Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selain inovasi dan teknologinya yang maju, Jepang juga dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki budaya dan tradisi yang unik serta menarik. Tak heran jika dalam beberapa tahun terakhir, minat terhadap budaya Jepang begitu meningkat di berbagai belahan dunia termasuk ketertarikan pada Randoseru Jepang, produk tas ransel yang jadi ikon fashion dan tradisi sekolah. Apa saja fakta-faktanya?
Seperti yang diketahui, Randoseru bukan hanya sekadar tas sekolah bagi anak-anak di Jepang, tapi juga telah menjadi ikon budaya yang dikenal luas, bahkan di luar negeri. Awalnya digunakan oleh anak-anak sekolah dasar, randoseru kini semakin populer di kalangan kolektor dan pencinta fashion karena desainnya yang unik dan daya tahannya yang luar biasa.
Banyak wisatawan yang tertarik membeli randoseru sebagai suvenir khas Jepang, sementara beberapa brand fashion internasional mulai mengadaptasi konsepnya ke dalam koleksi mereka. Dengan kombinasi antara fungsi, estetika, dan nilai tradisional, randoseru terus mempertahankan popularitasnya dari generasi ke generasi.
Berikut fakta-fakta selengkapnya mengenai Randoseru Jepang.
Sejarah Penggunaan Randoseru
Dilansir dari laman nhk.or.jp, Asosiasi Randoseru mengatakan bahwa tradisi tas sekolah Jepang dimulai di sebuah lembaga pendidikan di Tokyo bernama Gakushuin, yang didirikan pada 1877. Pada 1885, sekolah ini melarang siswa datang dengan kereta kuda atau meminta karyawan keluarga membawakan tas mereka.
Untuk memudahkan siswa membawa perlengkapan mereka ke sekolah, Gakushuin memperkenalkan ransel bergaya militer. Tidak seperti kebanyakan tas pada saat itu, tas ini dikenakan di punggung pengguna, sehingga tangan mereka dapat bergerak bebas. Akhirnya, tas ini dikenal sebagai randoseru, yang diambil dari bahasa Belanda yaitu "ransel."
Dua tahun kemudian, pada 1887, Perdana Menteri Hirobumi Ito memberikan sebuah randoseru kepada Pangeran Yoshihito, calon Kaisar Taisho mulai bersekolah di Gakushuin. Momen ini dipercayai menandai randoseru, yang sebelumnya hanya merupakan bagian dari seragam sekolah, menjadi barang yang memiliki makna budaya yang luas.
Melihat hal itu, Tsuchiya Kaban sebuah perusahaan kriya yang terkenal dengan produk berbahan kulit mereka membuat banyak tas randoseru. Dilansir dari nippon.com, pendiri perusahaan Tsuchiya Kaban, Kunio Tsuchiya memulai perusahaan tasnya pada 1965 di Tokyo, Jepang, dengan fokus pada satu gaya tunggal, "Randoseru". Selama 50 tahun terakhir, Tsuchiya Kaban telah terobsesi dengan detail, konstruksi, bahan Randoseru, mempertimbangkan setiap jahitan, untuk menciptakan tas yang fungsional, nyaman, dan dibuat agar tahan lama.
Randoseru Tsuchiya dibuat dengan tangan oleh pengrajin yang sangat terlatih di Jepang. Sebagai informasi, perusahaan ini memiliki lebih dari 180 karyawan, mulai dari yang berusia dua puluhan hingga satu pekerja kulit berusia 78 tahun (sama dengan Tsuchiya). Proses produksi Randoserunya pun mencakup lebih dari 150 bagian yang dirakit dalam lebih dari 300 proses individual, bahkan untuk membuat satu Randoseru diperlukan sekitar 50 pengrajin.
Tidak Wajib Digunakan Namun Sudah Jadi Tradisi
Randoseru telah lama dikenal sebagai tas yang secara tradisional digunakan oleh pelajar Jepang sepanjang karier akademis mereka. Rata-rata pelajar menggunakan tas yang sama selama 6 tahun, tetapi tas ini dibuat agar dapat bertahan seumur hidup.
Penggunaan tas ini bahkan telah menjadi tradisi yang terus dipertahankan dari generasi ke generasi meski masih menjadi misteri soal alasan dibaliknya. Di tingkat nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi mengatakan tidak pernah ada undang-undang yang mewajibkan penggunaannya.
Hal ini juga berlaku di tingkat lokal. Dewan pendidikan Distrik Shibuya, Tokyo, mengatakan, meskipun mereka menganjurkan siswa yang lebih muda untuk mengenakan ransel, seperti randoseru, agar lengan mereka bebas menahan jatuh, tidak ada peraturan yang mewajibkan penggunaan ransel."Citra siswa sekolah dasar dengan randoseru sangat umum di Jepang," kata seorang pejabat di dewan pendidikan Shibuya. "Saya pikir banyak anak lebih menyukainya karena semua orang memilikinya." seperti dilansir dari nhk.or.jp.
Desain khas
Desain Randoseru memiliki beberapa elemen yang khas. Pada Randoseru Tsuchiya misalnya, salah satunya adalah profil samping, yang memiliki struktur ganda dari resin dan spons yang direkatkan, membantu mempertahankan bentuk kotak khasnya.
Dilansir dari tsuchiya-kaban.com, tas itu juga memiliki fitur bantalan punggung, yang lembut dan memiliki sirkulasi udara yang sangat baik. Elemen ketiga adalah tali bahu, yang dapat disesuaikan dengan delapan panjang yang berbeda, sehingga cocok untuk anak-anak dan orang dewasa. Tas ini juga dilengkapi cincin pengait tali yang dapat digerakkan, cincin samping berbentuk unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara, dan pengikat magnetik manual.
Tiga bahan utama
Randoseru Tsuchiya dikenal menggunakan kulit tahan air yang mudah dirawat dan dibersihkan. Adapun tiga bahan utama dari produk ini antara lain:
Kulit sapi yang digunakan memiliki tekstur kulit alami, yang membuat permukaannya cukup tahan lama terhadap kerusakan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian ada Kordovan, kulit berkualitas premium yang disamak dari kulit pantat kuda. Kulit ini dikenal karena sentuhan tangannya yang sangat halus. Kulit ini sangat langka, dan setiap kuda hanya menghasilkan cukup banyak untuk membuat dua lipatan Randoseru. Kulit ini diolah agar tahan terhadap goresan dan air, menjadikannya pilihan yang baik untuk penggunaan sehari-hari.
Dan terakhir adalah Clarino, yang digunakan dalam Koleksi Randoseru Lite, adalah kulit sintetis premium yang dikembangkan khusus agar tahan lama sekaligus sangat lembut dan fleksibel. Kulit ini dikenal ringan dan lembut sehingga mudah menempel di badan sejak pertama kali digunakan dan tetap awet.
Warna-warna baru semakin populer
Tas sekolah Randoseru dulunya kebanyakan berwarna merah atau hitam, tetapi kini telah dikembanhkan menjadi beraneka ragam. Menurut laporan Japan News, survei yang dilakukan oleh komite produsen randoseru dari Asosiasi Koper Jepang menunjukkan bahwa 29,6 persen anak perempuan yang masuk sekolah dasar pada musim semi lalu memilih warna "ungu atau ungu muda" untuk tas randoseru mereka, diikuti oleh warna "merah muda" sebesar 17 persen dan "biru muda" sebesar 16,5 persen.
Warna merah dipilih oleh 12,4 persen, dan untuk pertama kalinya sejak survei dimulai pada tahun 2018, warna tersebut tidak masuk dalam tiga warna teratas. Meskipun 60 persen anak laki-laki memilih warna "hitam", popularitasnya terbilang menurun, dengan warna "biru tua" dan "biru" menempati peringkat tinggi.
Tsuchiya Kaban telah menyediakan sekitar 40 warna untuk tahun ajaran baru, dan warna camel yang lembut merupakan salah satu yang paling populer. Di sisi lain, angka kelahiran yang terus menurun membayangi industri ini. Dengan mempertimbangkan hal itu, perusahaan Tsuchiya memulai penjualan di luar negeri sejak 2020. Kini, perusahaan tersebut memiliki empat toko yang dikelola langsung di Taiwan, Tiongkok, dan Hong Kong.
Pilihan Editor: Microsoft Berencana Merancang Tas Ransel Berbasis AI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini