Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi penyelidikan kerajaan Malaysia (RCI) telah mengusulkan penyelidikan pidana terhadap mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad atas keputusan untuk membatalkan klaim terhadap dua pulau kecil di Selat Singapura. Laporan ini dipresentasikan di parlemen pada Kamis 5 Desember 2024 seperti dilansir Reuters.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perdana Menteri saat ini, Anwar Ibrahim, sebelumnya menyerukan peninjauan kembali keputusan pemerintah pada 2018, yang dibuat ketika Mahathir masih menjabat. Keputusan Mahathir membuat Malaysia membatalkan permohonannya untuk menentang keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2008 yang menyatakan bahwa Singapura memiliki kedaulatan atas pulau kecil Pedra Branca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2017, Malaysia berupaya agar keputusan tersebut dibatalkan, dan meminta klarifikasi dari ICJ mengenai status pulau kecil lainnya, South Ledge (Karang Selatan), menurut laporan RCI yang tidak diklasifikasikan.
Kedua permohonan tersebut ditarik setahun kemudian, ketika Mahathir menjalani masa jabatan keduanya sebagai perdana menteri.
Laporan tersebut, yang telah disunting sebagian, merekomendasikan agar Mahathir yang berusia 99 tahun diselidiki atas tuduhan kecurangan dan kerugian yang tidak wajar atas klaim yang dibatalkan, dengan alasan tanggung jawabnya sebagai perdana menteri untuk melindungi dan membela kepentingan dan kedaulatan Malaysia.
Kantor Mahathir tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Berdasarkan hukum pidana, pelanggaran tersebut dapat dijatuhi hukuman penjara hingga tujuh tahun, denda, atau keduanya, jika terbukti bersalah.
Laporan tersebut, yang dilihat oleh Reuters, juga merekomendasikan agar Mahathir menghadapi tindakan sipil atas kasus tersebut.
Pada 2008, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa Pedra Branca milik Singapura sementara Middle Rocks milik Malaysia. Diputuskan juga bahwa South Ledge (Karang Selatan) adalah milik negara di wilayah perairan dimana ia berada.
Malaysia pada Januari lalu meluncurkan komisi penyelidikan kerajaan untuk mempelajari penanganan kasus-kasus yang melibatkan pulau-pulau kecil di Selat Singapura serta Middle Rocks.
Kementerian Luar Negeri Singapura mengatakan pada Januari bahwa komisi penyelidikan kerajaan adalah “masalah internal Malaysia”.
“Kami tidak melihat hal ini mempengaruhi hubungan bilateral yang baik antara Singapura dan Malaysia,” tambah juru bicara Kemlu Singapura.
Sebelumnya, Kemlu Singapura mengatakan negaranya siap “dengan kuat mempertahankan” kedaulatannya atas Pedra Branca.
“Setelah keputusan Pengadilan, baik Singapura dan Malaysia mengumumkan secara terbuka bahwa mereka akan menerima dan mematuhi keputusan Pengadilan yang bersifat final,” katanya pada 2022.
“Pada 2017, Malaysia mengajukan permohonan revisi dan permintaan interpretasi terhadap keputusan Mahkamah tahun 2008, yang kemudian ditarik kembali oleh Malaysia pada 2018.
“Berdasarkan Statuta Mahkamah, permohonan revisi tidak dapat diajukan setelah lewat waktu 10 tahun sejak tanggal putusan Mahkamah tahun 2008, yaitu Mei 2018.”
Pilihan Editor: Singapura - Malaysia Konflik Perbatasan Laut, Soal Apa?