Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Prancis menghukum enam remaja karena dinilai terlibat dalam pemenggalan kepala guru sejarah Samuel Paty pada 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam keputusannya pada Jumat, pengadilan memutuskan lima dari enam terdakwa, berusia 14 hingga 15 tahun pada saat penyerangan, bersalah karena membantu penyerang mengidentifikasi guru tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdakwa keenam dinyatakan bersalah karena berbohong tentang isi debat di kelas yang memicu kemarahan terhadap korban. Paty disebut menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada siswanya saat berdiskusi tentang kebebasan berekspresi.
Umat Islam menolak penggambaran nabi, karena menganggapnya sebagai penghujatan.
Paty dibunuh dan dipenggal kepalanya di luar sebuah sekolah di pinggiran kota Paris pada 16 Oktober 2020, oleh seorang remaja berusia 18 tahun asal Chechnya bernama Abdoullakh Anzorov.
Kelima siswa dituduh mengintai Paty ketika dia meninggalkan sekolah dan mengarahkannya ke Anzorov, yang ditembak dan dibunuh oleh polisi, dengan imbalan janji 300-350 euro.
Dalam kesaksiannya yang emosional, para remaja tersebut memprotes karena tidak mengetahui Paty akan dibunuh. Mereka menghadapi hukuman penjara hingga dua setengah tahun.
Pengadilan memutuskan terdakwa keenam bersalah atas tuduhan palsu dan komentar fitnah setelah diketahui bahwa dia memberi tahu orang tuanya bahwa Paty telah meminta siswa Muslim untuk keluar kelas sebelum menayangkan kartun tersebut. Pengadilan menetapkan bahwa dia tidak berada di kelas pada hari itu
Persidangan tersebut, yang diadakan secara tertutup dan media dilarang membagikan identitas para remaja tersebut karena undang-undang Prancis mengenai anak di bawah umur, telah menggarisbawahi perselisihan di masyarakat Prancis mengenai topik-topik seperti “ekstremisme”, Islamofobia, dan kebebasan berekspresi.”
Keputusan tersebut diambil beberapa minggu setelah seorang guru ditikam hingga tewas di Prancis utara dalam sebuah serangan di sekolah yang dilakukan oleh seorang pemuda.
Muslim dan migran dari negara-negara Arab mengatakan mereka menghadapi diskriminasi dan rasisme yang meluas di masyarakat Perancis. Tradisi Perancis yang tidak memasukkan agama ke dalam ruang publik juga disebut digunakan secara selektif untuk menindak ekspresi identitas Muslim.
Politisi di Perancis, terutama dari sayap kanan, sering kali menggunakan retorika yang menggambarkan Muslim dan Arab sebagai orang yang kejam dan tidak beradab.
AL JAZEERA | REUTERS