Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dari 17 Tahun yang Panjang

Bekas diktator militer Augusto Pinochet meninggal setelah beberapa kali gagal diadili. Harapan terakhir mengadili para bekas pembantunya.

18 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peti mati itu ditutup bendera Cile, topi militer dan pedang diletakkan di atasnya. Di dalamnya, tubuh Pinochet, 91 tahun, dililit pakaian kebesaran seorang jenderal lengkap dengan tanda pangkatnya. Senin pekan lalu, jenazahnya disemayamkan di balairung Escuela Militar (akademi militer) Cile.

Di luar gedung itu 60 ribu orang berlinang air mata membentuk antrean panjang hanya untuk menyaksikan peti mati sang jenderal. Seorang perempuan mengenakan gaun hitam dan kerudung, dengan rosario di tangan. Ia membawa anak lelakinya untuk menyaksikan jasad Pinochet sembari melantunkan doa Perawan Maria untuk jiwa sang jenderal. ”Pemerintah seharusnya menyatakan hari ini sebagai hari berkabung nasional,” ujar Paula Valero, 45 tahun. Ia menanti enam jam di luar pagar. ”Dia juru selamat kami. Jika tak ada dia, kami akan mati kelaparan di bawah rezim komunis,” katanya.

Inilah puncak kebencian, kemarahan, dan juga kesedihan terhadap Jenderal Augusto Pinochet, hasil 17 tahun berkuasa, sebelum akhirnya lengser pada 1990. Jenazah Pinochet pun tidak dimakamkan, melainkan dikremasi karena dikhawatirkan dijadikan obyek vandalisme oleh musuhnya. Di jalanan Ibu Kota Santiago, kematian Pinochet melahirkan bentrokan antara pendukung Pinochet dan polisi, juga pesta ribuan orang yang berjalan menuju istana kepresidenan La Moneda sembari meneguk sampanye. Hari itu semua sampanye di kedai-kedai minum ludes.

Pemerintah Presiden Michelle Bachelet memang tidak menyatakan hari itu sebagai hari berkabung nasional. Gedung milik pemerintah pun tak mengibarkan bendera setengah tiang. Tapi Bachelet membolehkan instansi militer mengibarkan bendera setengah tiang. Pemerintah juga tidak memberikan kehormatan upacara kenegaraan untuk Pinochet. Alasannya, Pinochet menjadi Presiden Cile tidak lewat pemilihan umum. Tapi sebagai bekas pemimpin militer, jenazah Pinochet dilepas dengan upacara militer.

Jenderal Augusto Pinochet mendepak presiden terpilih Salvador Allende dari aliansi partai Kiri lewat kudeta berdarah pada 11 September 1973 dengan dukungan kuat Presiden Amerika Serikat—kala itu Richard Nixon—lewat operasi badan intelijen Amerika, CIA. Pinochet memberlakukan tahanan rumah bagi Allende, tapi Allende memilih meng-akhiri hidupnya tinimbang menjadi tawanan Pinochet. Sejak itu Ibu Kota Santiago bersimbah darah. Pinochet dengan aparat militernya membersihkan Cile dari semua unsur Kiri. Tumpas kelor.

Pinochet pemimpin bertangan besi. Pinochet adalah seorang laki-laki dengan satu misi. Dia sangat percaya melakukan hal yang benar, menyelesaikan tugas suci menyelamatkan negerinya dari setan. Dalam setiap pidato dan wawancaranya, Pinochet kembali ke tema yang sama: ketakutannya, imbauan patriotik membersihkan Cile dari komunisme, berapa pun harganya. ”Aku seorang laki-laki yang bertempur hanya untuk satu alasan: pertempuran antara Kristiani dan spiritualisme di satu pihak, dan Marxisme serta materialisme di pihak lain. Saya memperoleh kekuatan dari Tuhan,” katanya saat itu.

Maka, rumah tahanan resmi maupun yang rahasia penuh dengan politisi Kiri dan pendukungnya. Penculikan dan pembunuhan oleh aparat berbaju hijau menjadi pemandangan sehari-hari setelah kudeta. Satu komisi independen yang dibentuk setelah Pinochet tumbang lewat referendum pada 1990 melaporkan: selama 17 tahun Pinochet berkuasa, 3.197 orang dibunuh dengan alasan politik, seribu di antaranya tak ditemukan jasadnya, dan 250 ribu orang dijebloskan ke penjara.

Korban disiksa dengan metode pencabutan kuku hingga kejutan listrik pada alat kelamin. Korban tak cuma warga negara Cile, tapi juga warga negara asing yang dituduh membantu penentang Pinochet. Salah satu warga negara asing adalah seorang dokter Inggris dan penulis, Sheila Cassidy. Ia korban penyiksaan aparatus diktator Augusto Pinochet setelah menyelamatkan seseorang yang melarikan diri dari rezim Pinochet.

Cassidy menjalani penyiksaan kejutan listrik di Santiago pada 1975. Ia dijebloskan ke tahanan pengasingan selama tiga pekan, ditelanjangi, diikat ke kerangka tempat tidur besi. Cassidy dibebaskan setelah campur tangan pemerintah Inggris. ”Saya senang dia telah meninggal, karena dia laki-laki setan,” kata Cassidy usai mendengar kematian Pinochet.

Menurut Cassidy, ada metode penyiksaan yang—karena saking kejamnya—hanya sanggup dilakukan ”setan”. ”Mayoritas orang yang berada dalam kamp tahanan disiksa,” katanya. Cassidy juga ingat ”karavan kematian”, helikopter yang terbang di atas pantai Cile dan berisi tahanan yang akan dibunuh dengan diterjunkan ke laut. ”Saya yakin Pinochet tahu apa yang ia lakukan. Penyiksaan adalah bagian dari sistem,” kata Cassidy.

Maka, Pinochet pun menuai tuduhan pembunuhan, penghilangan orang, dan penyiksaan. ”Dia penjahat terbesar dalam sejarah negeri kami,” ujar Sola Sierra dari Asosiasi Keluarga Tahanan dan Orang Hilang. Kejaksaan Cile sudah berkali-kali berusaha menyeret Pinochet ke pengadilan, tapi upaya itu mentok karena Pinochet memperoleh kekebalan tuntutan hukum sebagai anggota parlemen. Setelah pensiun sebagai anggota parlemen, kejaksaan kembali menyeret Pinochet. Tapi kini, masalahnya, Pinochet tak layak diadili karena alasan kesehatan.

Tak aneh, ketika Pinochet meninggal, Berger-Hertz kecewa Pinochet tidak pernah menghadapi pengadilan atas tuduhan yang pernah ia ajukan. Ayahnya, Carlos Berger, dibunuh rezim militer pada Oktober 1973. Tapi ia berharap pemerintah tetap menyeret orang-orang yang terlibat membantu Pinochet melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. ”Kematian Pinochet adalah simbol kematian satu periode yang sangat kelam negeri ini,” ujar Berger-Hertz, 34 tahun, sutradara film.

Kini Cile terbelah: kalangan menengah atas yang diuntungkan dengan pertumbuhan ekonomi Cile yang mengesankan sejak Pinochet berkuasa, dan kelompok anti-Pinochet, korban kebrutalan rezimnya. Bahkan Presiden Michelle Bachelet —ia sendiri korban penyiksaan rezim Pinochet—pun mulai cemas memikirkan masa depan Cile. ”Rekonsiliasi Cile-lah yang kita semua inginkan. Kita menginginkan keadilan, meningkatkan dialog, dan penyatuan kembali dua kelompok,” katanya.

Maka, pengacara hak asasi dan keluarga korban yang pernah getol mencoba menyeret Pinochet ke pengadilan kini khawatir kesempatan menyeret para pembantu Pinochet yang ikut terlibat dalam kejahatan atas kemanusiaan akan hilang. ”Kini di tangan pengadilan tanggung jawab membawa orang yang melanggar hak asasi selama rezim militer berkuasa,” ujar pernyataan Amnesty International.

Raihul Fadjri (Santiago Times, AP, BBC, The Independent)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus