SUATU Sabtu petang, gerilyawan berani mati Armenia, jumlahnya
empat orang, menteror bandar udara Esenboga, 30 km di utara
Ankara. Waktu itu penumpang sedang penuh di ruang tunggu. Korban
yang jatuh tercatat 74 orang -- 34 di antaranya mati.
"Peringatan bagi pemerintah fasis Turki yang menduduki tanah
kami, " kata juru bicara gerilyawan itu di basis Beirut
kemudian.
Aksi 7 Agustus di Esenboga memakai nama sandi Operasi Erzurum --
diambil dari nama provinsi di bagian timur Turki. Bagi Armenia
nama Erzurum punya arti penting. Di sinilah, waktu Perang Dunia
I, tentara Turki membantai 1.500.000 sanak famili mereka.
Pemerintahan militer Jenderal Kenan Evren menyebut Sabtu
Berdarah di Esenboga sebagai perbuatan biadab. "Hukuman setimpal
untuk pelakunya adalah hukuman mati," katanya. Telah
ditangkapnya 10 orang yang diduga terlibat dalam pemasangan bom,
juga tembak-menembak, di bandar udara itu. Seorang di antaranya
Levon Ekmekciyan, 25 tahun, pemegang paspor Prancis, yang
terluka waktu polisi melakukan serangan balasan.
Bagi Turki, gerakan bawah tanah Armenia, yang menamakan diri
Tentara Rahasia Untuk Pembebasan Armenia (ASALA), sudah sejak
lama mengganggu. Selama dekade terakhir sudah puluhan diplomat
Turki di luar negeri jadi korban pembunuhan ASALA.
Armenia, yang terletak di timur dan berbatasan dengan Uni
Soviet, sebelum abad ke-16 dikenal sebagai kerajaan. Mereka
kemudian ditaklukkan oleh Turki. Waktu Perang Dunia meletus di
awal abad ke-20, Armenia mencoba untuk membebaskan diri dari
Dinasti Ottoman yang berkuasa. Tapi gagal. Akibatnya: sebagian
besar warga Armenia terpaksa melarikan diri ke luar negeri --
mereka inilah yang kemudian menjadi motor ASALA.
Warga Armenia di perantauan tersebar di Timur Tengah, Eropa dan
Amerika Serikat, diperkirakan antara tiga sampai lima juta jiwa
-- sebagian besar beragama Kristen. Yang masih mengimpikan
Armenia Merdeka sekitar separuh dari jumlah itu. Tapi mereka
tetap optimistis, suatu hari kelak, akan kembali ke Armenia.
Gerilyawan mereka jarang sekali tertangkap oleh polisi -- di
dalam maupun di luar Turki. Konon ASALA dilatih oleh gerilyawan
Pembebasan Palestina (PLO) di Libanon.
Harapan gerilyawan Armenia untuk kembali ke tanah asal, dan
lepas dari Turki, terasa agak berlebihan. Militer di sana sangat
kuat dan menentukan dalam kehidupan politik. Di samping itu
Turki juga anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Bisa
diduga bahwa tak mungkin AS dan sekutunya akan membiarkan Turki
terpecah-belah.
Selama pemerintahan Evren, dan ini selalu digembar-gemborkan
ASALA, ekonomi Turki merosot. Laju inlasi hampir 509 setahun.
Angka pengangguran 16%. Tapi angka yang lebih mencemaskan adalah
jumlah tahanan. Sejak militer mengambil alih kekuasaan,
September 1980, hampir 30.000 orang ditahan penguasa baru.
Di Ankara, ibukota Turki, kemerosotan ekonomi tak begitu tampak.
Kebutuhan sehari-hari, bahkan barang-barang mewah, tersedia di
toko-toko. Tapi sebaliknya di desa. Tak heran bila gerilyawan
ASALA berusaha mempengaruhi rakyat di pedalaman (terutama di
Provinsi Erzurum) untuk bangkit menentang pemerintahan militer
Evren.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini