Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Darurat di bangkok

Oposisi merasa dibohongi. sidang yang membahas amandemen diundur. massa bergerak, keadaan darurat diberlakukan.

23 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANGKOK dini hari Senin kemarin. Para penonton yang asyik menikmati film akhir pekannya di pesawat TV dikejutkan sebuah pengumuman penting. "Bangkok dan sekitarnya dikenai keadaan darurat hingga waktu yang belum ditentukan." Jam malam diberlakukan mulai pukul 18.00 hingga pukul 06.00 sejak hari itu. Sekolah-sekolah diliburkan tiga hari dan pers dilarang memuat berita yang dianggap membangkitkan kekerasan dan mengganggu ketertiban umum. Dalam dekrit yang diteken oleh Perdana Menteri Suchinda Kraprayoon bersama Menteri Dalam Negeri Anand Kalinta itu tentara dan polisi diberi hak untuk menggeledah rumah dan kendaraan sewaktu-waktu. Dan dinyatakan pula bahwa pemerintah berhak menahan siapa pun yang dicurigai. Pihak penguasa tak lupa menuduh Chamlong Srimuang, bekas gubernur Bangkok yang melakukan mogok makan dua pekan lalu, sebagai biang keladi kerusuhan karena dianggap merangsang para demonstran untuk melawan pihak keamanan. Insiden itu bermula ketika sekitar 50 ribu orang di bawah pimpinan Chamlong Srimuang melakukan aksi turun ke jalan Ahad sore kemarin setelah diketahui bahwa parlemen menunda sidang yang akan membahas amandemen yang memungkinkan perubahan konstitusi. Perubahan itu diperlukan untuk memasukkan pasal yang menegaskan bahwa perdana menteri Muangthai harus dipilih di antara anggota parlemen. Seperti diketahui, Suchinda yang dilantik oleh Raja beberapa waktu lalu bukan anggota parlemen, apalagi anggota partai yang menang pemilu. Para demonstran itu berkumpul dan dudukduduk dengan tertib di Lapangan Sanam Luang sambil meneriakkan yelyel antipemerintah pada pukul 17.00. Tiga jam kemudian jumlah demonstran bertambah konon hingga mencapai 100 ribu orang. Emosi massa pun terbakar tatkala Chamlong Srimuang dalam pidatonya selama 30 menit berseru. "Inilah peringatan kami yang terakhir. Kami menuntut amandemen dan demokrasi," bekas Gubernur Bangkok ini berteriak. Setelah turun dari panggung, massa sebenarnya sudah membubarkan diri karena letih. Waktu menunjukkan pukul 22.00. Namun tiba-tiba terdengar suara hasutan dari corong sehingga suasana makin panas. "Mari kita lanjutkan protes di depan kantor pemerintah!" Ribuan massa segera berpencar dan bergerak ke arah barat menuju kawasan kantor-kantor pemerintah. Di Jembatan Paan Fah massa dihadang ratusan polisi yang menyemprotnya dengan air. Massa yang beringas membalasnya dengan melemparkan botol dan batu ke arah petugas yang berlindung di balik barikade kawat berduri. Kontak fisik tak terelakkan lagi. Polisi antikerusuhan, yang hanya bersenjata pentungan dan gas air mata, rupanya kewalahan. Maka keadaan darurat diberlakukan dan tentara bersenjata lengkap pun diturunkan. Tembakan pun terdengar dan sejumlah korban jatuh. Seorang wartawan dan fotografer diterjang peluru. Tentara juga menyita film hasil jepretan para wartawan yang meliput insiden berdarah kali ini. Belum jelas berapa korban jiwa yang tewas. Bangkok Post, harian yang menjadi corong pemerintah, mengisi hampir seluruh halaman depannya dengan halaman putih dalam edisi Senin pekan ini. Lain halnya dengan harian The Nation yang memuat gambargambar insiden penuh darah dan kekejaman tentara. Inilah tampaknya akibat parlemen tak menepati janji untuk membahas soal amandemen. "Kami merasa tertipu," kata Surin Pitsuwan, anggota parlemen dari Partai Demokrat (salah satu partai oposisi), kepada TEMPO. Surin Pitsuwan menjelaskan bahwa amandemen yang dijanjikan Arthit Urairat, ketua majelis rendah, semula akan diajukan ke parlemen yang direncanakan bersidang tanggal 22 Mei pekan ini. Tapi kelima partai yang tergabung dalam koalisi propemerintah yang menguasai parlemen itu mengulur tanggal sidang dengan alasan mereka belum menyepakati sidang itu. "Pernyataan itu sekadar strategi agar proses amandemen tak sempat diselesaikan dalam sidang majelis," kata Surin. Dari gedung parlemen Tamnyap Rattabhan diperoleh kabar bahwa penyebab gagalnya kesepakatan itu disebabkan oleh tarik urat di antara kelima partai koalisi sendiri dan dengan pihak oposisi. Usulan oposisi yang menginginkan agar perdana menteri dipilih dari salah seorang anggota parlemen, misalnya, ditentang habis oleh partrai propemerintah. Anggota parlemen dari Partai Chart Thai - salah satu partai koalisi propemerintah - berkeras bahwa pasal yang menyebutkan bahwa perdana menteri haruslah berasal dari orang yang netral perlu dipertahankan. "Bagaimana jadinya kalau di antara partai politik ternyata tak ada calon yang cocok," sanggahnya. Usulan Partai Chart Thai agar perdana menteri diberi waktu transisi selama empat tahun sebelum terpilih perdana menteri dari anggota parlemen -- sebaliknya ditolak mentahmentah oleh pihak oposisi. Insiden berdarah Minggu malam akhirnya dijadikan alasan oleh pihak penguasa untuk menangguhkan amandemen. "Saat itulah yang ditunggu-tunggu oleh penguasa dan militer," tulis The Nation dalam tajuknya Senin pekan ini. PM Suchinda yang tengah berlibur di Nan, di utara Muangthai, akan tetap memegang jabatannya karena koalisi lima partai yang mendukung pemerintah tak bakal melakukan mosi tak percaya. Pemerintah Muangthai, yang beberapa lama lalu mengkritik sikap keras junta militer Myanmar, tampaknya sulit menerapkan semangat demokrasi di negeri sendiri. Didi Prambadi (Jakarta) & Yuli Ismartono (Bangkok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus