Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bon Voyage Mr President

Presiden Mesir Husni Mubarak mundur atas desakan rakyat dan militer. Akankah tentara mengembalikan demokrasi ke tangan rakyat?

14 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam revolusi, semua berlangsung cepat. Tak ada yang boleh menunggu terlalu lama. Setelah 17 hari menunggu sambil unjuk rasa tiada putus, Kamis pekan lalu, para pemuda di Midan Tahrir tak tahu apa yang akan terjadi. Mereka beraktivitas seperti akan tinggal di sana selamanya. Menyapu alun-alun, mengumpulkan sampah, membagikan sarapan gratis. ”Kami tetap akan berdemonstrasi dan menetap di Tahrir, mungkin untuk selamanya,” kata dokter Ahmad Taufiq, 31 tahun, pemimpin gerakan pemuda di Tahrir, kepada Tempo.

Tapi kata ”selamanya” tak dikenal dalam revolusi. Di pagi yang dingin itu, di sebuah bangunan di depan Masjid Rabiah al-Adawiyah, Tayran Street, Nasr City, sebuah pergerakan terjadi dengan cepat. Para pemimpin militer berkumpul di kantor Kementerian Pertahanan, yang keempat sisinya dijaga moncong tank. Mereka tak sesabar para pemuda yang telah berdemonstrasi menentang Presiden Husni Mubarak sejak 25 Januari lalu. Mereka ingin keputusan lahir ”hari ini”.

Keputusan itu lahir dengan nama El-Bayan Raqm 1, Pernyataan Nomor Satu. Isinya kemudian disampaikan Panglima Militer merangkap Menteri Pertahanan Mohammed Hussein Tantawi di depan ratusan ribu orang di Tahrir. Memakai baju militer, Tantawi mengatakan militer kini mengambil alih kekuasaan di negeri itu. Maka ribuan orang pun berteriak gembira. Mereka sudah membayangkan Mubarak akan mundur dari kekuasaan yang telah dipegangnya selama 30 tahun.

Meski bergembira, mereka masih menahan diri karena ini baru pernyataan sepihak dari tentara. ”Jangan terlalu gembira,” kata CEO Google Wael Ghanim, yang sempat ditangkap polisi, dalam kicaunya di Twitter. Ia berpikir Mubarak tak akan semudah itu diminta turun, bahkan oleh militer.

Menteri Penerangan Anas el-Fiqqi mengatakan Mubarak tak akan turun. ”Saya bisa pastikan itu,” ujarnya. Orang tak mempercayainya dan memilih menunggu pidato resmi Mubarak yang akan disampaikan di televisi nasional pada pukul delapan malam itu. Sebuah layar putih raksasa sudah terbentang di depan kantor koordinator demonstran di Tahrir untuk ditembak proyektor. Dalam pidato resmi ketiga setelah 25 Januari itu, mereka berharap Mubarak mengumumkan pengunduran dirinya.

Lebih 11 menit dari pukul delapan, televisi Mesir masih mengumumkan ramalan cuaca. Lalu muncul iklan-iklan pemompa nasionalisme yang sudah mulai membosankan karena diulang berpuluh kali dalam sehari. Mubarak akhirnya tampil di layar raksasa. Massa diam tercekam. Mereka mendengarkan kata per kata dari mulutnya, tak sabar mendengar Mubarak bernostalgia saat menjadi pahlawan pembebasan Sinai dan terbang dengan pesawat tempur di atas Addis Ababa. Ia ingin mengaduk-aduk perasaan rakyat.

Kata ”mundur” tak juga muncul. Mubarak bahkan kemudian mengatakan—seperti dalam dua pidato sebelumnya—tak akan mundur hingga pemilihan umum September mendatang. Antiklimaks. Rakyat kecewa. Beramai-ramai mereka berteriak, ”Huuu…,” dan mengangkat sepatu tinggi-tinggi ke udara. Banyak yang kecewa dan pulang. Mereka berjanji akan datang dengan massa lebih besar keesokan harinya.

Demonstran tak puas. Tentara juga. Konon, Tantawi marah besar kepada Mubarak, walaupun Mubarak menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada Wakil Presiden Umar Sulaiman. Meski demikian, tentara masih menunggu. Mereka berupaya tak tampil terlalu menonjol. Tentara menantikan apa yang akan dilakukan para demonstran yang sebagian besar pemuda itu. Militer hanya menunggu dan mendukung.

Malam itu para pemuda sepakat keluar dari Midan Tahrir pada hari Jumat. ”Setelah dua hari sebelumnya kami memperlebar demonstrasi ke depan gedung parlemen, kini saatnya menduduki istana kepresidenan dan gedung televisi,” kata Taufiq. Ini merupakan langkah besar dan jelas membutuhkan bantuan militer.

Berdemonstrasi di depan istana kepresidenan di Heliopolis adalah tindakan terlarang yang telah disepakati demonstran dan militer. Meski selama ini tank-tank militer memagari Tahrir dan membentengi para demonstran antipemerintah dari para pendukung Mubarak, berdemonstrasi ke istana adalah hal berbeda.

”Militer juga tak ingin senior mereka (Mubarak) kehilangan muka,” kata Taufiq. Tapi Jumat itu hal haram harus dilanggar. Seperti orang hamil tua yang tak kunjung melahirkan, ini adalah operasi caesar. Mereka sadar akan risikonya: bentrokan dengan pendukung Mubarak atau penyusupan provokator.

Militer memastikan bentrok itu tak terjadi. Polisi yang sempat muncul empat hari di Kairo Jumat itu kembali menghilang. Massa dan militer mulai menguasai Kairo. Mereka berdemonstrasi di depan gedung televisi Mesir yang selama ini—memakai istilah Nawal el-Saadawi—mencuci otak rakyat dengan propaganda. Mereka juga segera mendatangi Heliopolis. Kairo lumpuh. Kemacetan terjadi di mana-mana. Tapi siapa peduli. Ini hari libur dan saatnya revolusi.

Menurut kesaksian Toni Teguh, warga Indonesia yang tinggal tak jauh dari Tahrir, sejak pukul tujuh pagi penduduk Kairo berbondong-bondong menuju Midan Tahrir: pria dan wanita, bahkan sambil menggendong anak-anak. Mereka tampak sudah bersiap diri membawa tas berisi makanan. Di gang-gang tak jauh dari Tahrir, warga berkonvoi menggunakan mobil dan sepeda motor sambil terus-menerus membunyikan klakson. Mereka mengibarkan bendera dan berteriak-teriak: ”Mubarak pergi, Mubarak mundur.”

Selepas Jumatan, massa di Tahrir bergerak menuju istana, melewati Ramses, masih di pusat kota. Di Heliopolis, keadaan sudah genting. Para petinggi militer mengatakan tak bisa lagi menjamin keamanan istana. Menjelang asar, menurut tweet dari Wael Khairy, dua helikopter pergi meninggalkan istana dan massa berteriak: ”Irhal, irhal, irhal…, pergi, pergi, pergi!”

Hari itu Mubarak—yang telah berkuasa selama 30 tahun—dan keluarganya meninggalkan Kairo. Mereka menuju vila di kawasan resor wisata Sharm el-Sheikh, Sinai. Yang jelas, militer tak mengusir Mubarak ke luar negeri. Mungkin mereka tak tega membiarkan Mubarak terasing di negeri orang seperti mantan presiden dalam cerita pendek Gabriel Garcia Marquez yang amat terkenal: Bon Voyage Mr President.

Said Gamal, 45 tahun, tak seoptimistis itu. Ia, yang sedang berdemonstrasi di depan Perpustakaan Alexandria, mempersiapkan diri untuk kecewa jika nanti ada pengumuman dari pemerintah. ”Kami menunggu dengan tenang dan sudah menyiapkan dua aksi, antara meluapkan kekecewaan seperti kemarin dan melakukan aksi kegembiraan seperti melakukan sujud syukur bersama bagi umat muslim,” katanya kepada Tempo.

Tapi hal ini dibantah demonstran lain. ”Saya tak terlalu berharap semalam, tapi hari ini saya sangat yakin! Saya dapat mencium aroma kemenangan. Insya Allah,” demikian tulis Zain Zeitgeist dalam kicaunya di Twitter pada pukul 03.58 sore. Kemenangan memang sudah dekat. Tak aneh jika dia menciumnya. Tepat pukul 04.04 sore, Wakil Presiden Sulaiman mengumumkan di televisi: Mubarak turun!

Maka massa di Tahrir, Heliopolis, bahkan Alexandria, menangis haru. Setelah demonstrasi panjang selama 18 hari yang menelan 300 korban jiwa, apa yang mereka idam-idamkan terkabul. Mereka bertakbir, menari, menyanyi, berpelukan, dan menaiki tank-tank serta mencium para tentara. Kembang api menghiasi langit malam Kairo. Ini adalah hari kemenangan mereka.

Suleiman Ezzat, 21 tahun, yang saat itu sedang berada di rumahnya di Nasr City, pergi ke Tahrir bersama keluarganya untuk merayakan kemenangan ini. ”Ini adalah hari bersejarah bagi kami, masyarakat Mesir,” kata Ezzat kepada Tempo. ”Kami tidak akan tidur untuk merayakannya. Apa yang terjadi di Kairo saat ini adalah perayaan terbesar sepanjang sejarah Mesir, mengalahkan perayaan ketika Mesir memenangi Piala Afrika dua kali berturut-turut.”

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon menyambut mundurnya Mubarak dengan mengatakan suara rakyat Mesir telah didengar. Presiden Amerika Serikat Barack Obama meminta militer menjamin transisi yang bisa dipercaya. Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan perlu peralihan ke pemerintahan sipil dan demokratis di Mesir. Adapun pemerintah Swiss langsung membekukan aset-aset potensial Mubarak.

Mesir memang larut dalam kegembiraan, tapi dalam pidato 20 menitnya di televisi Mesir, Wakil Presiden Sulaiman juga mengatakan kekuasaan kini diserahkan kepada militer. Padahal, menurut konstitusi Mesir, bila presiden mengundurkan diri, ketua parlemen memimpin pemerintahan sementara. Tapi militer telah membekukan parlemen. Tak ada yang bisa menebak apa yang akan dilakukan militer dengan kekuasaan di tangan. Yang jelas, mereka sudah lama bersiap mengambil alih demonstrasi ini.

Sebelumnya, militer tak pernah membiarkan demonstrasi lebih dari 100 orang di Mesir. Kini mereka justru menjaganya dan berjanji tak akan melepas satu pun peluru. Militer juga mati-matian membuat benteng di sekitar Tahrir. Mereka selama ini dielu-elukan para demonstran.

Pemimpin oposisi, Mohammed el-Baradei, menyebut pengunduran diri Mubarak sebagai hari terindah dalam hidupnya. ”Negara telah dibebaskan,” ujarnya kepada BBC. Dalam kicau di Tweeter, setelah pidato Mubarak yang menyatakan akan tetap bertahan sampai September, Baradei meminta militer campur tangan untuk menyelamatkan Mesir. Namun dia menolak militer berkuasa menggantikan Mubarak. Dia meminta militer melibatkan politikus sipil yang demokratis. ”Harus dibentuk pemerintahan persatuan nasional untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil,” Baradei menambahkan.

Tapi bukan tak mungkin tentara akan menjadi bumerang. Rabu pekan lalu, Wakil Presiden Sulaiman sebenarnya sudah memperingatkan: ”Mesir kini berada di persimpangan jalan: antara dialog dan kudeta.”

Qaris Tajudin, Padjar Iswara, Akbar Pribadi (Dubai)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus