Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Bila Surga Jadi Rebutan

Malaysia akan menggelar pemilu pertama selepas Mahathir Mohamad. Agama versus sekularisme menjadi salah satu isu lama yang tetap "seksi" untuk berebut pemilih. Bagaimana peluang Abdullah Badawi?

15 Maret 2004 | 00.00 WIB

Bila Surga Jadi Rebutan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ketika rasa berang itu sudah terlalu menyesakkan hatinya, berhamburanlah kata-kata ini dari mulut Tan Sri Abdul Rashid Abdul Rahman: "Kok, bisa-bisanya mereka menetapkan bahwa yang bakal masuk surga adalah orang-orang yang memilih (partai—Red.) mereka? Ini tidak masuk akal!" Abdul Rashid, Ketua Komisi Pemilihan Umum Malaysia, tak mengeja satu pun nama partai tatkala dia menguarkan amarahnya. Tapi dengan cepat orang mafhum, Partai Islam Se-Malaysia (PAS)-lah yang dia maksud. Rasa berang Abdul Rashid itu berkaitan dengan fatwa "masuk surga dan neraka bila memilih partai tertentu"—yang menurut hemat Abdul amat menyesatkan para pemilih.

Memang, hampir setiap saat PAS menggaungkan syariat Islam dalam aneka program politiknya. Juga dalam pekan-pekan menjelang 21 Maret: masa kampanye pemilu di Malaysia. Urusan "surga-neraka" ditampilkan sebagai jualan yang laris—dan murah, tentu saja—untuk memikat kontestan. Disebut-sebut, PAS-lah yang mencetuskan fatwa tersebut: untuk yang memilih PAS, ganjarannya surga—di luar itu, neraka menanti! Menilik landasan Islam di Kerajaan Malaysia, fatwa itu tergolong cerdik. Tapi Sekretaris Jenderal PAS, Nasharuddin Mat Isa, membantah dengan berang tudingan itu: "Silakan Anda cek rekaman-rekaman video (kampanye—Red.) kami. Tak pernah kami menjanjikan hal semacam itu."

Pemilu kali ini kembali menjadi latar duel antara juara bertahan Barisan Nasional—koalisi 14 partai Melayu, Cina, India, dengan United Malays National Organisation (UMNO) sebagai tulang punggungnya—dan kelompok oposisi (dikenal dengan Barisan Alternatif) yang terdiri atas PAS, Partai Keadilan, serta beberapa partai lain.

Baik secara halus maupun terang-terangan, agama tampil sebagai salah satu isu pemikat kontestan, dari "negeri Islam" versi PAS hingga "Malaysia baru" di bawah Abdullah Badawi. Harap diingat, berbeda dengan pendahulunya, Mahathir Mohamad, yang dianggap terlalu sekuler, Badawi memiliki latar belakang yang lebih cocok untuk memikat pemilih garis keras: perdana menteri ini dikenal taat menjalankan syariat Islam dan berasal dari keluarga ulama terpandang di Penang.

Inilah pemilu pertama yang bakal dihadapi Badawi setelah memimpin Malaysia—ia menduduki kursi perdana menteri pada Oktober lalu. Badawi menyaksikan kekalahan Barisan Nasional mempertahankan Kelantan dan Terengganu pada 1990 dan 1999, tatkala kedua daerah itu jatuh ke tangan PAS. Alhasil, dalam pemilu ini, Badawi bersama koalisi pendukungnya, Barisan Nasional, bertekad memperkukuh kedudukan mereka, syukur-syukur bisa merebutnya kembali. Bagaimana peluangnya?

Tidak mudah. Tapi Badawi tak berdiam diri. Barisan Nasional memasang calon anggota parlemen andalan di negeri-negeri yang diperkirakan bakal dikuasai PAS. Mereka adalah "orang lama" yang dititahkan lagi untuk merebut suara: Datuk Shahrir Samad di Johor, Datuk Radzi Sheikh Ahmad di Perlis, Datuk Abdul Rahman Bakar di Terengganu, dan Datuk Affifuddin Omar untuk negeri Kedah.

Pertempuran bakal seru karena Abdul Rahman akan berhadapan dengan Presiden PAS sekaligus Menteri Besar Terengganu, Abdul Hadi Awang. Bekas anggota parlemen ini pernah mengalahkan Abdul Hadi pada pemilu 1986. Sedangkan Radzi pernah menjadi Wakil Menteri Dalam Negeri dan saat ini masih menjabat Ketua UMNO Kangar, Perlis. Affifuddin diunggulkan menang di Kedah karena pernah menjadi Wakil Menteri Keuangan.

Masih ada lagi. Barisan Nasional memasang harga tinggi buat Datuk Mustapa Mohamed di Kelantan. Mereka berharap sosok Nik Aziz yang sudah renta segera lengser dari kekuasaan, dan terbukalah peluang besar menginfiltrasi negeri percontohan PAS itu. Selain birokrat, kebanyakan calon dari Barisan Nasional pun tergolong ahli agama. Ini demi menepis tudingan bahwa koalisi partai yang kini memerintah Malaysia itu berisi orang-orang sekuler.

Di luar Kelantan dan Terengganu, boleh dikatakan Barisan Nasional bisa memetik kemenangan sembari merem. "Itu karena rakyat lebih suka cara pandang Islam ala UMNO, yang lebih terbuka, daripada PAS," kata pengamat politik Chandra Muzaffar. Tak mengherankan jika pada pemilu 1999 Barisan Nasional memborong 148 dari total 192 kursi parlemen. Sekarang total kursi yang diperebutkan meningkat menjadi 217.

Sebaliknya, PAS pun sudah menanam niat dalam-dalam untuk mengincar negara bagian ketiga: Kedah. Inilah kampung halaman Mahathir—sehingga Barisan Nasional bakal mempertahankannya dengan segala daya upaya. Bila Kedah sampai jatuh, betapa keras tamparan yang akan diperoleh Kuala Lumpur. Perang mental sudah dilontarkan oleh para pemimpin PAS. "Kami akan mengajak UMNO bersama-sama memandu pemerintahan di Malaysia bila PAS memenangi pemilu ini," ujar Ketua PAS Abdul Hadi Awang saat meresmikan Klub Suporter PAS di Kuala Lumpur, pekan silam.

Dan isu agama kembali mereka lantunkan kepada publik Malaysia: Syed Azman, Ketua Biro Internasional PAS, misalnya, mengkritik Abdullah Badawi dengan cara begini: "Dia dan partainya mengaku memperjuangkan Islam, tapi tindak-tanduknya tetap saja sekuler." Dengan keyakinan penuh, Azman menduga "dagangan" Barisan Nasional soal Islam tak bakalan laku di Kelantan dan Terengganu. Apalagi PAS punya target menambah kemenangan pula di Perlis—selain merangkul Kedah. Sokongan diharapkan datang dari pemilih Melayu muslim, yang jumlahnya mencapai 60 persen lebih.

Saat ini PAS memang hanya memimpin di 2 dari 13 negeri yang ada di Malaysia: Kelantan dan Terengganu. Tapi akan berat bagi Barisan Nasional buat menggangsir dukungan di Kelantan, yang dikuasai PAS sejak 1990. Selain populasi mayoritas Melayu muslim (sekitar 85 persen), di sana juga berdiam figur yang "amat ditakuti" oleh Barisan Nasional. Dialah Menteri Besar Nik Aziz Nik Mat, yang dinilai amat terpuji, bersahaja, dan Islami. Di sela padatnya jadwal birokrasi administrasi, sesepuh PAS ini masih rutin berdakwah di pondok-pondok pesantren. Dia enggan menempati rumah dinas menteri besar, agar rakyat bisa sekehendak hati bertemu dengannya. "Negara juga tak perlu membayar penjaga keamanan, tukang kebun, tukang masak, dan biaya siluman lainnya," katanya ketika itu.

Sementara itu, Terengganu punya pengalaman politik yang sedikit berbeda. Pada 1999, PAS bisa menang di sana karena ada peristiwa "black eye"-nya Anwar Ibrahim—matanya lebam karena dipukuli sipir penjara. Bagaimanapun, Anwar sempat "indekos" di UMNO, bahkan menjadi wakil Perdana Menteri Mahathir. Nah, jaringan UMNO yang bersimpati kepada Anwar melego suaranya ke partai oposisi. "Peluang PAS menang di pemilu mendatang hanya 50 persen," ujar Chandra Muzaffar.

Tanpa Anwar Ibrahim sebagai "dagangan" dan tanpa Mahathir Mohamad di pucuk kekuasaan, siapa tahu peta pengaruh masih berubah pada saat yang tak terduga.

Rommy Fibri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus