Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Dukacita dari Madrid

Sepuluh bom mengoyak Madrid. Ribuan manusia terluka, 199 nyawa melayang. Inilah teror bom terburuk setelah New York 2001, dan Bali 2002—dan yang mencatatkan Eropa sebagai landmark baru terorisme internasional. Tuduhan mengarah pada jaringan ETA dan Al-Qaidah.

15 Maret 2004 | 00.00 WIB

Dukacita dari Madrid
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Seperti irama cante (musik), baile (tarian), dan guitarra (gitar)yang bersusulan dalam rentak flamenco yang mengguncang emosi, gemuruh dahsyat itu meledakkan irama-irama mematikan secara bergelombang, susul-menyusul dalam hitungan menit pada Kamis pagi, 11 Maret. Madrid adalah panggungnya kali ini—bukan untuk pertunjukan flamenco, tentu saja. Ini pergelaran akbar terbaru dari lakon terorisme internasional yang mengambil tempat di tiga stasiun kereta api di ibu negeri Kerajaan Spanyol. Jauh melebihi emosi, inilah "pentas" yang menguras ratusan nyawa manusia.

Ledakan pertama terjadi pada pukul 06.39 di Stasiun Athoca, di jantung Kota Madrid. Mayat bergelimpangan, tubuh tercabik-cabik. Darah muncrat di mana-mana. Potongan tangan atau kaki terlempar atau terjepit di rongsokan besi kereta. Tubuh-tubuh penuh luka terbangun, merangkak perlahan seakan tersihir menjadi zombie. "Orang-orang bergeletakan di tanah, darah berlumuran di tubuh dan muka mereka. Saya melihat semua barang terlempar ke udara," ujar Juani Fernandez, 50 tahun, seorang saksi mata.

Selang dua menit, letusan kembali membahana dan memboyakkan Stasiun El Pozo. Asap tebal membungkus raungan, dibarengi tangis manusia yang kesakitan serta tercekam oleh rasa panik. Sesaat kemudian, blaaaarrr!! Guncangan ketiga membongkar rel-rel di Stasiun Santa Eugenia. Tiga lokasi. Sepuluh bom bersusulan dalam hitungan menit. Dan hasilnya betul-betul tokcer: 199 nyawa melayang hingga laporan ini ditulis. Dan lebih dari 1.500 manusia terluka.

Sirene ambulans dan mobil polisi memekakkan telinga. Deru helikopter yang wira-wiri di udara kian membungkus Madrid dalam suasana mencekam. Orang berlarian dengan panik sembari mengangkuti korban. Puluhan tubuh jatuh tak bergerak, atau terus berkelojotan. Bahkan ada mayat yang masih menggenggam telepon yang tak henti berdering. Dari Spanyol—yang terletak di Eropa Barat—dampak teror bom ini merangsek dengan ganas ke seluruh daratan Eropa.

Stasiun-stasiun kereta api di Jerman, Belanda, Italia, Prancis serta-merta memperketat langkah-langkah pengamanan. Para penumpang dengan sabar melalui deteksi tambahan di pintu-pintu masuk stasiun sembari menonton siaran langsung dari lokasi pengeboman di Madrid. Di Spanyol, yang tengah di ambang pemilu itu, perkabungan nasional berlangsung selama tiga hari. Dukacita, la tristeza, tiba-tiba menyaput Madrid yang dikenal sebagai pojok dunia yang riang dan dinamis.

Spanyol—Eropa dalam skala lebih luas—sejatinya tak bebas sama sekali dari teror dan bom. Tapi skalanya tidak sehebat pada tragedi 11 Maret lalu. Sayap ekstrem kiri di Jerman gencar melakukan teror pada tahun 1970-an. Atau kelompok militan neo-fasis di Italia. Demikian pula kelompok pro-kemerdekaan Irlandia (IRA) di Irlandia Utara dan Inggris. Bahkan serangan bom melenyapkan 39 nyawa di kereta bawah tanah Moskow beberapa waktu silam. Awal Maret ini, media massa Prancis juga mengungkap aksi kelompok teroris yang mengancam akan meledakkan bom di jaringan kereta api nasional Prancis.

Tetapi semuanya itu tak sebanding dengan tragedi Madrid. Inilah insiden terburuk di Eropa sejak peristiwa ledakan Pan Am di atas Lockerbie, Irlandia, yang menewaskan 274 orang. Banyak yang menjuluki peristiwa ini sebagai "11 September"-nya Eropa. Bagi Spanyol sendiri, inilah peristiwa paling berdarah sejak perang sipil berakhir di negeri itu pada 65 tahun silam.

Lalu, siapa biang kerok teror berdarah ini? Sungguh puyeng pemerintah Spanyol mencari jawaban yang tengah dinantikan dengan penuh amarah oleh seluruh anak negerinya. Dua nama sudah disebut: Euskadi Ta Azkatasuna (ETA, Tanah Air dan Kebebasan Basque) dan Al-Qaidah. Tapi ETA mendapat kehormatan sebagai tertuduh utama. "Seluruh bukti obyektif yang kami miliki, seperti peledak yang digunakan dan cara mereka bekerja, mengarah pada ETA," ujar Menteri Luar Negeri Ana Palacio kepada radio Europe 1. Palacio menyodorkan beberapa indikasi.

Pada Natal lalu, aparat keamanan menahan dua tersangka anggota ETA yang membawa tas punggung penuh bahan peledak. Tipe peledak yang mereka bawa sama dengan peledak yang digunakan di stasiun pada pekan lalu. Sepuluh hari sebelum insiden 11 Maret, aparat menahan satu mobil van berisi 500 kilogram peledak dan sebuah peta bagian Kota Madrid tempat ledakan terjadi.

Tapi Arnaldo Ortegi, pemimpin Batasuna, sayap politik ETA yang sudah dilarang pemerintah, menepis tuduhan itu. Dia balik menuduh kelompok teroris Islam di belakang tragedi Madrid. "Kami ingin menunjukkan solidaritas sepenuhnya kepada seluruh korban dan keluarga mereka," ujarnya. Bermarkas di Provinsi Basque, ETA didirikan pada 1959 oleh para mahasiswa dan kelompok kiri yang menentang kediktatoran Jenderal Francisco Franco atas Spanyol.

Tujuan perjuangan (lihat, Perjalanan Berlumur Darah) ETA adalah mendirikan negara merdeka Basque. Selama 30 tahun terakhir, sekitar 800 nyawa sudah mereka cabut. Dan Basque belum menjadi negara merdeka—hanya provinsi dengan status otonomi. Di bawah Perdana Menteri Jose Maria Aznar, ETA dikerdilkan dengan aneka cara: dengan penangkapan para pemimpin, operator, sampai pendukungnya. Juga pembredelan sayap politik ETA, Euskal Herritarok (kini Batasuna).

Tuduhan kepada ETA bisa diperdebatkan bila melihat satu detail ini: target pengeboman ETA pada umumnya adalah para tokoh politik dan militer. Kendati, pada 1987, kelompok ini pernah meledakkan sebuah pasar swalayan di Spanyol dengan korban 21 nyawa.

Al-Qaidah, kelompok teroris pimpinan Usamah bin Ladin—yang diyakini punya jaringan di Spanyol—muncul sebagai tersangka alternatif. Tak lama setelah insiden, koran berbahasa Arab di London, Al-Quds al-Arabi, menerima klaim Al-Qaidah yang mengaku bertanggung jawab atas serangan Madrid. "Brigade Abu Hafs al-Masri dengan atas nama Al-Qaidah telah menerobos salah satu pilar sekutu pasukan salib, yakni Spanyol," demikian bunyi e-mail yang diterima koran itu. Di bagian lain surat elektronik itu tertulis: "Ini bagian dari tebusan utang lama Spanyol dan sekutu Amerikanya dalam perang melawan Islam."

Spanyol memang sekutu utama Amerika—selain Inggris—dalam invasi ke Irak maupun dalam memerangi terorisme internasional. Toh, Madrid tetap belum percaya bahwa ini ulah Al-Qaidah. "Masih belum terbukti bahwa klaim pertanggungjawaban tersebut autentik," ujar seorang pejabat di kantor Perdana Menteri Spanyol. Washington sepakat dalam hal ini. Intelijen Amerika menganggap Brigade al-Masri tak memiliki kemampuan sehebat itu. Meski demikian, intelijen Amerika menganggap ada kesamaan antara serangan Madrid dan serangan Al-Qaidah: pemilihan beberapa target dalam waktu sama.

Sembari dalang teror ini dicari, korban terus bertambah. Rumah-rumah sakit di Madrid penuh sesak, petugas medis dan dokter begadang di tengah raungan tangis manusia yang mencari sanak-kerabatnya yang hilang atau mati. "Saya mencari istri saya," ujar Alberto Rendon, yang menelusuri sebuah rumah sakit di Madrid.

Bom-bom sudah meledak, namun rasa sakit yang sesungguhnya baru dimulai. Seperti yang ditulis dalam surat Gabriel Ossa dari Andalusia kepada dunia: "Hari ini, siapa pun, di belahan bumi mana pun, hendaknya menyesapkan hikmah dari tragedi dan kematian ini, la tragedia y la muerte."

Purwani Diyah Prabandari & HYK (BBC, The Economist, La Prensa, FT.com) R. Fadjri (BBC News)


Empat Menit, Ratusan Nyawa

Tahun demi tahun, dunia yang tua ini makin ”terbiasa” dengan adegan-adegan kolosal dari terorisme internasional yang melahirkan kematian, balas dendam, perang, dan kematian lagi. Spanyol, pada 11 Maret lalu, masuk daftar ”tiga besar” korban teror bom berskala mondial, setelah New York pada September 2001 dan Bali pada Oktober 2002.

Ada sepuluh bom yang meledakkan empat kereta di tiga stasiun di Madrid ketika kesibukan kota mulai bergerak selepas pukul enam pagi.

Babak I

06.00
Kereta bernomor C2/17305 berangkat dari Alcala de Henares—12 kilometer di sebelah timur Madrid—menuju Madrid.

06.39
Bom meledak di gerbong 3, 4, dan 5. Ada 34 orang yang meninggal.

Babak II

06.05
Kereta bernomor C1/2143 meluncur dari Alcala de Henares ke Madrid.

06.40
Empat bom meledakkan kereta ini, sekitar 500 meter di luar Stasiun Atocha, merenggut 62 nyawa.

Babak III

06.10
Kereta bertingkat (double-decker train) dengan nomor C1/21435 bergerak ke Madrid.

06.41
Bom meledak saat kereta ini berada di Stasiun El Pozo, mencabut kurang-lebih 70 nyawa. Babak IV

06.15
Kereta dengan nomor identitas C7/21713 meninggalkan Guadalajara, melewati Alcala de Henares, menuju Madrid.

06.42
Kereta keempat ini meledak di Stasiun Eugenia, menewaskan 17 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus