"ASEAN selalu ada dalam pikiran Jepang." Perdana Menteri
Zenko Suzuki mengucapkannya dengan serius. Satu demi satu tangan
wartawan dari kelima negara ASEAN disalaminya--bukan sekedar
membungkuk hormat--di tempat kediaman resminya pekan lalu.
Hari-hari terakhir ini PM Suzuki terutama sekali harus
menaruh perhatian besar terhadap ASEAN. Karena secara beruntun
ia akan mengunjungi Manila, Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur dan
Bangkok mulai 8 Januari dalam perjalanan dua minggu. Itu akan
merupakan perjalanannya yang pertama ke luar negeri dengan
jabatan perdana menteri sesudah kematian Pl Masayoshi Ohira,
Juni lalu.
Staf Gaimusho (Deplu) Jepang bekerja keras mempersiapkan
perjalanan ini. Bahkan banyak pidato yang akan diucapkan PM
Suzuki nanti sudah ditulis. Segala persoalan penting yang akan
diajukannya pada para pemimpin negara ASEAN pun sudah matang
didiskusikan. Dan berbagai tanggapan tuan rumah yang akan
ditemuinya pun sudah diperkirakan.
Memang kunjungan Suzuki ke Asia Tenggara akan menarik, tapi
agak di luar kebiasaan. Biasanya tokoh politik Jepang yang baru
saja menjabat PM memilih kunjungan ke Amerika Serikat dan Eropa
Barat terlebih dulu. Pendekatan sekali ini, kata Menlu Masayoshi
Ito pekan lalu, sungguh mencerminkan betapa Jepang ingin
"berjalan bergandengan tangan" dengan negara ASEAN.
Berjalan seiring itu kini dijadikannya tema penting. Dan
ini mulai dibuktikannya di PBB, ketika Jepang mendukung resolusi
yang diprakarsai kelompok ASEAN mengenai Kampuchea. "Sikap
Jepang terhadap soal Indocina seterusnya akan sejalan dengan
pendapat ASEAN," kata seorang jurubicara Gaimusho.
Mudah-mudahan
Tapi tak mungkin selalu seiring. Sebagai negara yang begitu
kuat dalam ekonomi--meraih 10% dari GNP sedunia, Jepang
selayaknya berada di depan, membantu pembangunan ASEAN. Dalam
hal ini kunjungan Suzuki pasti akan menenteramkan hati.
Jepang sebenarnya sudah jadi pensuplai dana tertinggi, jauh
di atas AS dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), untuk ASEAN. Dari
seluruh arus bantuan resmi (Offijcial Development Assistance)
saja yang diperoleh negara ASEAN selama ini, sumbangan Jepang
sedikitnya 39%, dibanding AS 28% dan MEE 24%. Dan dari seluruh
ODA Jepang untuk negara berkembang, sedikitnya 30%
disampaikannya pada kelima anggota ASEAN, suatu bukti lagi
betapa kawasan ini penting bagi Jepang.
PM Suzuki mengatakan bahwa pemerintahannya malah bermaksud
memperbesar sumbangannya itu dalam tahuntahun mendatang.
"Kerjasama kita mudah-mudahan akan lancar," katanya lagi.
Japan International Cooperation Agency (JICA) adalah badan
resmi yang memegang peranan besar dalam menyalurkan ODA Jepang,
terutama yang menyangkut grant Ketuanya, Keisuke Arita,
mengatakan bahwa dana Jepang senantiasa menunggu permintaan
negara penerima. "Kerjasama anda (dalam meminta bantuan) juga
diharapkan," katanya lagi.
Frustrasi selalu terdengar dalam pemakaian dana Jepang.
Seolah Jepang memperlambatnya, sebagaimana halnya dengan janji
pinjaman Yen sebanyak US$ 1 milyar untuk proyek bersama ASEAN.
Sejak PM Fukuda menjanjikannya ketika berkunjung ke Asia
Tenggara tahun 1977, dana yang tersedia itu belum dimanfaatkan
semestinya.
Apa rintangannya? Selama kunjungan PM Suzuki, pihak Jepang
diduga akan menjelaskan hal ini dalam usaha memperbaiki
citranya. Tapi sikapnya jelas, seperti disebut Arita, kelancaran
bantuan Jepang akan tergantung pada "kerJa-sama anda."
Bagi Jepang, pembangunan ekonomi ASEAN adalah demi
kepentingan Jepang pula. Dengan ASEAN yang mantap, perdagangan
akan lebih terjamin. Pandangan ini tak diragukan lagi akan
terdengar selama kunjungan Suzuki. Inilah antara lain yang
dimaksud Menlu Ito "berjalan bergandengan tangan."
Kalangan Keidanren, federasi kaum pengusaha Jepang yang
berpengaruh, tampak mendukung sekali pendekatan untuk
kepentingan bersama itu. "Itu sebabnya," kata seorang tokoh
Keidanren, "kami pun ikut menasihatkan PM 5uzuki supaya pergi ke
ASEAN. Kami minta dia membuka matanya dan menjelaskan bahwa
ASEAN bagi kami penting sekali."
Tapi PM Suzuki mungkin akan ditanya kenapa Jepang perlu
membina militernya, yang disebut untuk keperluan bela-diri.
Anggaran bela-dirinya dalam tahun fiskal '81 konon akan mencapai
0,9 dari GNP--kenaikan terbesar dari semua sektor. ODA Jepang
yang dibanggakannya, walaupun akan meningkat juga, hanya 0,26%
dari GNP.
Membina pertahanan itu, kata PM Suzuki, bukanlah bertujuan
membuat Jepang suatu kekuatan militer yang akan mengancam negara
lain. Tapi apakah ASEAN akan merasa terjamin dengan Jepang yang
bersenjata kuat? Soal ini, demikian kalangan Gaimusho, tak kalah
penting dari sekian banyak hal yang akan dijelaskan PM Suzuki
nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini