Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sharon tergeser tapi bertahan

Menteri pertahanan Israel, Ariel Sharon, 54 th, di haruskan mengundurkan diri dari jabatannya, dipersalahkan dalam pembantaian di sabra dan shatila. (ln)

19 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Menteri Pertahanan Israel di Jerusalem sibuk pekan lalu. Beberapa orang staf membakar dokumen, sementara mesin penghancur kertas bekerja hampir tanpa istirahat. Sang menteri, Ariel Sharon, sedang bebenah untuk meninggalkan kementerian itu, yang sejak Agustus 1981 sudah hampir identik dengan dirinya. Ariel Sharon, 54 tahun, harus mengundurkan diri dari jabatannya atas desakan masyarakat dan rekan-rekannya di dalam kabinet. Ketua Mahkamah Agung, Yitzhak Khane, yang mengepalai komisi penyelidik Israel tentang pembantaian di Sabra dan Shatila, mempersalahkan Mayor Jenderal (Purnawirawan) Ariel Sharon pribadi "secara tak langsung bertanggung jawab." Pembantaian itu dilakukan oleh milisi Kristen Falange terhadap hampir 1.000 pengungsi Palestina di kamp itu. Tetapi kepergian Sharon dari Kementerian Petahanan tidak langsung berarti dia keluar dari kabinet Perdana Menteri Menachem Begin. Konon dia akan menjabat menteri tanpa portofolio, yang mungkin sekali akan menangani masalah pemukiman Yahudi di Pantai Barat Sungai Yordan. Dengan demikian Begin akan dapat memperlihatkan bahwa politik kerasnya tidak berubah. Dalam jabatan baru itu, Sharon juga akan tetap mempunyai pengaruh besar dalam pengambilan kebijaksanaan pemerintah. Karena itu, orang kini mempertanyakan, apakah kepergian Sharon dari Kementerian Pertahanan akan berarti berakhirnya Sharonisme. Istilah itu menunjukkan cara berpikir sejumlah anggota masyarakat Israel yang menganut aliran "rajawali" (galak) dalam menghadapi dunia Arab. Sharon, dalam tulisannya lebih setahun lalu, Israel's strategic problems in the 1980's (Soal-soal strategi Israel dalam tahun 1980-an), mengungkapkan kesediaannya melakukan preemptive military action, yaitu lebih dini menghadapi setiap kemungkinan ancaman dengan aksi militer. Membuktikan konsepnya itu, Sharon pernah melancarkan pengeboman terhadap pusat nuklir Irak di dekat Baghdad. Dia juga akan merintangi setiap gerakan pasukan atau pemusatan pasukan apa pun yang mencurigakan. Menurut pandangan Sharon, Israel dan wilayah yang kini didudukinya tidak lebih aman dari pada keadaan sebelum perang 1967. Jika Sharon, sebagai menteri tanpa portofolio, sampai menangani soal pemukiman Yahudi di Pantai Barat Sungai Yordan, maka harapan akan datangnya semacam isyarat, berupa penghentian pembangunan pemukiman di wilayah yang diduduki Israel itu, mungkin segera sirna. Isyarat seperti itu ditunggu oleh Raja Hussein dari Yordania, sebelum memutuskan apakah dia akan ikut serta dalam pembicaraan Rencana Reagan bagi penyelesaian soal Timur Tengah. Bagi pemerintah Amerika belakangan ini, Sharon, yang bertubuh sangat gemuk dan digelari "si lokomotif" itu adalah perintang besar dalam Rencana Reagan. Presiden Reagan mengusulkan suatu otonomi bagi rakyat Palestina di Pantai Barat Sungai Yordan dan Gaza dalam suatu konfederasi dengan Kerajaan Yordania, tapi bukan negara Palestina yang merdeka. Dengan kepergian Sharon dari Kementerian Pertahanan, Amerika konon mengharapkan akan adanya keluwesan dalam sikap pemerintah Israel untuk menerima Rencana Reagan yang diajukan 1 September lalu. Juga Washington mengharapkan pemerintahan Begin sekarang akan lebih bersikap toleran terhadap rencana Amerika bagi penarikan mundur pasukan asing Israel, Suriah dan PLO) dari Libanon. Sharon sejauh ini selalu menentang perluasan wewenang pasukan multinasional termasuk Mirinir Amerika, yang menjaga keamanan di Libanon. Bahkan dia mendiskreditkan peran mereka. Washington percaya, bila Sharon keluar dari kabinet sama sekali, maka Menteri Luar Negeri, Yitzhak Shamir, dan Ketua perunding Israel di Libanon, David Kimche, akan memegang peran yang lebih besar dalam perundingan itu. Pandangan dan pikiran kedua orang ini lebih berterima di kalangan pemerintahan di Washington. Sebagai calon pengganti Sharon disebut-sebut nama Moshe Arens, 57 tahun, yang kini menjadi Dubes Israel untuk Amerika. Bila skenario politik itu berlaku, Amerika akan dapat melaksanakan kedua tujuan utamanya: penarikan mundur pasukan Israel dari Libanon dan melaksanakan prakarsa perdamaian Reagan. Seberapa jauh pemikiran itu akan berhasil, tampaknya banyak bergantung pada seberapa kuat Sharonisme itu berakar dalam pemikiran di Jerusalem. Tetapi, bila keresahan dan demonstrasi yang kini melanda Israel, yang menuntut Sharon keluar sama sekali dari kabinet sampai tak terkendalikan dan kabinet Begin jatuh, soalnya mungkin akan lebih baik bagi Reagan. Ini, bila pemerintahan Likud yang sekarang berkuasa itu digantikan oleh pemerintahan (Partai) Buruh yang kini beroposisi. Washington tidak merahasiakan bahwa Amerika lebih menyukai Partai Buruh berkuasa di Israel. Partai itu kini dipimpin oleh Shimon Peres. Dan Peres sendiri sudah menyatakan persetujuannya atas usul Reagan bagi Libanon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus