TAK ada rasialisme di bumi komunis? Senin pekan lalu, sekitar 50.000 rakyat berdemonstrasi di Budapest, ibu kota Hungaria -- aksi massa terbesar sejak 1956. Mereka memaki habis-habisan kepala negara tetangga, yakni Presiden Rumaria Nicolae Ceausescu. "Rasialis!" teriak mereka. Para demonstran itu jengkel bukan kepalang, karena 2 juta saudara mereka, warga keturunan Magyar (Hungaria), yang tinggal di Rumania diperlakukan sebagai warga kelas dua. Sebenarnya, sengketa kedua negeri bukan hal baru. Namun, beberapa tahun belakangan ini pihak Rumania memandang dengan serius masalah yang ditimbulkan oleh imigran Magyar di Transylvania. Maka, Presiden Ceausescu menerapkan politik asimilasi. Para keturunan Magyar antara lain diharuskan berbaur dengan pribumi (demikianlah alasan penggusuran 7.000 Magyar dari sebuah perkampungan), dan mengganti nama dengan nama khas Rumania. Mereka yang menolak, tak bakal bisa punya paspor. Reaksi pertama, 15 ribu orang Magyar nekat pulang kampung. Bagi imigran asal Hungaria, pulang kampung bukan soal sulit. Berbeda dengan di negara-negara satelit Soviet lainnya, pemerintah Hungaria membuka lebar pintunya bagi si "anak hilang". Cuma satu risikonya, bila ini boleh disebut risiko: mereka tak diizinkan tinggal di Bukarest, ibu kota Rumania. Adapun demonstrasi pekan lalu -- merupakan aksi protes ketiga terhadap Presiden Ceausescu dalam tahun ini -- langsung ditanggapi oleh pihak Rumania. Semua staf diplomatik di Konsulat Jenderal Hungaria di Cluj-Napoca, Transylvania -- di sini imigran Magyar paling banyak -- diperintahkan angkat kaki. Presiden Ceausescu pun mengancam akan meninjau kembali fungsi Kedutaan Besar Hungaria di Bukarest, bila aksi protes berkepanjangan. "Mereka menunjukkan sikap antisosialisme dan anti-Rumania," katanya. Marahnya Rumania diakibatkan demo yang dilakukan oleh anggota organisasi tak resmi dan kelompok oposisi Hungaria, konon, direstui pemerintah. Bila ini tak menjadi sengketa militer, karena keduanya anggota Pakta Warsawa -- gerakan militer mesti mendapat izin Moskow. Ini memang bukan korsluiting pertama kali. Akhir 1984, Ceausescu pernah menutup konsulatnya di Debrecen, selatan Hungaria. Dia jengkel, karena sebuah koran resmi Hungaria memuat sebuah puisi sindiran terhadap dirinya, yang digambarkan sebagai rasialis sejati. Lalu, di akhir 1986, sebuah buku karangan menteri kebudayaan Hungaria berjudul Searah Transylvania terbit. Buku yang mencoba membuktikan bahwa bangsa Magyarlah yang pertama kali menghuni bumi Rumania, diresensi oleh berbagai media massa. Dari Rumania datang jawaban, bahwa suku Deces, cikal-bakal bangsa Rumania, sudah tinggal di Transylvania empat abad sebelum kelahiran Yesus. Di samping itu, tingkah Rumania terhadap imigran Magyar bisa jadi hanya semacam pukulan bola sodok. Sejak lama Rumania tak mau dikendalikan Kremlin. Ceausescu, kini 70 tahun, tampaknya ingin menjahili Gorbachev, 57 tahun, dengan cara mangganggu Hungaria, yang dekat dengan Soviet. Ketika gema glasnost dan perestroika meledak di Soviet, Rumania justru berupaya mempererat hubungan dengan RRC. Ceausescu bahkan sempat berkunjung ke Beijing, setelah saling tukar misi persahabatan. Gorbachev tahu itu. Maka, dalam kunjungannya di Beograd, Yugoslavia, belum lama berselang, dia. "Saya hanya mau berkunjung ke negara yang tak punya masalah suku bangsa," katanya. Dan sampai sekarang belum terbetik kabar, Gorbachev akan bertandang ke Rumania. Mungkin karena ia menghadapi persoalan yang hampir sama, sengketa Armenia-Azerbeijan memperebutkan Nagorno-Karabakh. Prg. & Sapta Adiguna (Paris)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini