LAGI-LAGI saling tuduh, saling bantai, dan saling balas tak ada habisnya di Sri Lanka. Perundingan damai yang diprakarsai pemerintah India dan Presiden Sri Lanka, Jayewardene, tak mampu menghentikan pertikaian antara suku Tamil dan Sinhala yang telah berjalan tiga tahun dan menewaskan sekitar 4 ribu jiwa itu. Belum lagi upaya rujuk antara kelompok Tamil Moderat dan pemerintah Kolombo, yang dimulai 13 Juli, berjalan beberapa jam, telah jatuh puluhan korban baru. Menurut versi pemerintah, pada hari Minggu itu, telah terbunuh 20 orang "teroris" Tamil dan 6 serdadu pemerintah, ketika patroli militer pemerintah ditembaki kelompok gerilya militan Tamil, di dua tempat, di wilayah Mannar. Lain lagi pernyataan Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE), kelompok terkuat dari lima organisasi separatis Tamil di Sri Lanka. Serdadu pemerintah, menurut mereka, menyerang sejumlah desa untuk mencari pemberontak Tamil, membakar rumah, dan membunuh 30 warga desa. Jumlah korban yang pasti sulit diketahui karena kedua pihak yang berperang itu sering mendramatisir peristiwa yang terjadi. Setelah peristiwa berdarah Ahad dua pekan lalu itu, tak ada hari yang terlewat tanpa meninggalkan cucuran darah. Korban terbesar terjadi dua hari kemudian, ketika tentara Sri Lanka membantai 55 warga sipil Tamil di kamp pengungsi di Distrik Muttur, di timur laut kota pelabuhan Trimcomalee. Kelompok moderat Tamil, Tamil United Liberation Front (TULF), yang sedang berunding di Kolombo, langsung menyampaikan peristiwa itu pada Jayewardene yang menyetujui untuk mengadakan penyelidikan. India, yang berperan sebagai penengah krisis etnis ini, juga memprotes aksi teror yang dilancarkan pasukan keamanan Sri Lanka atas orangorang sipil tersebut. Appapillai Amirthalingan, Sekjen TULF, memperkirakan sekitar 150 penduduk sipil Tamil terbunuh sejak delegasi damainya tiba di Kolombo, 12 Juli. "Banyak wanita serta bayi mereka ikut dibantai," kata Amirthalingan. Pembantaian itu mengundang pembalasan. Itu dilakukan kelompok Tamil militan, Ahad pekan lalu. Sekitar 20 orang gerilyawan separatis Tamil membantai 13 petani Sinhala di Distrik Trimcomalee. Selain itu 17 orang tewas ketika sebuah kapal angkatan laut Sri Lanka ditenggelamkan. Kelompok minoritas Tamil, yang berasal dari India dan beragama Hindu, berjumlah 3 juta orang atau 15 persen dari keseluruhan 18 juta penduduk Sri Lanka. Mereka menuntut pemerintahan sendiri di bagian timur laut dan barat Sri Lanka, karena merasa mendapat perlakuan tidak adil dari pemerintah Sri Lanka yang dikuasai suku Sinhala, warga mayoritas negara pulau itu, yang beragama Budha. Bentrokan pertama kelompok Tamil yang mendapat dukungan moril, bantuan materi, dan persenjataan dari sesama orang Tamil di India -- dengan pribumi Sinhala terjadi Juli 1983. Setelah itu, kekerasan demi kekerasan terjadi bersinambungan. Di antaranya: pembakaran hidup-hidup seribu orang Tamil di Jazirah Jaffna 1983, pembantaian 72 warga Sinhala di Mulaitavu tahun 1984, bentrokan Tamil dengan minoritas Islam tahun 1985, bentrokan berdarah awal Mei 1986 di Kolombo yang menewaskan 300 orang, peledakan pesawat Air Lanka yang menelan 31 jiwa, serta "operasi pembersihan" pasukan militer pemerintah yang menewaskan 50 orang pertengahan Juni lalu. Untuk mengakhiri krisis berdarah yang berkepanjangan inilah, upaya perundingan damai dilakukan. Atas desakan pemerintah India, kelompok TULF yang bermarkas di Madras, India, ini bersedia berunding dengan pemerintahan Presiden Julius Jayewardene. Namun, kebijaksanaan kelompok moderat Tamil untuk ikut berunding ini mendapat kecaman keras kelompok militan Tamil, di antaranya Eelam Peoples Revolutionary Liberation Front (EPRLF) dan Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE). Kelompok garis keras ini tak percaya cara damai bakal dapat menyelesaikan masalah. Ternyata, perundingan damai selama sepekan lebih itu pun masih menemui jalan buntu. Presiden Jayewardene tetap menolak tuntutan minoritas Tamil untuk mempunyai pemerintahan sendiri. Perundingan yang disebut Jayewardene sebagai "Kongres Semua Partai" ini juga membahas soal tuntutan Tamil yang lain: menjadikan bahasa Tamil bahasa nasional di samping bahasa Sinhala. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini