Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Diaspora Palestina

Tanah air bangsa palestina harus dipikirkan dalam penyelesaian dimana tim-teng & semua pihak sepakat termasuk as, kecuali israel. orang-orang palestina hidup terpencar, menjadi minoritas di beberapa negara.

24 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERDAMAIAN Timur Tengah harus menyelesaikan masalah tanahair bagi bangsa Palestina. Ini nampaknya disepakati semua pihak, termasuk Amerika kecuali Israel. Padahal, bangsa Palestina - seperti halnya orang Yahudi di masa lampau tergusur dan berpindah ke segenap penjuru. Mereka kini berada dalam masa "Diaspora", bak terpencarnya bangsa Yahudi sejak terjatuhnya Babilonia. Dalam hanyak hal, orang Palestina melnang mirip bangsa Yahudi dalam 50 tahun terakhir abad ke-20 ini. Mereka hidup terpisah-pisah dan jadi minoritas di beberapa negara. Mereka dikagumi atau jadi bahan iri hati dalam lingkungan yang baru, atau dibenci. Mereka juga terikat oleh suatu kesetiaan kepada keyakinan bahwa suatu ketika mereka akan kembali ke negeri asalnya. Bedanya dengan orang Yahudi: kcyakinan mereka yang tebal itu --faktor kekuatan pendorong semangat mereka bukan konsep keagamaan macam Zionisme melainkan nasionalisme modern yaulg lahir dari rasa diperlakukan secara tak adil. Orang Palestina tak terdiri dari satu agauna, hingga cita-cita mereka adalah satu negeri yang sekuler. Orang Islam, Kristen, Marxis, campur dalam cita-cita itu. Dalam Dewan Nasional yang dibentuk oleh PLO misalnya ada Ibrahim Ayad, seorang pastur Katolik. Perkiraan kasar menyebutkan ada sekitar 1,2 juta orang Palestina yang tersebar di seluruh dunia, di samping kurang-lebih 1,5 juta yang masih tinggal di daerah yang kini dikuasai Israel. Ada yang jadi pengungsi dan tinggal di perkampungan pengungsi di Libanon. Suria, Yordania, Tepi Barat Sungai Yordan dan di Gaza. Jumlah mereka ini sekitar 500 ribu orang. Tapi yang tinggal di barak perkampungan itu kebanyakan wanita, anak-anak atau orang tua yang jompo Sebagian besar kaun prianya meninggalkan tempat itu dan bekerja untuk memberi makan keluarga. Kemudian ada sekelompok mayoritas yang terdidik haik dan jadi kader kepemimpinan atau angkatan kerja yang terlatih atau orang bisnis yang maju di Timur Tengah. Survai yang dilakukan Nabeel Shaath, kepala Pusat Pengembangan Manajemen Arab di Kairo, menunjukkan bahwa perbandingan orang Palestina yang punya keahlian tinggi dan jumlah para mahasiswanya lebih besar ketimbang bangsa Arab yang lain. Jumlah mahasiswa Palestina dipelbagai universitas kini mencapai 85.000, atau dua kali lipat dari keadaan 1974. Angka ini berimbang dengan prosentase di Israel. Pertumbuhan yang cepat ini karena adanya pengakuan terhadap PLO oleh banyak negeri mulai tahun 1974," kata Shaath. "Kini PLO memperoleh beasiswa untuk anak-anak Palestina. Dulu mereka harus membiayai sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus