Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tentara yang resah dari tahun ke ...

Militer tidak puas dengan pemerintahan cory yang lunak terhadap komunis. cory dan ramos melakukan perbaikan di tubuh militer. afp diubah menjadi nafp. ada kubu-kubu dan persaingan di tubuh nafp.

5 September 1987 | 00.00 WIB

Tentara yang resah dari tahun ke ...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DI tengah penyerbuan ke Kamp Aguinaldo, sang pemimpin pemberontak sempat berkata, "Saya tak haus kekuasaan." Kolonel Honasan mengatakan itu kepada seorang wartawan yang mencegatnya. Bohong? Jawabnya tampaknya berkisar pada soal bagaimana dengan ambisi politik dalam tubuh militer Filipina. Tentang itu, isyaratnya tampak jelas. Menurut pengakuan Letkol Melchor Acosta, wakil Honasan yang tertangkap, mereka memang merencanakan mendirikan sebuah junta militer. Cory akan hanya sebagai pimpinan seremonial saja. Tapi bila pemberontakan pekan lalu itu hanya dianggap sekadar pelampiasan sebuah ambisi satu grup, orang bisa keliru. Honasan sendiri, dalam sebuah wawancara, mcngatakan latar belakang tindakan nekatnya: karena tidak puas terhadap pimpinan militer yang sekarang. Ketidakpuasan di kalangan militer Filipina (AFP) memang sudah lama diketahui. Bahkan Presiden Cory Aquino sendiri mengakui, "Banyak prajurit kami yang patah semangat. Mereka bertempur mempertaruhkan nyawa, sementara pemerintah tak membcrikan dukungan yang mereka butuhkan." Cory menyatakan sedang melakukan tindakan perbaikan. Misalnya, dengan menaikkan anggaran belanja kaum militer. Namun, tindakan yang paling penting adalah yang dilakukan Jenderal Ramos, yang mengubah nama AFP menjadi NAFP (New Armed Forces of the Philippines). Dengan itu ia mendistribusikan kembali peralatan dan kesatuan militer yang, pada zaman Marcos, diutamakan untuk menjaga ibu kota -- dan menjaga kelestarian kekuasaannya. Lima batalyon elite yang tadinya berada di Manila, misalnya, dipindahkan Ramos ke daerah yang penuh kegiatan komunis bersenjata umpamanya di Pulau Negros dan Samar. Kendati demikian, bukan berarti Ramos dapat menyenangkan semua orang penting di NAFP. Sebab, di kesatuan berkekuatan 250.000 personel ini, terdapat banyak kelompok dengan kepentingan berbeda-beda. Ada yang ingin mempertahankan segala kelebihan yang mereka dapat pada era Marcos, dan menginginkan amnesti atas peri laku mereka sebelumnya. Ada yang pro-Cory -- yang juga terdiri atas berbagai kubu. Kubu perwira pembaru atau RAM misalnya, yang salah satu tokohnya adalah Kolonel Honasan (lihat El Gringo . . .). Di antara mereka ada yang menginginkan kaum yang loyal pada Marcos disikat saja, tapi ada juga yang menganggap mereka tetap lebih baik danpada kaum komunis dan simpatisannya. Maka, ada kelompok RAM yang menyesalkan tindakan Ramos yang hanya menghukum ringan kaum pembelot pro Marcos di Hotel Manila, Juni 1986: Ramos cuma menyuruh mereka 30 kali push up. Sementara itu, kelompok di bawah pimpinan Honasan justru menolak perintah bersikap keras kepada tentara yang berontak. Alasannya, "Kami tak mau membunuh sesama kelompok antikomunis." Kesulitan timbul bila Ramos tampak kurang tegas. Hal ini terlihat waktu ia cuma mendiamkan Honasan, ketika kolonel yang banyak menarik perhatian ini menolak panggilan dinasnya. Wajar kalau ada seorang kolonel mengeluh, "Kembali ke disiplin tinggi, tapi tak berlaku bagi pasukan elite RAM ?" NAFP ini semakin kehilangan orientasi waktu Presiden Cory mengumumkan amnesti bagi kaum komunis yang menyerah, sementara bagi Cory, tak ada ampun bagi anggota militer yang diduga melanggar hak asasi. Mereka ini dikejar-kejar komisi khusus pemerintah. Buletin resmi NAE1P sendiri sempat mengeluarkan sebuah tajuk, mengeluhkan perlakuan itu. "Kami sepakat bahwa anggota militer yang terbukti melakukan tindakan korup, atau melanggar hak asasi, dihukum. Tetapi bila tak ada bukti, seharusnya pers tak perlu terus-terusan menghajar mereka. Lagi pula, seharusnya, hal serupa juga diberlakukan pada anggota komunis yang melakukan tindakan tercela." Tapi kelemahan tentara Filipina juga akibat adanya persaingan di antara kelompok perwira NAFP sendiri: antara yang berasal dari akademi militer dan yang berasal dari wajib militer (wamil). "Di zaman Jenderal Ver (di bawah Marcos) dahulu terdapat 20% jenderal dari wamil, sekarang hanya satu orang saja," keluh seorang kolonel wamil kepada TEMPO. Tingginya persentase jenderal wamil di zaman Ver bisa dimaklumi Ver sendiri seorang perwira wamil. Menteri Pertahanan Rafael Ileto membantah bahwa ada perbedaan dalam promosi perwira yang berasal dari akademi militer dan yang wamil. "Kami mengangkat berdasarkan prestasi yang bersangkutan," katanya kepada TEMPO. Dalam kenyatannya, ukuran berdasarkan prestasi saja biasanya tak jalan. Orang menduga ada kriteria lain. Yang pasti, tak kurang dari 46 jenderal baru -- hampir separuh dari semua perwira tinggi NAFP diangkat sendiri oleh Presiden Cory. Mereka, umumnya, menduduki posisi strategis. Maklum: dengan pengalaman beberapa usaha pembelotan (lihat Dari Hotel hingga Tangsi), Presiden harus pandai-pandai menyeleksi mereka yang tegak di belakang bedil. Toh percobaan kudeta masih terjadi juga. Sebabnya dikemukakan oleh deputi menteri pertahanan, Wilson Gamboa. "Soalnya, dalam masalah kudeta bukan para jenderal yang berperan, melainkan para perwira muda," kata Gamboa. Maklum, biasanya orang muda tak sabar. Agaknya, ketidaksabaran juga, khususnya atas langkah perbaikan Ramos yang cenderung berhati-hati, yang membuat Honasan memutuskan beraksi. Apalagi sering terjadi salah sambung antara pemerintahan Cory dan anggota militer Fllipina -- hingga sempat melukai hubungan keduanya. Misalnya, di saat plebisit konstitusi 1986, Februari lalu. Ketika itu, tentara yang bertugas mengamankan daerah pemilihan di luar markasnya ternyata kehilangan hak pilih. Alasan petugas pemerintah: kesulitan teknis. Alasan ini dianggap meragukan oleh kalangan militer, yang umumnya tak cenderung memberikan suara buat Cory. Para guru (pro-Cory, umumnya) toh bisa mendapatkan dispensasi untuk memilih di tempatnya bertugas, dan bukan di tempat tinggalnya. Walhasil, pihak militer merasa tak dipercaya. Pernyataan rasa marah militer terhadap pemerintahan Cory, akhirnya, muncul pada peri laku pemilihan di daerah barak militer. Secara umum Cory berhasil mengumpulkan suara lebih dari 80%, tapi di daerah barak ia hanya mampu meraih 60% saja. Bahkan sebulan kemudian, nyawa Cory hampir melayang. Sebuah bom meledak di panggung kehormatan di lapangan Akedemi Militer Filipina (PMA), tempat Presiden akan memberi sambutan pada pelantikan perwira baru. Untunglah, bom itu meledak beberapa jam sebelum Ny. Aquino datang. Hal lain yang mungkin menyebabkan rendahnya semangat tempur tentara Filipina adalah besarnya pengaruh doktrin AS pada pendidikan militernya. Menurut Carolina G. Hernandez, ahli studi militer Filipina di University of the Philippines (UP), lebih dari 15.000 perwira negara itu dilatih di AS sejak 1950. Segi positif pengaruh ini adalah semakin tertanamnya kepatuhan terhadap konstitusi -- yang dl sana berarti tunduknya militer kepada supremasi orang sipil. Segi buruknya: mereka terbiasa beroperasi dengan dukungan perlengkapan mutakhir. Paling tidak, itulah yang dikatakan oleh Dr. Guy Pauker, ahli dari Rand Corporation, AS, yang kRusus menelaah pengaruh militer di Dunia Ketiga. Pauker, yang pernah menulis tentang militer di Indonesia, berkunjung ke Filipina dan bertemu Presiden Cory Aquino, Mei lalu. Kepada TEMPO, yang mewawancarainya di Jakarta, ia mengatakan keheranannya atas jenis mesin perang yang diminta militer Filipina untuk menggempur komunis. "Masa yang mereka minta helikopter bermeriam dan persenjataan berat," katanya. Padahal, menurut Pauker, militer Indonesia selalu menghindar untuk menggunakan senjata berat dalam menghadapi gerilya. "Soalnya, senjata berat 'kan menghantam siapa saja, termasuk penduduk sipil tak berdosa. Dan itu akan menyebabkan penduduk sipil menjadi benci pada pasukan pemerintah," katanya. Ketergantungan terhadap peralatan canggih ini, sialnya, tak didukung oleh dana yang memadai. Menurut Carolina G. Hernandez, gaji militer Filipina relatif rendah dibandingkan dengan profesi lainnya. Bahkan lebih kecil ketimbang gaji militer di Indonesia. Selain itu, anggaran pertahanan per kapitanya termasuk terkecil di kawasan nonkomunis Asia Tenggara. Tak mengherankan jika mereka terpaksa mencari tambahan di luar gaji. Upaya ini bisa macam-macam. Ada yang dilakukan perorangan, ada juga yang dilakukan dalam kesatuan mereka. Usaha bersama yang terbesar adalah "Guardian", yang ruang lingkupnya hampir mencakup seluruh Filipina. Tapi riwayatnya selesai. Jenderal Ramos memerintahkannya bubar. Akibat buruk terlibatnya para perwira dalam dunia bisnis adalah munculnya korupsi. Dan ini merajalela di zaman Marcos. Malangnya, yang menderita akibat korupnya para jenderal biasanya adalah prajurit di medan tempur. Maklum, biasanya logistik untuk mereka inilah yang dipermainkan. Tak jarang pasukan di lapangan kekurangan amunisi, pangan, dan peralatan lainnya. "Banyak yang tak memiliki ransel dan sepatu bot," kata Jenderal Antonio Lukban, perwira logistik. "Sebagai gantinya, mereka gunakan karung beras dan sepatu tenis." Kekurangan ini menyebabkan tentara merampas dari rakyat yang seharusnya ia lindungi. Akibatnya, simpati penduduk semakin miring kepada pemberontak, komunis ataupun lainnya. Pemberontak pun tak bisa habis dibabat, dan tentara bersepatu tenis beransel karung itu pun terus berjatuhan -- sebagai korban. Bambang Harymurti (Jakarta), Bayu Pratama (Manila)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus