut sumber di Kairo, besar kemungkinan Muammar Khadafy akan mematuhi keputusan Mahkamah Internasional. Tapi Khadafy tentu saja berharap mahkamah akan memutuskan dua tertuduh boleh diadili di Libya sendiri. Kalau keputusannya sebaliknya, banyak pengamat yang meragukan janji Khadafy dalam hal ini. Ditemukannya kaitan antara pemboman pesawat sipil Pan Am pada 1988 dan agen Libya memang agak terlambat. Baru pada awal 1991, tatkala Polisi Prancis yang bekerja sama dengan pemerintah Kongo menemukan bukti bahwa peledakan pesawat UTA milik Prancis di Gurun Tenera, Afrika, 1989 merupakan bagian dari rencana Libya untuk menghancurkan pesawat komersial AS, para penyelidik kasus Pan Am mencoba melacak jejak Libya. Ahli teknik agen Scotlandyard (polisi rahasia Inggris) menemukan persamaan antara kepingan bom waktu untuk pesawat UTA dan kepingan bom di reruntuhan pesawat Pan Am. Akhirnya, terlacaklah dua nama orang Libya, Khalifa dan Megrahi, yang diduga menyelipkan bom bagasi ke Pan Am 103 di Frankfurt. Kedua orang itu konon anggota dinas intelijen Libya Jawahira dan mendapatkan bahan peledak dari Frank Terpil. Tersebut belakangan itu adalah bekas anggota badan intelijen Amerika, CIA, yang dikenal sebagai ahli bahan peledak, dan menurut majalah US News & World Report, ia dikenal dekat dengan Ahmed Gaddaf Addam, keponakan Khadafi yang kini menjadi duta besar di Mesir. Terpil termasuk dalam daftar hitam CIA pada 1980, karena menjual ribuan kilo C4, bahan bom plastik, kepada Libya. CIA sampai sekarang belum berhasil menangkap bekas anggotanya itu. Kini Terpil diperkirakan beredar di kawasan Asia Tenggara, yakni di Filipina, Malaysia, dan Muangthai. Sebagian bukti lain menyebutkan ia punya bisnis juga ke Eropa Timur. Berakhirnya perang dingin rupanya menyebabkan ruang gerak Terpil makin sempit. Yang mungkin hampir pasti, kata pihak CIA, Terpil tak berada di Libya. Sebab, seandainya ia berada di sana, Khadafy tentu bisa memainkan kartu Terpil, misalnya melakukan tawar-menawar dengan Amerika. Dan karena itu Amerika makin ngotot untuk menjatuhkan sanksi pada Libya (lihat Bila Langit Libya Sepi). Dja'far Bushiri (Kairo), DP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus