Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dinasti Gandhi Bangkit Lewat Sonia

Partai Kongres menang pemilu. India dipimpin perdana menteri keturunan Italia.

17 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wajahnya memang masih menyisakan garis Eropa. Tapi, mengenakan pakaian sari, Sonia Gandhi, 57 tahun, tak berbeda dengan perempuan India lainnya. Ibu dua anak, Rahul dan Priyanka, ini mudah menebar senyum dan juga pemalu. Tapi dialah yang memaksa politisi kawakan Partai Bharatiya Janata (BJP), Atal Behari Vajpayee, 79 tahun, mundur dari kursi perdana menteri. Vajpayee segera mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Abdul Kalam, Kamis pekan lalu, ketika hasil sementara pemilu diumumkan memenangkan Partai Kongres dan aliansi partai kiri dengan menyabet 272 mayoritas kursi parlemen. BJP dan aliansinya hanya meraih 187 kursi. Kemenangan Partai Kongres menghadapi mesin politik nasionalis Hindu, BJP, itu tak terduga. Wajar bila pendukungnya menari-nari di jalanan dan merayakan kemenangan dengan kembang api. Betapa tidak, sejak kematian mertua Sonia, Indira Gandhi, yang dibunuh pengawalnya pada 1984, dan diikuti kematian Rajiv Gandhi akibat bom bunuh diri pada 1991, Partai Kongres begitu amburadul. Padahal Partai Kongreslah yang mengawal kemerdekaan India pada 1947 bersama Jawaharlal Nehru, dan anaknya, Indira Gandhi, yang menguasai politik India selama empat dasawarsa. Partai Kongres kehilangan rohnya karena telanjur bergantung pada dinasti Gandhi. Pada saat yang sama, sentimen nasionalis Hindu muncul dan BJP mendapat momentum yang pas. Di bawah pemerintahan Vajpayee, India mereformasi ekonomi dengan mengadopsi ekonomi pasar, industrialisasi, teknologi tinggi, dan senjata nuklir, yang menjadikan India saingan kuat Cina di Asia. Dengan tema pembangunan ekonomi "Shining India", Vajpayee mengangankan pertumbuhan ekonomi 8 persen dan berhasil mendongkrak pendapatan per kapita dari US$ 370 menjadi US$ 480 dalam waktu empat tahun. Vajpayee pun sangat percaya diri dan menyelenggarakan pemilihan umum enam bulan lebih cepat. Namun pendapatan per kapita itu masih yang terendah di dunia. "Tak diragukan, ekonomi India sangat bagus, tapi hanya menguntungkan kelompok kaya dan kelompok kelas menengah perkotaan," kata Profesor Ashutosh Varshney, dosen ilmu politik Universitas Michigan. Sedangkan 80 persen petani miskin di pedesaan India tak tersentuh manfaat reformasi. Rakyat India masih bergelut dengan kelaparan, air bersih, dan prasarana fisik. Di situlah Sonia masuk. Dia menerobos desa miskin yang berisi 300 juta penduduk yang hanya mampu hidup kurang dari US$ 1 per hari. Kelompok Hindu nasionalis dan beberapa politisi BJP menghadang dengan mengobarkan sentimen nasional bahwa Sonia adalah keturunan asing dan beragama lain—di tengah mayoritas Hindu. "Memalukan jika orang asing memimpin negeri ini," kata Mahajan, salah seorang politisi BJP. Kampanye negatif yang gagal. Dengan merebut 143 kursi, Partai Kongres merupakan partai terbesar yang meraih kursi di parlemen. Sebagaimana tradisi politik India, ketua partai pemenang pemilulah yang menjabat perdana menteri. "Anggota Partai Kongres sangat senang melihat Sonia Gandhi sebagai perdana menteri," ujar pemimpin senior Partai Kongres, Ambika Soni. Sesungguhnya, kemenangan Sonia tak hanya untuk Partai Kongres, tapi juga bagi dinasti Nehru-Gandhi. Sonia lahir di Kota Orbassano, dekat Turin, Italia, dengan nama Sonia Maino. Ayahnya kontraktor bangunan dan dia tumbuh di lingkungan keluarga konservatif Katolik Roma sebelum pindah ke India sebagai calon pengantin berusia 21 tahun bagi ahli waris dinasti Nehru-Gandhi, Rajiv Gandhi, yang menjadi perdana menteri pada 1984. Sonia menjadi warga negara India pada 1983. Rajiv tersingkir dari kekuasaan pada 1989. Semula Sonia menolak tampil dalam politik, tapi kemudian ia mengambil alih Partai Kongres pada 1998 dan berperan dalam politik India. Para pengkritiknya menilai Sonia bergaya feodal dengan tradisi dinasti dan kurang memiliki kemampuan politik dan intelektual sebagai perdana menteri. Tapi pembelanya memujinya karena ia menyelamatkan partai dari kemerosotan dan ia pembela nilai-nilai sekuler dan rakyat miskin. Dalam satu wawancara, Sonia mengakui bahwa keturunan asing yang disandangnya bisa dijadikan alat untuk menyerangnya. Tapi ia tak pernah merasa rakyat India melihat dirinya sebagai orang asing. "Karena memang bukan. Saya orang India." Dari Kota Orbassano, melayanglah telegram ucapan selamat dari Wali Kota Carlo Marroni. Raihul Fadjri (Times of India, New York Times, Reuters, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus