BANYAK sekali perubahan yang terjadi sejak kepergian Mao:
penangkapan atas "Komplotan empat", rehabilitasi eng
Hsiao-ping, politik yang lebih pragmatis, pembangunan ekonomi,
modernisasi dan lain-lain lagi. Bahkan muncul spekulasi yang
berasal dari intelijen Taiwan bahwa lagu kebangsaan RRC pun akan
diganti.
Sejak minggu-minggu terakhir ini timbul isyu baru dari negara
tersebut: bahwa setelah kurang lebih sepuluh tahun tak punya
presiden, RRC sedang mempertilnbangkan untuk mengadakan kembali
kedudukan itu. Kabar dari daratan Cina yang dibawa keluar oleh
para pelancong dan laporan dari para wartawan yang berpangkalan
di Peking mengatakan, para pemimpin RRC sekarang ini sedang
sibuk memperdebatkan apakah kedudukan presiden istilah resminya
dahulu ketua RRC - akan dipulihkan kembali. Diskusi dan debat
itu konon dilakukan oleh seluruh aparat partai dari yang
tertinggi (politbiro) sampai yang terendah seperti kelompok
diskusi di pabrik-pabrik, jawatan pemerintah dan komune rakyat.
Lebih Terbuka
Pimpinan RRC telah sengaja membuka persoalan itu jadi isyu
nasional yang diperdebatkan oleh 900 juta manusia. Ini, katanya,
merupakan pemenuhan janji pemerintah untuk melakukan politik
yang lebih terbuka dan lebih demokratis, setelah suasana
ketertutupan dan kerahasiaan yang berlangsung lebih dari sepuluh
tahun lamanya.
Para peninjau di luar Cina sedang berusaha mengupas masalah
menarik ini. Misalnya pemimpin yang mana saja yang menginginkan
dihidupkannya kembali kedudukan Ketua RRC. Dan yang paling
penting dari padanya adalah: siapa yang pantas menduduki jabatan
itu.
Jawaban yang tepat atas pertanyaan di atas akan memperoleh
gambaran yang selama ini masih kabur atau merupakan teka-teki.
Umpamanya: bagaimana polarisasi politik, ideologi dan ambisi
pribadi tiap pemimpin sejak negeri itu ditinggal mati Mao dan
pengikisan terhadap golongan radikal.
Calon yang paling hanyak disebut menurut para pelancong yang
kembali dari daratan Cina, tentu saja Teng Hsiaoping. Orang yang
berumur 73 ini memainkan peranan penting dalam panggung politik
Peking, sejak rehabilitasinya yang kedua kali beberapa bulan
lalu.
Sebagai salah satu dari empat wakil ketua partai dan beberapa
wakil perdana menteri, Teng hanya dibawahkan oleh Hua Kuo-feng
(Ketua partai dan perdana menteri) dan Yeh Chien-ying (wakil
ketua partai dan menteri pertahanan).
Kedudukan presiden telah lama kosong sejak Liu Shao-chi dipecat
selama Revolusi Kebudayaan di tahun-tahun 60-an. Presiden
pertama adalah almarhum Mao sendiri. Ia menyerahkan kedudukannya
kepada Liu Shao-chi pada tahun 1958 seteLah kegagalan kampanye
Lompatan Jauh ke Muka untuk memajukan ekonomi menurut konsep
Maois. Tahun 1969, katanya Lin Piao sangat mendambakan kedudukan
itu. Ini tentu saja membuat Mao berang dan berakhir dengan
kematian Lin Piao.
Akibat Yang Peka
Sejak Kongres Partai Komunis Cina tahun 1975, secara resmi
kedudukan presiden dihapuskan baik dari konstitusi partai maupun
dari undang-undang dasar. Diadakannya kembali jabatan
kepresidenan yang sedang digodok sekarang ini tentu saja akan
membawa akibat yang agak sensitif. Misalnya saja timbulnya
kembali pertentangan yang ada sejak lama di kalangan mereka yang
menginginkan kedudukan tersebut. Soal lainnya yang akan timbul
bagaimana hubungan antara ketua partai, perdana menteri dan
presiden. Ini tentu saja harus diatur kembali dan juga berarti
harus ada perub ahan undang-undang dasar negara dan konstitusi
partai.
Sejak beberapa tahun ini kedudukan kepala negara sebagai sirnbol
dipegang oleh Ketua Kongres Rakyat Nasional. Kedudukan ini pun
sekarang kosong, sejak Marsekal Chu Teh meninggal tahun lalu.
Menurut berita yang berasal dari dinas rahasia Taiwan, isyu
presiden ini timbul untuk pertama kalinya bulan September lalu
dalam suatu rapat politbiro partai. Sekelompok anggota dalam
badan itu menurut sumber tadi, menyokong Teng Hsiao-ping. Dan
mereka mengusulkan agar kedudukan presiden diadakan kembali.
Presiden dipilih oleh Kongres Rakyat Nasional yang direncanakan
untuk bersidang daLam musim semi tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini