KISAH sebuah kursi, yang dibiarkan kosong menghangat kembali.
Kursi Kampuchea itu seru diperdebatkan menjelang KTT Non-Blok di
New Delhi awal Maret. Tapi India sebagai tuan rumah KTT
berketetapan membiarkan kursi Kampuchea kosong. Persis seperti
yang digariskan KTT Mon-Blok di Havana tahun 1979.
Dalam sidang Majlis Nasional di Phnom Penh pekan silam, Presiden
Heng Shamrin menyatakan dukungannya pada sikap India. Menurut
Shamrin, kursi itu sebenarnya hak Republik Rakyat Kampuchea yang
dipimpinnya. "Tapi demi kepentingan bersama Gerakan Non-Blok,
biarlah kursi itu kosong saja," cetus Presiden yang rezimnya
didukung penuh oleh Vietnam.
Khusus soal yang satu itu nampaknya dari India tidak dapat
diharapkan improvisasi dalam bentuk apa pun. New Delhi mengakui
rezim Heng Shamrin. Baginya akan amat sulit bila masih harus
mempertimbangkan kursi untuk Republik Demokrasi Kampuchea (RDK)
seperti yang diperjuangkan Malaysia dan Singapura. Dan Menlu Tan
Sri Gazali Safie dari Kuala Lumpur bertekad memperjuangkannya
dalam sidang tingkat Menlu yang mendahului sidang puncak KTT.
Tekad ini boleh dibilang menonjok langsung ke masalah yang lebih
mendasar: soal konsensus.
RDK dan Norodom Sihanouk mungkin tidak dapat kursi karena tidak
ada konsensus dalam KTT untuk mendukungnya. Apakah negara lain
yang kebetulan ditentang sekelompok kecil negara akan mengalami
nasib sama? Artinya didepak keluar karena tidak didukung
konsensus? Kenyataan seperti ini dianggap preseden berbahaya
untuk keutuhan Gerakan Non-Blok itu sendiri.
Sementara itu terbetik berita bahwa Pangeran Sihanouk untuk
tahap sekarang menolak pembicaraan dalam bentuk apa pun dengan
Vietnam. Ketegasan ini dicetuskan oleh Pangeran Thomico
Sisowath, anggota kabinet Sihanouk. Lewat sebuah media di
Singapura dibantahnya pula berita tentang upaya Vietnam
menghubungi Sihanouk. Yang menghubungi adalah negara ketiga,
yang belum tentu mendapat mandat dari Hanoi. Di mata Sihanouk
kini, segala bentuk pendekatan tidaklah penting, selama Vietnam
belum menarik tentaranya dari bumi Kampuchea. Sementara itu
tragedi pengungsi Kampuchea di perbatasan Thailand semakin
menusuk perasaan Pangeran itu.
Lain lagi persoalan kemerdekaan Namibia, yang disebut juga
Afrika Barat Daya. Dalam deklarasinya belum lama ini, India a.l.
menyesalkan kegagalan negara maju yang kurang mantap menyokong
kemerdekaan untuk Namibia. Khusus tentang ini, para diplomat
Afrika berharap dapat memanfaatkan KTT Non-Blok di New Delhi itu
untuk sebuah pembicaraan tidak resmi sesama mereka. "New Delhi
memberi peluang pada kami untuk pertemuan tidak resmi, saling
tukar-menukar gagasan dan menunggu adanya titik-titik terang,"
kata seorang diplomat di Nairobi. Mereka sebenarnya berbicara
tentang hal yang masih samar-samar, namun itu dipandang masih
lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
Sebelumnya sudah dua kali rencana pertemuan puncak Organisasi
Persatuan Afrika (OAU) yang direncanakan di Libya (Agustus dan
November) gagal, karena pertentangan antara kelompok radikal dan
moderat. Akibatnya 50 negara Afrika gagal memperjuangkan sasaran
yang lebih penting seperti kemerdekaan Namibia misalnya. Tidak
mengherankan bila para diplomat tadi bermaksud memanfaatkan KTT
Non-Blok di New Delhi justru untuk membicarakan masalah tertentu
di kalangan mereka sendiri. Namun Nigeria yang dikenal moderat
dan cukup berpengaruh akan mengadakan pertemuan kecil antara 12
negara di Nairobi pekan depan khusus membahas kemungkinan untuk
menga tasi jalan buntu OAU tersebut.
"Afrika harus berangkat ke New Delhi dengan kesatuan pendapat
dalam beberapa masalah besar," kata Menlu Nigeria Ishaya Audu
sehabis pertemuan dengan Presiden Kenya Daniel Arap Moi. Ada
kemungkinan negara-negara Afrika itu memperjuangkan agar KTT New
Delhi mencetuskan kutukan terhadap AS dan Afrika Selatan yang
mengkaitkan kemerdekaan Namibia dengan pemunduran tentara Kuba
dari Angola. Juga dipersiapkan sebuah kutukan lain untuk Afrika
Selatan yang berusaha menggoyahkan negara hitam seperti
Mozambique, Zimbabwe dan Angola.
Dalam KTT New Delhi diduga ikut dipertimbangkan hal Samudra
Hindia sebagai daerah bebas militer berikut tuntutan Mauritius
atas Pulau Diego Garcia yang disewakan Inggris pada AS dan
dimanfaatkan untuk pangkalan militer. Masalah lain yang
disengketakan: Sahara Barat, apakah ingin merdeka atau tetap
dalam ikatan dengan Marokko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini