Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bila musim kemarau tiba

Pemerintah heng samrin akan menghajar gerilyawan polpot. situasi perbatasan kamboja-vietnam mencemaskan. asean menghimbau supaya vietnam menarik mundur pasukannya. (ln)

3 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMASUKI musim kemarau Nopember ini, perang di kawasan Indocina diduga akan makin seru. Pemerintahan Heng Samrin yang berkuasa di Phnom Penh rupanya ingin menghajar habis gerilya Pol Pot sekali ini, tentu saja, dengan bantuan Vietnam. Tapi operasi militernya dikhawatirkan akan bisa melimpah ke negara tetangganya, Muangthai. Selama ini Muangthai selalu menyatakan akan bersikap netral dalam konflik Pol Pot dengan Heng Samrin. Namun tuduhan Vietnam terhadap keterlibatan Muangthai dalam membantu gerilya Pol Pot bukan lagi sekedar perang kata. Tembakan mortir Kambodia sudah menimpa kamp pengungsi di Thap Prik, 200 km sebelah timur Bangkok (TEMPO, 27 Oktober). Dan pekan lalu terjadi pula bentrokan bersenjata antara marinir Muangthai dan 'pasukan asing'. Seorang marinir dan 12 lainnya luka-luka. Mungkin insiden itu pertanda awal akan pecahnya konflik militer terbuka di kawasan itu. Meskipun berita insiden bersenjata itu akhirnya diralat oleh jurubicara Komando Tertinggi Angkatan Bersenjata Muangthai pada keesokan harinya, PM Kriangsak Chomanan sempat membatalkan kunjungannya ke Jakarta pekan lalu. Karena terserang flu, demikian alasannya. Tapi situasi di perbatasan Muangthai mencemaskannya. Bahkan dia telah menghimbau PBB untuk mengirim komisi fact finding guna memonitor perkembangan yang terjadi di perbatasan itu. "Sehingga tahu siapa yang salah dan yang benar," kata Jenderal Kriangsak. Himbauan Kriangsak ini menunjukkan bahwa Muangthai mulai merasakan ancaman serius. Sekutunya dalam ASEAN mungkin akan membelanya dengan berbagai cara. Tapi adalah Muangthai yang secara langsung menghadapi akibat konflik di kawasan itu. Mungkin sebab itu pula Muangthai kelihatan lebih berhati-hati dalam memberi reaksi terhadap aksi Vietnam yang mendukung rejim Heng Samrin. Terutama bila dihanding dengan suara dari Singapura yang sesama anggota ASEAN. Ketika Konperensi Menlu ASEAN ke-12 berlangsung di Bali Juli lalu, misalnya, Menlu Singapura Sinathamby Rajaratnam langsung berbicara keras begitu dia mendarat di lapangan terbang Ngurah Rai. "Vietnam telah melakukan intervensi militernya di Kambodia. ASEAN memang merasakan adanya ancaman Vietnam dan ASEAN harus siap mengambil langkah apapun menghadapi perang ini," kata Rajaratnam (TEMPO, 7 Juli). Pernyataannya itu sempat membikin jengkel rekannya di ASEAN. Bahkan seorang pejabat Muangthai sempat melontarkan kecaman ke arah Singapura September lalu. "Pernyataan yang keras tak akan membantu penyelesaian masalah," kata pejabat itu. Begitu juga ketika di KTT Havana, seorang pejabat tinggi Indonesia mengatakan, "termasuk dalam bab kesibukan kita adalah untuk mengerem Singapura supaya jangan berapi-api." Kenapa sikap Singapura agak berlebih-lebihan "Cara Singapura menyerang Vietnam dan Soviet dalam konteks Kambodia akan membawa amanat besar bagi masa depan perdagangannya dengan Cina," kata seorang pengamat. Walaupun Singapura belum punya hubungan diplomatik dengan RRC. Tragedi yang menimpa bangsa Kambodia ini memang cukup mengerikan. Bangsa yang dulunya dikenal cinta damai itu sekarang harus mengalami penderitaan yang luar biasa hanya karena memenuhi ambisi para pemimpinnya yang dipengaruhi kepentingan negara asing. Melibatkan pengaruh Cina dan Uni Soviet, konflik Kambodia ini kelihatan akan berlarut-larut. Tuntutan ASEAN supaya Vietnam menarik mundur pasukannya dari Kambodia tampaknya tidak akan terkabul. Hanoi menjawab, "jika Kambodia kami tinggalkan, maka Pol Pot atau antek Cina lainnya akan didudukkan di Phnom Penh." Memang masalahnya seperti makan buah simalakama. Terutama bila dihubungkan dengan kesan bahwa negara yang menuntut penarikan mundur tentara Vietnam berarti menyetujui rejim Pol Pot yang didukung Cina dan terkenal kejam itu. Tapi suatu langkah yang lebih tegas muncul di Inggeris pekan ]alu. Partai Buruh telah mendesak pemerintah Inggeris untuk mencabut pengakuannya terhadap rejim Pol Pot. Juru bicara partai oposisi itu, Peter Shore, mengatakan bahwa rejim Pol Pot hanya menguasai 10% dari wilayah Kambodia. "Dan sangat dibenci," tambahnya. Jika mencabut pengakuannya terhadap rejim Pol Pot, Inggeris mungkin bisa membantu memperlancar suplai pangan dan obat-obatan bagi rakyat Kambodia. Kini Phnom Penh menolak setiap bantuan yang dicurigainya akan jatuh ke tangan gerilyawan Pol Pot. Namun kembali menghadapi musim kemarau di sana, kalangan ASEAN sangat cemas memang kalau perang akhirnya melibatkan Muangthai, entah karena provokasi' atau apapun namanya. Walaupun ada jaminan dari AS untuk membantu, kekuatan militer Muangthai agak diragukan dibanding dengan Vietnam. Apalagi, begitu TIME edisi 19 Pebruari, angkatan bersenjata Muangthai dipimpin oleh jenderaljenderal yang umumnya lebih berkepentingan dengan politik dan cari duit dari pada perang. Yang jelas Muangthai untuk tahun 1979 meningkatkan pembelian senjata dari AS sebesar $ 50 juta. ketimbang rencana sebelumnya yang hanya $ 30 juta. Bahwa harus siaga penuh, Muangthai sudah mengumumkannya. "Siap untuk bertempur sampai titik akhir bila Vietnam melanggar wilayah Muangthai," kata Letjen Som Kathapan, jurubicara Komando Tertinggi di Bangkok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus