Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bukan Lagi Perang Dua Negara (?)

Perang Irak-Iran bukan lagi perang mereka berdua, beberapa negara diam-diam telah terlibat didalamnya. Amerika serikat yang netral mungkin terlibat. suplay soviet masuk lewat yordan ke irak.

18 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMASUKI minggu keempat ini, perang Irak-Iran masih kelihatan akan berlarut. Kedua pihak tampaknya lebih berminat bertempur daripada berunding. Gencatan senjata, yang semula dianjurkan Dewan Keamanan PBB, tidak terwujud. Irak memperkuat pukulannya pekan lalu, segera setelah usul gencatan senjata itu diabaikan Iran. Namun penyerbuan kilat (blitz) yang dimulai Irak (22 September) makin hari makin tersendat-sendat. Sedang Iran mampu membuat perang ini jadi suatu penyiksaan bagi Irak (lihat Sana Remuk, Sini Hancur). Pertempuran masih berlangsung di wilayah Iran. Daerah perbatasan Iran diduduki pasukan Irak dari mulai bagian utara -- sekitar Qasr-e-Shirin -- sampai ke selatan -- sekitar Khorramshahr -- di bagian timur jalur air Shatt al Arab. Rencana perang Irak yang hendak merebut sepenuhnya Shatt al Arab, jalur pelayaran yang mempertemukan Sungai Tigris dan Euphrates menuju muara di Teluk Persia, hampir tercapai. Sebehlnl perang ini terjadi, Irak memberikan hak menggunakan jalur air itu pada Iran berdasarkan suatu perjanjian kedua negara tahun 1975. Syah Mohammed Reza Pahlavi memenangkan konsesi itu yang oleh Presiden Irak Saddam Hussein dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedang pimpinan Revolusi Iran mempertahankan apa yang sudah dicapai almarhum Syah dulu. Sukses Irak di wilayah Shatt al Arab kelihatan pekan lalu terutama setelah dikuasainya daerah pelabuhan Khorramshahr, walaupun di dalam kota itu sendiri masih terjadi pertempuran sengit. Ternyata bertempur dari jalan ke jalan dalam kota sungguh sulit bagi barisan tank Irak. Di situ Pasdaran (Pengawal Revolusi Iran) menunjukkan sikap pantang menyerah. Namun dari tempatnya berpijak di Khorramshahr -- dengan balabantuan dari Basra, kota minyak di bagian barat Shatt al Arab -- pasukan Irak melakukan gerakan amfibi, menyeberangi Sungai Karun. Tujuannya ialah Abadan, pusat pengilangan minyak Iran terbesar yang tadinya terbakar oleh serangan udara Irak. Tembakan meriam Irak dari kota Sieba, hanya satu mil jaraknya, sudah beruntun diarahkan ke Abadan yang juga dengan gigih dipertahankan Iran. Jika Abadan jatuh, maka lengkaplah penguasaannya atas Shatt al Arab. Offensif Irak ke pedalaman Iran tertahan di depan Ahwaz, ibukota Provinsi Khzistan, dan Dezful -- stasiun pompa minyak dan persimpangan yang menghubungkan pipa dari Abadan ke Teheran. Kegigihan Iran membela kedua kota itu tidak disangka Irak akan demikian kuat. Irak sudah terpaksa menarik balabantuan dari wilayah utaranya --tempat kaum Kurdi yang selama ini rawan bagi Baghdad -- dalam usaha menguasai Provinsi Khuzistan yang kaya minyak itu. Tapi setelah gagal menduduki Ahwaz dan Dezful, pasukan Irak memusatkan penyerbuannya ke Khorramshahr dan Abadan. Dari sini, jika Khorramshahr dan Abadan akhirnya dikuasainya, Irak tampaknya berharap nanti punya kekuatan lebih besar melanjutkan offensifnya ke pedalaman iran. Tapi jelas sukses Irak tidak sebanyak dan secepat yang iharapkannya semula. Banyak ahli menilai Presiden Irak Saddam Hussein telah keliru menaksir kekuatan Iran. Artileri berat Iran bahkan tiba di front Khuzistan dari wilayah yang jauh di dekat perbatasan Soviet. Pasukan payung pun konon diterjunkannya untuk mempertahankan Khorramshahr. Dan awal pekan ini sejumlah helikopter dikerahkannya membantu satuan artilerinya untuk menghambat gerakan pasukan Irak ke Abadan. Presiden Iran Abolhassan Bani Sadr menghimbau rakyat memanggul senjata. Tak pernah sepi kaum sukarelawan memenuhi panggilannya. Ribuan kelompok bersenjata -- batalion demi batalion baru --berangkat ke front. Sebelum meninggalkan kotanya, batalion itu dibawa lewat di bawah kitab suci Al Qur'an. Hampir setiap malam ada saja siaran radio yang membawakan pesan Ayatullah Khomeini. Rakyat Iran -- yang selalu tanpa lampu pada malam hari -- berkelompok mendengarkannya. Sang ayatullah tak keliru lagi telah membangkitkan semangat perjuangan mereka. Bahkan Pangeran Reza yang berada di rantau merasa terpanggil dan menawarkan dirinya untuk mengikuti angkatan bersenjata Iran melawan Irak. Tapi itu dianggap sepi di Teheran. CYRUS Reza Pahlavi adalah seorang pilot pesawat tempur yang dilatih di Amerika. Mencapai usia 20 tahun pada akhir Oktober ini, pangeran ini direncanakan menjadi Syah Iran yang baru oleh kelompok pelarian Iran. Upacaranya, menurut International Herald Tribune, akan berlangsung di Kairo, tempat keluarga Pahlavi kini bermukim. Tujuannya ialah mendekatkan hubungan para pendukung almarhum Syah dan kelompok oposisi Iran di perantauan, termasuk bekas PM Shahpur Bakhtiar. Dengan adanya penyerbuan Irak, kelompok oposisi itu semula mengira pemerintah revolusioner Iran akan terguling, hingga ada kekosongan yang bisa diisi mereka. Bahkan Bakhtiar dikabarkan telah menggunakan fasilitas pemancar radio Baghdad untuk siaran antiKhomeini ke Iran. Ternyata Khomeini, malah juga posisi Bani Sadr, makin kuat karena adanya invasi Irak. "Perang ini ada hikmahnya buat kami," kata Bani Sadr dalam suatu interpiu pers. Mengetahui tekad bangsanya, Bani Sadr meramalkan Irak akan kalah perang kalau tanpa bantuan dari luar. Ia menyatakan Teheran akan bersedia perang terus sampai pasulcan Irak meninggalkan wilayah Iran. Presiden Saddam Hussein menyatakan Baghdad mau menghentikan perang ini dan ingin berunding asalkan Shatt al Arab dikuasainya. Soal hak Iran di Shatt al Arab, menurut Bani Sadr, tak bisa digugat lagi. Sekali ini ia tidak hanya bersuara di Teheran, melainkan mencoba menjelaskan posisi Iran di Sidang Umum PBB. Tampak Iran mau mengimbangi Irak di bidang diplomasi. Tapi perang Iran-lrak sudah bukan jadi soal kedua negeri itu saja. Yordania secara terbuka menyatakan memihak Irak. Aqaba, suatu pelabuhan Yordania, telah menampung kapal-kapal yang membongkar perbekalan untuk Irak. Yaman Selatan dan Ethiopia, keduanya sekutu Soviet, mengirim amunisi dan onderdil keperluan militer lewat Aqaba. Sedang dua kapal Soviet pun dikabarkan pekan lalu akan membongkar muatan di sana. Raja Yordan Hussein -- yang kebetulan sahabat Amerika -- memang dikenal tidak senang trhadap Iran. Tentaranya yang terlatih baik dan berkekuatan 60.000 memakai senjata buatan Amerika. Angkatah Udaranya dilengkapi dengan tiga skuadron pesawat F5 E-F pemburu Amerika. Ini menambah kecurigaan Teheran bahwa AS mendalangi perang Iran-Irak. Walau Washington berulangkali menyatakan sikap netralnya, Presiden Carter baru saja mengirim 4 pesawat radar (lihat Teknologi) ke Arab Saudi guna berjaga-jaga di Teluk Persia terhadap kemungkinan Iran menyerang. Iran memang pernah mengancam akan menyerang tiap tetangga di Teluk Persia yang memihak Irak. Tapi keterlibatan AS mungkin terjadi demikian suatu analisa Bosto ke suatu koran Amerika, dengan kehadiran AWACS itu yang secara bergantian mengudara terus mengintai pesawat musuh dan akan membantu aksi penghadangannya. Yang dipertanyakan ialah siapa yang mampu menghadang. Angkatan udara negara Teluk Persia umumnya lemah. Maka ada kemungkinan, tulis Boston Globe, AS mengerahkan pesawat F-14 dari dua kapal induk yang berada di dekat Teluk itu. Iran bukannya tak punya kawan. Libya, Suriah dan Korea Utara sekurangkurangnya dianggap Irak memihak Iran. Dengan ketiganya pekan lalu memutuskan hubungan diplomatik. KONON tiga pesawat militer (Boeing 747) Iran pekan lalu mengangkut obat-obatan, amunisi dan perlengkapan lainnya dari Pyongyang. Pesawat itu mengisi bahan bakar di Pakistan. Sedang Libya dan Suriah juga dicurigai sudah membikin jembatan udara ke Iran untuk membantunya dalam perang melawan Irak. Iran di zaman Syah diperlengkapi dengan senjata buatan AS. Setelah terkena embargo berkenaan dengan peristiwa penyanderaan 52 orang Amerika, Iran mengalami kesulitan mencari suku cadang. Bani Sadr mengungkapkan Iran mulai menjelajahi dunia guna memperoleh suplai militer yang tak terkena embargo AS. Baik Iran maupun Irak tampaknya tak kehilangan akal mencari suplai itu. Malah Moskow, lewat duta besarnya di Teheran, dikabarkan sudah menjajaki kemungkinan bantuan persenjataan Soviet. Buat sementara, menurut radio Teheran, PM Iran Ali Rajai mengatakan pada dubes Vladimir Vinogradov: "Kami tak akan mempertukarkan kemerdekaan kami . . . dengan sesuatu yang anda bisa berikan. " Dalam keadaan terdesak, orang Iran rupanya masih jaga harga diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus