Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekhawatiran membuncah dalam benak Jason Rezaian, 39 tahun. Bersama dua warga Amerika Serikat lainnya, Amir Hekmati dan Saeed Abedini, ia telah berada di dalam pesawat yang akan membawa mereka meninggalkan Iran. Namun istri dan ibunya, Yeganeh Salehi serta Mary, tak diketahui keberadaannya pada Sabtu malam dua pekan lalu itu.
Rezaian dan dua orang lain dalam pesawat milik Swiss itu bukanlah warga Amerika biasa. Mereka adalah tiga dari lima warga Amerika yang dibebaskan dalam program pertukaran tahanan dengan Iran. Warga Amerika keempat, Matthew Trevithick, telah meninggalkan Teheran dengan pesawat komersial biasa, sementara warga kelima, Nosratollah Khosravi-Roodsari, memilih menetap di Iran.
Hilangnya istri serta ibu Rezaian dapat menghancurkan kesepakatan pertukaran tahanan yang telah dibahas secara rahasia oleh delegasi kedua negara di Jenewa, Swiss, selama 14 bulan terakhir. "Tidak ada yang dapat menemukan mereka dan telepon mereka tidak diangkat," kata seorang pejabat Amerika yang terlibat dalam proses pertukaran tahanan itu kepada The New York Times, Senin pekan lalu.
Rupanya, sejumlah pejabat Iran menahan keduanya tanpa telepon di dua ruang terpisah di bandara Teheran. Kepada pejabat Amerika dan Swiss, yang memediasi kedua negara karena tak memiliki hubungan diplomatik, Iran menyatakan ada masalah hukum yang menghalangi kepergian istri dan ibu Rezaian dari negeri para mullah itu.
Dari Jenewa, Brett McGurk, ketua delegasi Amerika, marah besar. "Kami menolak keinginan Iran karena kesepakatan pertukaran tahanan termasuk membawa serta keluarga Rezaian." Ia segera mengontak Menteri Luar Negeri John Kerry untuk meminta bantuan.
Kerry saat itu tengah berada di Wina, Austria, untuk membahas kesepakatan akhir perundingan nuklir Teheran. Ia baru saja akan menyampaikan pernyataan kepada media saat kepala stafnya, Jon Finer, menerima telepon mengenai drama di Iran.
Kerry langsung menelepon Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, yang telah bekerja sama untuk menyukseskan kesepakatan perundingan nuklir Teheran. "Javad, tolonglah. Keluarga Rezaian adalah bagian dari kesepakatan," Kerry memohon.
Zarif, yang merupakan bagian dari pemerintahan reformis Presiden Hassan Rouhani, bersedia menolong dan langsung mengutus empat pejabat untuk membantu mengatasi masalah ini. Kerry baru dapat menghubungi Zarif beberapa jam kemudian untuk mengetahui hasil terakhir.
Rupanya, Zarif pun belum berhasil mengatasi kebuntuan itu. Baru beberapa jam setelah telepon terakhir Kerry kepada Zarif, sekitar tengah malam waktu Teheran, pejabat Amerika berhasil memperoleh surat jalan bagi keluarga Rezaian dari kejaksaan. Namun keberadaan Yegi--nama akrab Yeganeh--dan Mary belum diketahui.
Sekitar pukul 2 pagi Ahad waktu Jenewa, sejumlah pejabat Iran meminta McGurk mendatangi kamar hotel mereka. Saat itu mereka berkukuh bahwa "tukar guling" tahanan harus dilakukan tanpa menyertakan istri dan ibu Rezaian. McGurk mengancam, jika keduanya tidak segera ke bandara, seluruh kesepakatan batal.
"Kami mulai berpikir bahwa penyanderaan atas Mary dan Yegi memang disengaja untuk menghancurkan kesepakatan," ujar pejabat Amerika yang enggan disebutkan namanya.
Pukul 06.30 Ahad waktu Teheran, pejabat Amerika akhirnya dapat menemukan Mary. Ibunda Jason dan istrinya itu telah dibawa kembali ke hotel mereka. Pejabat Amerika langsung menghubungi pejabat Swiss untuk menjemput keduanya dan mengantar ke bandara.
Drama lagi-lagi terjadi. Setibanya di bandara, keluarga Rezaian kembali dipisahkan dari pejabat Swiss. Baru dua jam kemudian Duta Besar Swiss untuk Iran, Julio Haus, penjamin kesepakatan ini, mengontak delegasi Amerika di Jenewa. "Saya melihat mereka berlima, termasuk Yegi dan Mary, mendekati pesawat," tutur Haus.
Pesawat Swiss itu kemudian bertolak menuju Jenewa. Suasana haru dan bahagia menguar dari dalam kabin setelah ketegangan selama beberapa jam terakhir. Tepuk tangan membahana saat istri dan ibunda Rezaian menaiki pesawat. Amir Hekmati, bekas marinir asal Flint, Negara Bagian Michigan, menuturkan bahwa ketika pesawat mulai meninggalkan wilayah Iran, botol-botol sampanye dibuka dan cokelat disajikan kepada para tamu istimewa itu.
"Semua orang masih belum percaya. Bahkan hingga kini," kata pria 32 tahun itu kepada The Washington Post, Selasa pekan lalu.
Drama belasan jam sejak Sabtu hingga Ahad dua pekan lalu itu mengakhiri perjalanan berliku perundingan pertukaran tahanan antara Amerika dan Iran selama 14 bulan terakhir. Dan itu bukanlah drama yang pertama, meski menjadi yang terakhir.
Kesempatan untuk membahas perundingan pertukaran tahanan sejak 1979 terbuka saat perundingan program nuklir Iran bergulir pada 2014. Meski perundingan berjalan alot, harapan akan terjadinya kesepakatan terlihat jelas. Saat itulah Iran mulai menawarkan proposal pertukaran tahanan.
Gayung bersambut. Presiden Amerika Barack Obama diam-diam membentuk delegasi khusus menangani pertukaran tahanan, yang terpisah dari delegasi perundingan nuklir. McGurk, salah satu petinggi di Kementerian Luar Negeri Amerika, didapuk menjadi ketua negosiasi pada Oktober 2014. Ia dipilih karena pengalamannya sebagai negosiator andal menghadapi Iran, saat mewakili Amerika menangani Irak.
Dimediasi oleh Swiss, yang mewakili urusan Amerika di Iran, delegasi McGurk duduk bersama dengan koleganya dari Iran di Jenewa untuk pertama kali pada November 2014. Kedua pihak memastikan bahwa kesepakatan ini tak berkaitan dengan perundingan program nuklir Iran. Sebab, jika perundingan nuklir gagal di tengah jalan, perundingan ini tetap dapat berjalan.
Delegasi Amerika mengajukan sejumlah nama seperti Rezaian, yang ditahan sejak Juli 2014; Hekmati, yang ditangkap sejak Agustus 2011 saat menengok neneknya; dan Saeed Abedini, pendeta asal Idaho yang ditahan sejak 2012 karena menggelar peribadatan dari rumah ke rumah. Amerika juga mengajukan nama Nosratollah Khosravi-Roodsari, pengusaha yang kasusnya tak diketahui publik hingga dua pekan lalu.
Adapun Iran mengajukan 40 nama yang tidak saja ditahan oleh Amerika, tapi juga negara-negara lain. Tim McGurk menolak usul ini tapi menerima ide pertukaran tahanan. Robert Levinson, yang menghilang saat melakukan pekerjaan tak resmi untuk badan intelijen Amerika, CIA, di Pulau Kish pada 2007, juga tidak masuk daftar. Gedung Putih meyakini pria 67 tahun ini tak berada di Iran.
Lebih banyak perdebatan ketimbang kesepakatan dalam pertemuan kedua pihak yang berlangsung setiap bulan atau enam pekan sekali itu. Ketika kesepakatan nuklir Iran akhirnya diteken pada Juli 2015, momentum untuk mencapai persetujuan dirasakan oleh delegasi perundingan "tukar guling" tahanan.
"Tak dapat dimungkiri, keberhasilan perundingan program nuklir membuka pintu diplomatik untuk kemanusiaan yang selama ini terhambat," ucap Kerry kepada wartawan, Sabtu dua pekan lalu.
Delegasi Iran akhirnya setuju mengerucutkan daftar permintaannya menjadi 19 nama.
Tantangan kini dihadapi delegasi Amerika Serikat dari dalam negeri. Seperti dilaporkan The Huffington Post, Jaksa Agung Loretta E. Lynch dan Kementerian Hukum menolak mentah-mentah setiap usulan untuk membebaskan tahanan Iran yang mereka anggap telah diadili dengan benar dan terbukti bersalah. Menurut Lynch, Rezaian dan warga Amerika lain ditahan secara tidak adil. Ia berargumen mereka seharusnya dibebaskan tanpa harus ditukar dengan tahanan asal Iran.
"Siapa pun yang diinginkan Iran adalah orang yang terbukti bersalah. Mereka bukan begitu saja diciduk dari jalan," kata Chase Foster, bekas pejabat Kementerian Luar Negeri Amerika untuk urusan Iran, kepada HuffPost, November lalu. Foster mundur dari pemerintahan karena kecewa atas kebijakan Obama tahun lalu.
Keputusan akhirnya diambil Presiden Obama. Ia menegaskan tidak ada pembebasan tahanan Iran yang didakwa dengan pasal teror. Namun ia mengatakan kepada anak buahnya bahwa untuk dapat membebaskan Rezaian dan kawan-kawan Amerika harus berkompromi. Ia memutuskan tahanan Iran yang bisa dibebaskan adalah yang terkait sanksi karena program nuklir. Bila sanksi dicabut, pembebasan mereka bukan masalah lagi.
Lynch kemudian memeriksa ke-19 nama yang diajukan Iran, dan bersedia membebaskan seorang warga Iran dan enam warga Iran-Amerika. Mereka adalah Nader Modanlou, Baharam Mechanic, Khosrow Afghahi, Arash Ghahreman, Tooraj Faridi, Nima Golestaneh, dan Ali Saboonchi. Selain keenam tahanan, Nima Golestaneh, 30 tahun, satu-satunya yang didakwa meretas data perusahaan di Vermont.
Saat Kerry bertemu dengan Zarif pada 29 Oktober dalam perundingan tentang Suriah, kesepakatan antara kedua negara mengenai "tukar guling" tahanan memasuki tahap akhir. Lagi-lagi ketegangan belum mau berakhir. Iran menangkap Siamak Namazi, warga Amerika. Ia kemudian tidak dimasukkan daftar nama yang dibebaskan.
Beberapa pekan kemudian giliran delegasi Iran yang menghadapi tantangan dari dalam negeri. Dalam pertemuan terakhir di sebuah hotel di Jenewa, delegasi Iran tiba-tiba mengajukan ulang proposal nama di awal perundingan, yang sudah ditolak mentah-mentah oleh Amerika. "Kita sudah membahas soal ini," tutur McGurk, keberatan.
Delegasi Iran bertahan. Aksi mereka dipicu perseteruan di Teheran antara kelompok konservatif yang diwakili aparat keamanan dan kelompok reformis yang diwakili pemerintah. Kelompok konservatif memilih membatalkan seluruh perundingan dengan Amerika. Perundingan yang telah berlangsung selama setahun terakhir pun bubar.
Berkat Kerry dan Zarif, perundingan ini dapat diselamatkan. Seperti dilaporkan The New York Times, meski pemimpin spiritual tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei melarang pertemuan dengan Amerika selain membahas masalah Suriah, Zarif memanfaatkan pertemuan pada Desember lalu untuk membahas pertukaran tahanan dengan Kerry.
Sejumlah aral terus menghadang niat baik kedua diplomat ini. Pada bulan yang sama, Iran menangkap Matthew Trevithick, 30 tahun, warga Amerika yang sedang belajar bahasa Persi di Teheran. Delegasi Amerika memutuskan tidak memasukkan nama Trevithick ke daftar karena khawatir Iran akan menuntut lebih banyak warganya yang dibebaskan.
Selasa tiga pekan lalu, saat perundingan nuklir dan "tukar guling" tahanan mencapai tahap akhir, dua kapal patroli Angkatan Laut Amerika terseret ke pantai Iran. Sepuluh pelaut Amerika ditahan. "Ini adalah badai yang sempurna," keluh para pejabat Amerika yang menangani kedua perundingan. Washington mengancam Obama tak akan menarik sanksi ekonomi jika para pelaut itu tidak dibebaskan. Keesokan harinya mereka bebas.
Sinyal positif dari Iran membuat Kementerian Luar Negeri mulai menghubungi keluarga warga Amerika yang masuk daftar nama pertukaran tahanan. Teheran kembali memberikan isyarat positif dengan membebaskan Trevithick bersama keempat warga Amerika lainnya. Sebagai gantinya, selain membebaskan tujuh tahanan, Washington juga menghapus nota pencarian Interpol dan dakwaan terhadap 14 warga Iran.
Masih ada juga ujian kesabaran bagi kedua pihak. Kementerian Keuangan Amerika berencana mengumumkan sanksi baru terhadap Iran atas uji coba rudal balistik Teheran pada Rabu tiga pekan lalu. Kerry menyampaikan soal ini kepada Zarif. "Jika kalian mengumumkan sebelum pertukaran tahanan terjadi, kesepakatan ini dapat terhenti," Zarif mengingatkan.
Washington pun sepakat menunda pengumuman sanksi hingga para tahanan keluar dari teritori Iran. Namun libur tahun baru membuat masalah baru bagi Gedung Putih. Akibat masalah teknis, pemberitahuan pengumuman sanksi pada Rabu tetap terkirim ke parlemen yang didominasi Republik, oposan Obama.
Anggota parlemen dari kedua partai, Republik maupun Demokrat, partai pengusung Obama, sama-sama mengecam pemerintah karena menunda pengumuman sanksi. Ketua parlemen, Paul Ryan, menuding Presiden takut menghadapi Iran. Obama, yang menuai kecaman, tidak dapat menjelaskan alasan penundaan untuk menghindari batalnya kesepakatan pertukaran tahanan.
Setelah semua drama itu, Obama akhirnya menelepon langsung kerabat para tahanan dan meminta mereka segera bertolak ke Jerman. Di sana para bekas tahanan akan menjalani perawatan di rumah sakit militer, sebelum kembali ke Amerika. Dalam perjalanan menuju Bandara Detroit Metropolitan, Sarah Hekmati memperoleh telepon mengejutkan. Adiknya yang berbicara langsung. "Apakah saya bicara dengan pria bebas?" tanya kakaknya. "Ya," Hekmati menjawab.
Sita Planasari Aquadini (The Washington Post, The Huffington Post, The New York Times, CNBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo