Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang mahasiswi berusia 19 tahun ditemukan meringkuk ketakutan di dalam sebuah lemari pakaian besar yang tertutupi gulungan baju-baju. Cynthia Charotich, remaja putri itu, telah bersembunyi selama 50 jam untuk menghindari penyerangan yang dilakukan kelompok teroris di Kenya. Dia diselamatkan polisi dalam keadaan mengalami dehidrasi dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Dua hari sebelum penyelamatan itu, kelompok teroris Al-Shabaab menyerang kampus tempat Cynthia menuntut ilmu, Garissa University College, pada Kamis dua pekan lalu. Saking ketakutan, Cynthia enggan keluar meski teman-teman kampusnya lebih dulu keluar dari persembunyian pada hari polisi melakukan penyelamatan.
"Pada awalnya saya berpikir mungkin mereka adalah Al-Shabaab, jadi saya berkata, 'Bagaimana saya tahu bahwa Anda adalah polisi Kenya?'" ujar Cynthia, seperti dilansir NBC News, Ahad dua pekan lalu. Selama dua hari bersembunyi, ia terpaksa meminum pelembap tubuh yang ada di dalam botol untuk mengatasi rasa haus dan laparnya.
Elosy Karimi menceritakan penyerangan terjadi saat hari masih gelap, sekitar pukul 05.30. Seketika keadaan asrama menjadi kacau. Para siswa keluar hanya dengan celana bokser dan baju tidur tipis. Suara tembakan terdengar di mana-mana, dibarengi teriakan para siswa. "Jika kalian ingin selamat, keluar! Jika kalian ingin mati, tinggallah di dalam!" kata Elosy, menirukan seruan pelaku saat itu.
Dalam suasana tegang dan menakutkan, mahasiswi berusia 23 tahun itu memutuskan bersembunyi di langit-langit atas tempat tidurnya. Dia bertahan selama 28 jam di tempat persembunyiannya.
Mahasiswa lain yang selamat, Hellen Titus, menceritakan bagaimana dia berhasil mengelabui para penyerang dengan berpura-pura mati. Setelah para pelaku menembaki para siswa kampus, dia melumuri tubuhnya dengan darah teman-temannya agar terlihat ikut tewas tertembak.
Gideon Nyabwengi mengatakan, ketika bersembunyi, dia mendengar temannya memohon kepada para pelaku untuk tidak menembak dan mengaku sebagai seorang muslim. Namun, ketika temannya tak bisa membaca doa muslim, pelaku langsung menembaknya.
Sebagian besar korban tewas ditembak dari belakang, di bagian kepala. "Mereka (korban) selalu menghadap ke bawah, dan mereka ditembak di kepala, di belakang," ucap salah satu petugas layanan ambulans St John, kepada CNN.
Saat penyerangan dilakukan, ledakan dan tembakan senapan terdengar di seluruh penjuru kampus yang saat itu masih dalam keadaan tenang. Kebanyakan siswa di universitas yang berada 145 kilometer dari perbatasan Kenya dengan Somalia itu masih terlelap di asrama mereka.
Al-Shabaab adalah kelompok militan Islam yang muncul akibat anarkisme yang mencengkeram Somalia setelah para panglima perang menggulingkan diktator negeri itu pada 1991. Kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaidah ini dipimpin Ahmed Abdi Godane atau lebih dikenal dengan Mukhtar Abu Zubair.
Sebagaimana artinya dalam bahasa Arab, pemuda, Al-Shabaab memang awalnya muncul sebagai sayap pemuda radikal Somalia. Awalnya mereka menguasai Mogadishu pada 2006, sebelum dipaksa keluar oleh pasukan Ethiopia. Al-Shabaab telah memperingatkan pemerintah Kenya bahwa mereka akan menyerang negeri itu sebagai bentuk pembalasan intervensi militer Kenya ke wilayah Somalia pada 2011.
Para penyerang dilaporkan memakai senapan AK-47 dan mengenakan rompi berisi bahan peledak. Menurut Menteri Dalam Negeri Kenya Joseph Nkaissery, serangan itu menewaskan 147 orang dan melukai 104 orang lainnya, termasuk 19 orang di antaranya dalam kondisi kritis. Teror selama empat jam ini merupakan insiden kekerasan bersenjata terbesar di negara itu, sejak pengeboman Kedutaan Besar Amerika Serikat pada 1998.
Pada Sabtu dua pekan lalu, kepolisian Kenya berhasil menangkap lima tersangka penyerangan. Empat pelaku di antaranya tewas selama 15 jam pengepungan. Nkaissery mengatakan tubuh para pelaku meledak setelah terkena tembakan-akibat bahan peledak yang terpasang di tubuh mereka. Pemerintah juga memastikan telah menyelamatkan semua siswa yang masih bersembunyi dan mengevakuasi para korban.
Seusai tragedi pembantaian itu, Kementerian Dalam Negeri Kenya langsung melakukan penyelidikan untuk mencari dalang pelakunya. Otak penyerangan diketahui bernama Mohamed Mohamud, yang juga diduga telah berperan dalam memberikan perintah kepada sejumlah kelompok militan di sepanjang perbatasan Kenya-Somalia untuk menyerang kawasan tersebut.
Rosalina (NBC News, Bbc, La Times, Voa, The Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo