GUBERNUR Aceh Madjid Ibrahim tampak lega. Ditemui TEMPO di
Medan sekembalinya dari Jakarta pekan lalu, Madjid dengan
gembira berkata "Presiden sudah menegaskan, status Sabang
sebagai pelabuhan bebas tidak akan dicabut dan akan jalan
terus." Selain itu, lalu lintas kapal Sabang-Singapura akan
dijamin keamanannya.
Di Jakarta Madjid tidak hanya menemui Presiden. Ia juga
berbicara dengan Menteri Ekuin Widjojo Nitisastro selaku Ketua
Dewan Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dan
Mensesneg Sudharmono. Kepergian Madjid ke Jakarta agaknya
merupakan buntut dari suatu sengketa terbesar selama ini antar
kewenangan dan peraturan pelbagai aparat pemerintah.
Pada 23 September dinihari lalu, kapal Singapura MV Arch yang
sedang berllyal dari Singapura menuju Sabang dua kali ditembaki
kapal patroli Ditjen Bea Cukai BC 3003. Menurut pihak Bea Cukai,
Arch melarikan diri waktu diminta berhenti hingga tembakan
peringatan terpaksa dilepaskan. Posisi kapal tersebut waktu itu
di sekitar Pulau Karimun dan sudah memasuki perairan Indonesia.
Merembes Keluar
Lain lagi cerita pihak Singapura. Mcnurut nakoda Matsum Junadi,
Arch waktu itu sedang berlayar di perairan Malaysia. Setelah
terjadinya penembakan, ia memutar kemudi menuju Penang kemudian
kembali ke Singapura. Insiden itu kabarnya sudah dilaporkan
Atase Perdagangan Kedubes Singapura di Jakarta kepada Menteri
Perdagangan Radius Prawiro. Meskipun kapal itu tidak rusak,
taukenya keberatan mengirim kapalnya ke Sabang lagi, sebelum ada
jaminan keamanan dari pemerintah Indonesia.
"Bukan hanya kapal Arch saja, siapa pun yang lewat di sini harus
mentaati ketentuan. Kalau diperiksa ya harus mau," tegas Dirjen
Bea Cukai Tahir pada TEMPO Senin lalu. "Kalau tidak bersalah,
kenapa lari? Mengapa takut diperiksa?" tambahnya.
Sikap Tahir ini rupanya dibenarkan oleh Pangkowilhan I. "Mereka
memang diberi wewenang untuk itu," ujar Betjen Wijogo. Itu bisa
terjadi kalau kapal yang memasuki perairan Indonesia itu setelah
diberi eringatan malah melarikan diri. "Asal tembakan
peringatan itu jangan kena," lanjutnya.
Penembakan Arch rupanya menyulut api yang sudah ]ama membara.
Banyak pihak di Aceh yang gusar. Gubernur Madjid Ibrahim
misalnya, menganggap insiden itu "sebagai suatu indikasi adanya
sementa.ra aparat yang mau menggagalkan status Sabang sebagai
daerah dan pelabuha n bebas." Seorang anggota DPRD Acel juga
menuduh adanya orang "yang dengan sengaja mau menyulut api di
Aceh."
Insiden Arch bukan yang pertama. Pada 8 Mei lalu kapal Accres
yang biasa melayari Singapura-Sabang ditahan pihak Bea Cukai.
Kedua kapal ini dimiliki Eastern Shipping & Trading Coy
(Singapura). Di kapal ini ditemukan muatan yang tidak
dicantumkan dalam manifes, antara lain mobil pikap Datsun,
skuter Vespa, televisi berwarna dan video tape recorder dan
kaset-kasetnya. Dirjen Bea Cukai Tahir waktu itu datang ke
Belawan untuk menyaksikan pembongkaran tersebut. Sidang
pengadilan mengadili para awak kapal itu telah dimulai di Medan
6 Oktober yang lalu.
Sumber dari semua ini adalah status Sabang sebagai daerah bebas
dan pelabuhan bebas yang ditetapkan berdasar UU no. 3 dan 4
tahun 1970. Berdasar UU ini pengangkutan barang-barang luar
negeri ke dan dari Sabang bebas dari semua peraturan impor dan
ekspol yang berlaku.
Pihak Bea Cukai rupanya menganggap status Sabang ini
diselewengkan. Barang dari luar negeri yang dengan bebas masuk
ke Sabang kemudian diketahui "merembes" keluar lewat Aceh tanpa
membayar cukai -- hingga bisa diang gap penyelundupan. "Semua
orang tahu, barang yang keluar dari Sabang itu tidak benar.
Apakah itu akan terus dibiarkan?" kata Tahir.
Diakui, Bea Cukai tidak bisa masuk ke Sabang untuk ikut
mengawasi pemasukan barang dari luar negeri secara langsung.
Berdasar UU, Sabang dikelola oleh Komando Pelaksana Pembangunan
Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4 BS) yang dipimpin oleh
Administrator Pelabuhan (Adpel) Sabang. Menurut Tahir, 2 tahun
yang lalu ia pernah menghimbau KP4BS agar membenahi pengawasan
barang yang keluar dari Sabang. Adpel Ibrahim Abdullah maupun
Sekretaris Ramli Ridwan menyanggupinya."Ternyata cuma
kesanggupan saja," ujar Tahir. Karena itu Bea Cuki memandang
perlu untuk mengambii tindakan. Caranya: menghentikan kapal yang
menghubungkan Sabang dengan Singapura. Kapal ini rata-rata 4
atau 5 kali dalam sebulan mengangkut barang ke Sabang. Setelah
Accres ditahan, Arch meneruskan tugasnya. Hingga terjadilah
insiden penembakan pada Arch.
Sikap Bea Cukai rupanya segaris dengan pihak Laksusda Aceh, yang
sejak Juli lalu melancarkan Operasi Jaring. Tujuannya: menyetop
penyelundupan. Salah satu sasarannya ialah Sabang yang dianggap
sebagai sarang penyelundupan.
Namun pihak pemerintah daerah Aceh berpandangan lain. "Sabang
bukan saja kebanggaan rakyat Aceh, tapi juga kebanggaan rakyat
Indonesia -- karena satu-satunya pelabuhan bebas yang ada
sekarang ini adalah Sabang," kata Gubernur Madjid Ibrahim.
Kebanggaan itu rupanya tersengat oleh tindakan-tindakan pihak
Laksusda Aceh dan Bea Cukai. KP4BS sendiri punya alasan mengap3
Sabang harus membuka kran impor: sejak Sabang disahkan sebagai
daerah dan pelabuhan bebas, tidak ada bantuan dana dari
pemerintah pusat. "KP4BS harus berdikari. Karena itu pintu impor
barang terpaksa dibuka. Itupun terbatas," ujar Ramli Ridwan,
Sekretaris Adpel dan KP4BS.
Menurut Ramli, impor ke Sabang hanya berkisar sekitar 400 ton
sebulan dari Singapura. Berdasar wewenangnya, Adpel Sabang
mengutip pungutan jasa 2% dari barang impor tersebut, sedang
dari minuman keras dan rokok dipungut retribusi 3%. Dari
pungutan itu, tahun lalu Adpel/KP4BS berhasil mengaut Rp 350
juta. Dengan itu Adpel membayar 60 pegawai lokal dan menutupi
biaya rutin per bulan Rp 25 juta. "Laporan keuangan tiap bulan
kami kirim ke Dewan di Jakarta," kata Ramli.
Ramli, 38 tahun, pada 27 September lalu ditahan oleh Opstibda
Aceh untuk diminta keterangannya mengenai "hilangnya" uang Rp
271 juta yang disimpan di BNI 1946. Uang itu milik 80 pedagang
yang membuka usaha di Sabang dan menyerahkannya pada KP4BS
sebagai jaminan impor mereka. Kabarnya uang ini sudah digunakan
PT Pembangunan Pulau Weh yang dimiliki Badan Penguasaan
Pelabuhan Sabang. Dibentuk pada 1972, PT ini konon digunakan
untuk mencari biaya membangun Sabang. Usahanya antara lain
perdagangan cengkih, sebagai penyalur barang-barang impor eks
Sabang dan juga memiliki pabrik karet bongkah.
Penahanan Ramli cukup menimbulkan heboh. Antara lain disebabkan
karena Ramli juga menjabat sebagai Ketua DPD Golkar di Sabang.
Hingga ada dugaan masalah ini telah dipolitikkan. Pemda Aceh dan
DPD Golkar Aceh sempat meminta agar Ramli diberi status tahanan
luar. Namun seorang pejabat di Kodam I/Iskandar Muda membantah
keras bahwa Ramli ditahan. "Dia hanya dimintai keterangan,"
ujarnya. Karena pemeriksaan dilakukan Opstibda di Banda Aceh,
Ramli yang tinggal di Sabang disarankan tinggal di Banda Aceh
sampai pemeriksaan selesai.
Dugaan Pemda Aceh bahwa ada yang mencoba mengutik-utik status
Sabang sebagai daerah dan pelabuhan bebas ternyata tidak
berdasar. Pangkowilhan I Letjen Wijogo misalnya menegaskan,
langkah penertiban yang dilakukan Opstibda Aceh di Sabang tak
akan mematikan status hehas pelabuhan itu.
Pangdam I Brigjen R.A Saleh sependapat. "Selama undang-undangnya
belum dicabut, sebagai aparat pemerintah pelabuhan bebas Sabang
harus saya amankan," ujarnya. "Yang penting, bentuk Sabang
sebagai pelabuhan bebas harus dijaga," tambahnya. Maksudnya,
jangan sampai nama Sabang "tercemar".
Dirjen Bea Cuki Tahir juga tidak mempermasalahkan jstatus
Sabang. "Bea Cukai juga bertuga melindungi pembangunan,"
katanya. Yang diinginkannya adalah agar bisa bekerjasama untuk
menertibkan pemungutan retribusi atas barang yang keluar dari
Sabang.
Perebutan Rezeki
Yang selama ini dituding sebagai biang kerok adalah tidak adanya
peraturan pelaksanaan dari UU no. 3 dan 4 tahun 1970 ini.
Akibatnya timbul berbagai penafsiran yang kemudian mengakibatkan
bentrokan. Misalnya ada yang menganggap kapal asing berbobot
1000 ton ke bawah yanglnenuju Sabang tidak terkena Surat
Keputusan Bersama (SKEP) Menteri Keuangan dan Menteri
Perhubungan yang mengharuskannya mengisi manifest. Sebabnya:
status Sabang yang bebas berarti berada di luar daerah pabean
Indonesia. Namun pihak lain, termasuk Bea Cukai, menganggap SKEP
itu berlaku juga untuk Sabang.
Dewan Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang
diketuai Menteri Ekuin Widjojo juga kurang berfungsi. Namun
setelah kasus Accres dan Arch, tampaknya beberapa kekurangan ini
akan diperbaiki.
Menurut Gubernur Madjid, suatu Keputusan Presiden yang berisi
peraturan pelaksanaan diharapkan akan keluar Oktober ini. Dalam
Kepres ini Dewan yang mengelola daerah dan pelabuhan bebas akan
diperbaiki dan Gubernur setempat akan diikutsertakan dalam
Dewan. Lalu lintas dari dan ke pelabuhan bebas juga akan diatur
untuk menghindari tabrakan antara sesama aparat.
Menurut seorang anggota DPR dari daerah Aceh, berbagai kasus
yang belakangan ini terjadi di Sabang, sebetulnya disebabkan
karena "perebutan rezeki". Namun menurut dia, status pelabuhan
bebas Sabang perlu tetap dipertahznkan. "Yang perlu ditindak
cuma pelaku yang menyeleweng," katanya. Ia setuju dengan
pendapat "Untuk membunuh tikus, tidak perlu membakar rumahnya."
Karantina
Selama ini tampaknya perhatian terhadap status Sabang sebagai
daerah dan pelabuhan bebas lebih ditujukan pada impor barangnya
yang bebas. Sedang tujuan dan fungsinya seperti disebut UU no. 3
dan 4 tahun 1970 -- jauh lebih luas. Misalnya untuk penyediaan
barang konsumsi, peningkatan mutu, pengolahan, pengepakan serta
menumbuhkan dan memperkembangkan industri. Sejauh mana hal ini
telah tercapai?
"Baru sebagian kecil," kata seorang pengusaha. Sebabnya: banyak
pengusaha asing yang menganggap status Sabang sebagai pelabuhan
bebas belum 100% aman. Di Sabang saat ini baru ada industri
pengawetan ikan tuna dengan kapasitas 900 ton. Industri kayu
terpadu dan industri pemrosesan rotan masih dalam taraf
persiapan. Demikian juga sedang dirintis pembangunan suatu
galangan kapal.
Yang tampaknya akan segera dilaksanakan adalah: akan
dimanfaatkannya Sabang sebagai tempat karantina merangkap tempat
penggemukan ternak impor. Ini merupakan kepwtusan Presiden.
Dalam waktu dekat ini suatu tim dari Jakarta akan mengunjungi
Sabang untuk melakukan penelitian tanah. "Presiden memilih
Sabang sebagai tempat karantina karena daerahnya memungkinkan,"
cerita seorang pejabat penting Aceh.
Impor barang lewat Sabang pekan lalu sudah pulih lagi. Menurut
Pangkowilhan I, pekan lalu kapal Arch sudah kembali membongkar
muatan di Sabang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini