CHOI Kyu-hah, 60 tahun, kini bukan lagi roda kesembilan dari
suatu kendaraan beroda empat. Ia mendapat julukan itu lantaran
di zaman pemerintahan mendiang Presiden Park Chung-hee tak
memiliki kekuasaan apa-apa. Tapi sekarang ia menjadi orang nomor
satu di Korea Selatan. Pekan lalu, National Unification
Conference memilih bekas Perdana Menteri di masa Park itu
sebagai Kepala Negara keempat. Dua pendahulu lainnya adalah
Syngman Rhee, dan Yun Po-sun.
Tapi pemilihan Choi dalam sidang parlemen, Kamis siang itu tak
kurang mendapat kecaman pihak oposisi. Mengapa? Menurut mereka
pemilihan presiden melalui NUC yang beranggotakan 2549 orang itu
telah menutup kemungkinan bagi adanya calon lain, serta tidak
adil. Sebab konstitusi belum diubah. Dan lagi pula sebagian dari
anggota NUC, sesuai dengan konstitusi yang masih berlaku,
ditunjuk oleh Presiden. "Cara pemilihan serupa ini menunjukkan
bahwa pemerintah masih tetap pada rencananya untuk melanjutkan
gaya otoriternya Park," kata Kim Young Sam, Ketua New
Democratic Party. Ia orang yang menuntut agar pemilihan presiden
dilakukan secara terbuka dan mengikutsertakan rakyat sebagai
pemilih.
Tapol
Begitupun tampilnya Choi Kyu-hah sebagai presiden penuh
mengejutkan juga. Seorang pengamat di Seoul melihat bahwa dengan
terpilihnya Choi kekangan terhadap berbagai kegiatan politik
akan mengendor. Tapi sebuah sumber yang dekat dengan pemerintah
melihat sebaliknya,"keadaan mungkin akan lebih rumit dari
sebelumnya."
Tanda ke arah mengendornya kekangan itu memang terlihat.
Presiden Choi-Kyu-hah, sehari setelah dipilih, mengumumkan
pencabutan 'dekrit darurat' yang dikeluarkan Park, 4 tahun lalu.
Dekrit itu berisikan, antara lain, larangan bagi kegiatan
politik yang bertentangan dengan konstitusi Yushin. Juga
larangan bagi pers untuk memberitakan kegiatan para oposisi dan
pembangkang yang melakukan kritik terhadap pemerintah.
Selain mencabut dekrit, Choi juga mengumumkan penglepasan
tahanan politik. Di antara 68 tapol yang akan dilepaskan dalam
waktu dekat ini, sebagian besar terdiri dari mahasiswa, pendeta
Protestan dan pastor Katolik. Sementara itu sumber Departemen
Kehakiman menambahkan bahwa 224 orang tahanan yang akan diajukan
ke pengadilan atas tuduhan melanggar 'dekrit darurat' juga akan
dibebaskan. Bahkan tuduhan terhadap mereka akan dibatalkan.
Tapi dengan pencabutan dekrit tersebut belum berarti kesempatan
untuk melakukan kritik terbuka ke alamat pemerintah
diperkenankan. Soalnya, sejak Park terbunuh Korea Selatan berada
dalam 'keadaan darurat'. Salah satu diktumnya menyebutkan
berlakunya larangan mengadakan kegiatan politik. Itulah sebabnya
kalangan pengamat tak melihat adanya perubahan besar di negara
itu. Kecuali pernyataan 'keadaan darurat' juga dicabut.
Tuntutan yang terakhir ini mungkin agak sulit dipenuhi Choi.
Mengingat militer di Korea Selatan memainkan peran yang cukup
penting. Sebab, setiap ada goncangan politik dalam negeri,
militer selalu merasa bahwa Korea Utara akan memanfaatkan
situasi. "Dan mereka (militer) merasa adalah kewajibannya untuk
melakukan usaha pencegahan, " kata seorang analis tentang Korea
Selatan.
Choi yang berlatar-belakang 'pegawai' kini diuji bagaimana
mengatur militer dan politisi yang berbeda dalam kepekaan
politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini