"TEMBAK di tempat!". Perintah itu pekan lalu dikeluarkan buat membereskan Kolonel Honasan. Begitulah seorang jagoan berubah status jadi buron, seorang hero jadi pengkhianat. Riwayat Gregorio Honasan, 39 tahun -- kini buah bibir di Filipina -- akhirnya jatuh dan mungkin padam, setelah pernah meloncer terang. Ia memang seperti kembang api pesta kemenangan. Gregorio adalah seorang tokoh muda yang berada pada barisan pembaru militer Filipina. Sosoknya, berbaju tempur, tampil pertama kali di saat klimaks "Revolusi Februari" setahun yang lalu: ia mengawal rapat Menteri Pertahanan (waktu itu) Enrile, selama detik-detik gawat pembangkangan terhadap Presiden Marcos. Siapa dia sebenarnya? Ia memang cepat menarik perhatian dan mungkin suka jadi perhatian: ganteng, ramping, atletis. Kumisnya, yang berjajar rapi di atas bibirnya yang tipis, sering tampak menghias wajahnya yang seklimis remaja. Ia seharusnya lebih cocok jadi bintang iklan ketimbang perwira AD. Tapi Honasan berasal dari keluarga militer. Ayahnya -- juga seorang tentara -- bahkan satu angkatan dengan Menhan Letjen (pur.) Rafael M. Ileto di Akademi Militer Filipina. Jejak sang ayah diikuti Honasan, yang menikah dengan Jane, dan berputra empat orang. Di tahun 1971, Honasan lulus dari almamater sang ayah dengan cemerlang. Atas dasar itu, ia dapat kesempatan melanjutkan pendidikan militer Rangers di AS, sebelum dikirim ke dalam perang di Mindanao, 1972-1975. Ketika itu, Marcos hendak melakukan sapu bersih terhadap gerakan separatis muslim di Filipina Selatan. Dari medan pertempuran itu, Honasan (yang juga berjulukan "Grino") mulai terkenal: ia prajurit yang berani atau ugal-ugalan. Ia sering terjun payung dengan ular kobra piaraannya -- diberi nama Tiffany -- yang dililitkah ke lehernya. Satu kebiasaannya yang lain: memotong kuping gerilyawan yang baru dibunuhnya. Telinga itu kemudian dikumpulkan sebagai cendera mata, untuk mengenang berapa korban yang pernah dihabisinya. Daun telinga yang sudah kering itu diuntainya jadi kalung. Karena peri lakunya itu, Honasan pernah dikecam oleh organisasi perlindungan hak-hak manusia. Tapi setiap jagoan, betapapun ganas, punya banyak pengagum. Sepulang dan medan perang, Gregorio dianugerahi medali penghargaan untuk keberanian. Itu pula yang membuat Enrile -- saat itu masih menteri pertahanan -- jatuh hati pada anak muda ini. Setelah tugasnya di Mindanao Honasan diserahi jabatan komandan satuan pengawal di Kementerian Pertahanan. Di zaman Marcos, banyak tentara yang terlibat dalam pcrmainan politik. Honasan tak puas. Ia ingin pembaruan: mengembalikan fungsi militer sebagai tentara yang betul-betul "profesional". Atas prakarsanya, lahir gerakan pembaru dalam tubuh militer, di bawah nama RAM (Reform the AFP Movement), terdiri dari sekitar 1.000 perwira menengah lulusan Akademi Militer rahun 1971-1984. Misinya: "Menghapuskan kebusukan dan meningkatkan semangat disiplin". Namun, untuk itu, RAM akhirnya harus memasuki kancah politik. Mereka tak puas melihat langkah Marcos yang dinilai mengobrak-abrik AFP hanya untuk kepentingan pribadi. Sementara itu, gerilya komunis NPA semakin merajalela. Gemas untuk melindas pasukan komunis ini, orang-orang RAM akhirnya hanya melihat satu jalan: mendongkel Marcos. Sebagai tokoh RAM, Honasan kerap kali membuat rencana yang bersifat "operasi rahasia". Ia juga menyusun jaringan intelijen sendiri, terpisah dari intelijen AFP yang waktu itu dikuasai orang kepercayaan Marcos, Jenderal Fabian Ver. Sebuah cerita yang beredar di Manila mengisahkan, bahkan Honasan dan kawan-kawannya pernah merencanakan menangkap Marcos dan Imelda di Istana Malacanang. Tapi reputasi RAM sebagai kelompok perwira muda yang "revolusioner" mulai tersebar dengan diam-diam. Apalagi Ramos (waktu itu wakil kepala staf AB) dan Menteri Enrile sempat bergabung dengan kelompok itu, ketika membangkang dan akhirnya ikut menumbangkan Marcos. Marcos tumbang, digantikan oleh Cory Aquino. Peralihan kekuasaan ini, dalam perjalanannya, malah membuat frustrasi Honasan. Ia tak puas atas sikap Cory yang tak tegas dan keras menghadapi komunis. Yang terutama membuat jengkel ialah waktu Cory memberi amnesti kepada pemberontak komunis yang menyerah. Si komunis malah dapat tanah. Di sisi lain, perbaikan kesejahteraan prajurit hampir tak berhasil. Kesimpulannya: pemerintahan Cory tak lebih baik dari Marcos. Juga kepemimpinan Jenderal Ramos. Itulah sebabnya Honasan pernah membangkang perintah untuk menumpas pemberontakan di Hotel Manila November tahun lalu. "Kami tak akan membunuh orang yang antikomunis," katanya. Melihat itu, Ramos mulai bertindak. Katanya, "Kita tak menghendaki ada militer dalam tubuh militer. Kalau tak segera dibubarkan, akan terjadi anarki." Tapi Honasan bersikeras RAM tak akan pernah bubar. "RAM sudah seperti gerakan agama. Jadinya, tak mungkin dibubarkan," katanya. Dari Fort Magsaysay ia pekan lalu menggiring pasukannya untuk menguasai Manila. "Saya tak haus kekuasaan," katanya ketika disergap wartawan Philipline Inquirer, Belinda Olivares-Cunanan, pada Jumat pagi, di tengah peristiwa kudeta itu. "Kami merasa dikhianati," tutur Honasan. Baginya, struktur militer yang ada tak begitu efektif dalam menyapu gerilyawan komunis. "Teman-teman mati di medan pertempuran, sementara para politikus tak bertindak apa pun," katanya. Dan ia bertindak. Dan ia kalah. Hidup memang bukan film Rambo. A.K.S
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini