KALI ini Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad tidak bisa lagi menganggap remeh pengusiran pekerja ilegal dari negara tetangganya, Filipina dan Indonesia. Gelombang pemulangan pekerja ilegal Filipina telah menimbulkan insiden yang memunculkan ketegangan di kedua negara. Pemerintah Filipina sempat mengeluarkan nota protes terhadap buruknya penanganan aparat Malaysia dalam pemulangan pekerja ilegal Filipina yang mengakibatkan 13 anak meninggal—baik ketika masih berada dalam tahanan petugas imigrasi Malaysia di Sabah maupun setelah mendarat di Filipina Selatan.
"Kami tak berharap pelayanan standar Hotel Hilton untuk warga Filipina di Malaysia, tapi laporan menunjukkan bahwa kondisi tempat penahanan (pekerja ilegal) sangat payah," kata Menteri Luar Negeri Filipina, Blas Ople. Aksi protes pun terjadi di depan Kedutaan Besar Malaysia di Manila. Aktivis membakar foto Mahathir dan bendera Malaysia. Dr. M, panggilan populer Mahathir, sempat tersinggung dengan tuduhan pemerintah Filipina itu. "Kenapa sih mereka menggunakan isu jelek ini untuk menghantam Malaysia?" kata Mahathir.
Tapi Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo tak peduli dengan sikap defensif Mahathir. Arroyo bahkan sempat mengeluarkan pernyataan paling keras selama ini terhadap negara tetangganya saat menjenguk 1.500 pekerja ilegal Filipina di Pulau Tawi-Tawi, Filipina Selatan, yang dideportasi akhir Agustus silam. "Sebuah tragedi paling besar terjadi di Filipina Selatan," kata Arroyo. Rombongan pekerja itu merupakan 64 ribu pekerja ilegal Filipina yang sudah kembali dari Malaysia sebulan belakangan ini. Arroyo meminta Mahathir menunda pemulangan pekerja Filipina dan mengirim utusan ke Sabah untuk melihat nasib 450 orang yang masih ditahan di Sabah. Utusan ini juga akan melacak ribuan pekerja Filipina yang lari ketakutan dan bersembunyi di pegunungan untuk menghindari penangkapan. Arroyo berencana pula mengirim bekas presiden Fidel Ramos ke Kuala Lumpur untuk berbicara dengan Mahathir agar proses deportasi berjalan lancar.
Reaksi keras pemerintah Filipina memang mujarab. Mahathir akhirnya setuju menunda pemulangan sisa pekerja ilegal Filipina. Tapi, belum hilang rasa terkejut Mahathir terhadap reaksi keras pemerintah Filipina, muncul tuduhan baru bahwa polisi Malaysia memerkosa seorang gadis Filipina berusia 13 tahun di kamp penahanan di Sabah. Menteri Blas Ople, Kamis pekan lalu, menyampaikan surat protes Presiden Arroyo lewat Duta Besar Malaysia untuk Filipina, Taufik Noor. "Saya menyatakan rasa sakit hati saya dan rakyat Filipina atas peristiwa yang saya yakin Anda kutuk juga," tulis Arroyo dalam suratnya. Bahkan pemerintah Filipina sedang mempertimbangkan pengaduan kasus ini ke Komisi Hak Asasi Manusia PBB. Keruan saja tuduhan itu membuat Mahathir gusar sehingga ia segera memerintahkan satu gugus tugas penyidik ke Sabah untuk mengusutnya. Ia berjanji, jika tuduhan terbukti, pemerintah akan menindak aparat yang terlibat. "Ini kan merusak bangsa dan citra kita," katanya.
Tuduhan pemerkosaan gadis Filipina ini menimbulkan kemarahan di kalangan anggota parlemen Filipina, yang mendesak agar Presiden Arroyo memanggil pulang Duta Besar Filipina di Kuala Lumpur. Selain itu, kasus ini memancing munculnya konflik laten Filipina-Malaysia, yakni klaim Filipina terhadap Sabah. Sultan Sulu di Zamboanga meminta pemerintah Filipina melakukan tindakan untuk mengembalikan kedaulatan Filipina atas wilayah Sabah. Negara bagian Malaysia yang terletak di Kalimantan Utara itu dulu merupakan wilayah kekuasaan Sultan Sulu, yang kemudian termasuk wilayah jajahan Inggris. Filipina di bawah pemerintahan Presiden Diosdado Macapagal, ayah Presiden Arroyo, secara resmi mengajukan klaim kepada PBB terhadap Sabah pada 1962. Tapi, ketika Malaysia merdeka dari Inggris pada 1963, semua bekas wilayah jajahan Inggris termasuk Sabah menjadi bagian dari federasi Malaysia. Hingga kini, Filipina belum melepas klaim terhadap wilayah Sabah.
Tapi tampaknya pemerintahan Presiden Arroyo tak terpancing. Arroyo menampik desakan anggota parlemen untuk memanggil pulang Duta Besar Filipina di Kuala Lumpur. Meski mengecam keras pemerkosaan terhadap gadis Filipina di Sabah, Arroyo menyebut Malaysia sebagai sekutu Filipina dalam hal keamanan, perdamaian, dan pembangunan. Menteri Blas Ople menjamin kasus pekerja ilegal ini tak akan sampai mengganggu stabilitas hubungan antarnegara ASEAN. Mahathir sendiri dengan nada enteng mengomentari nasib hubungan kedua negara, "Kita lihat saja nanti apa jadinya."
Raihul Fadjri (The Manila Times, ABS-CBN, Malaysiakini)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini