Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Garis moral itu adalah wilson

As di bawah jimmy carter, memperingati 60 th pidato woodrow wilson, presiden ke-28 as, yang termashur sebagai fourteen points. carter, seperti wilson, mendasari politik luar negerinya dengan garis moral. (ln)

21 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU ini tepat 60 tahun umur sebuah pidato terkenal dari seorang presiden AS yang terkenal. Amerika, di bawah Jimmy Carter, punya alasan khusus untuk memperingatinya. Sebab Woodrow Wilson (1856-1924), dengan pidatonya 18 Januari yang termashur sebagai Fourteen Points (Empat belas Pasal), punya banyak persamaan dengan Carter. Seperti Presiden AS yang sekarang, presiden ke-28 yang memimpin AS melewati Perang Dunia I itu juga seorang yang ingin mendasari politik luarnegerinya dengan semacam garis moral. Seperti Carter, Wilson juga dibesarkan di bagian Selatan. Lahir di Staunton Virginia, 28 Desember 1856, Wilson tumbuh di Georgia dan South Carolina --seraya menyaksikkan pedihnya sisasisa Perang Saudara dan masa Rekonstruksi. Seperti Carter, ia sangat religius: ia dibentuk oleh ayahnya, seorang pendeta Prebysterian dengan karakter kukuh. Yang masih jadi pertanyaan adakah kelak Carter akan seperti dia: seorang yang begitu yakin akan niat baiknya, tapi kemudian gagal. Wilson, dengan sikap keras seorang Protestan Calvinis yang kurang faham akan kelemahan dan kondisi manusia, pada akhimya terbentur. Bebas dan Aktif Cerita terkenal tentang sikap moral Wilson di dalam politik luar negeri terjadi menjelang dan sesudah Perang Dunia I. Perang sudah pecah di Eropa terutama antara Perancis dan Inggeris melawan kekaisaran Jerman. Tapi seperti ditekankan Presiden Wilson pada tanggal 4 Agustus 1914, AS bersikap netral. Dan ternyata politik luarnegeri bebas dan aktif bukan penemuan asli Indonesia, sebab dalam posisi tak memihak dan bebas dari persekutuan dengan kubu mana pun, Wilson juga aktif mengusahakan perdamaian. AS menentang blokade laut yang dilakukan Inggeris, tapi juga memperingatkan Jerman ketika yang terakhir ini melakukan perang kapal selam dan tak melindungi keselamatan kapal negara netral. Tapi 7 Mei 1915 kapal penumpang Inggeris Lusitania ditenggelamkan kapal selam Jerman, 1000 orang tenggelam - di antaranya 128 orang Amerika. Wilson kini lebih tegas lagi: diperingatkannya agar Jemman tak menggunakan kapal selamnya terhadap kapal dagang tanpa menyediakan jalan bagi keselamatan awak kapal dan penumpangnya. Dari peringatan ini masih tampak bahwa Wilson tak menghendaki negaranya ikut bertempur. Ada juga sebuah bangsa yang terlalu bangga untuk berkelahi, katanya--untuk menegaskan bahwa sikap damainya bukanlah sikap pengecut. Pendeknya bagi Wilson, perang harus sejauhjauhnya dihindari, walaupun ia bisa mengirimkan surat protes yang sangat keras kepada Jerman. Begitu keras surat itu, hingga Menteri Luar Negerinya sendin, Bryan, seorang penentang perang yang tangguh, mengundurkan diri. Tapi buat beberapa lama garis Wilson berhasil. Jerman patuh pada peringatan AS, tanpa AS menggunakan kekuatannya. Setelah dipilih kembali di tahun 1916, dengan kemenangan tipis, Wilson meneruskan ikhtiarnya mendamaikan Eropa. 22 Januari 1917, ia berpidato menyerukan perdamaian di bawah sebuah Liga Bangsa-Bangsa, seraya mengusulkan pembatasan persenjataan. Thema pidatonya adalah perdamaian, tanpa kemenangan. Tapi akhirnya perdamaian harus lahir dulu lewat kemenangan. Jerman berniat menggiatkan kembali perang kapal selamnya, dengan harapan bahwa suatu kemenangan akan memberikan posisi yang lebih baik di meja perundingan perdamaian nanti. Dutabesar Jerman di AS, von Bernstroff, mencoba membujuk pemerintahnya agar tak menimbulkan permusuhan dengan AS. Tapi Kaisar Wilhelm memllis bagaikan menantang: Bila Wilson ingin perang, biar dia lakukan itu dan biar kemudian ia rasakan itu. Di awal April 1917, didesak oleh opini rakyat yang gemuruh, Wilson menyatakan perang kepada Jerman. Meskipun AS sebetulnya tak siap untuk berperang, tapi perang itu adalah perang yang didukung luas oleh rakyat AS, dan didukung oleh keyakinan moral: bahwa perang kali ini adalah untuk kemerdekaan - juga kemerdekaan bangsa Jerman sendiri dari belenggu para pemimpinnya. Dan Wilson bisa memimpin negaranya sedemikian rupa hingga perang berakhir baik bagi AS. Menjelang kemenangannya, pasal-pasal perdamaian Wilson, yang 14 buah itu, dicanangkan. Dengan semangat memberikan keadilan juga bagi musuh dalam seruan Wilson itu, tak banyak alasan bagi Jerman buat menolaknya--ketika negeri ini di awal Oktober 1918 sudah di ambang kekalahan total. Tapi Inggeris dan Perancis yang menang tidak mudah rupanya memberi keadilan bagi bekas musuh kepedihan mereka terancam Jerman begitu membekas. Jerman terpaksa meneken perjanjian Versailles dengan telanjang untuk dilucuti, seperti hendak disisihkan dari peta politik Eropa. Hitler kemudian muncul membalas dendam atas penghinaan ini. Beberapa belas tahun kemudian, perang lebih besar berkecamuk lagi di Eropa dan di seluruh dunia. Harapan perdamaian abadi Wilson gaga. Dendam dan rasa mementingkan diri belum bisa terkikis. AS sendiri tak jadi ikut Liga Bangsa-Bangsa. Badan pendahulu PBB itu pun gagal. Dunia memang ternyata tak bisa jadi lebih baik dengan sekali pukul. Wilson, yang mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian 1919, mungkin kecewa pada kenyataan itu di akhir hidupnya. Tapi agaknya para moralis memang dituntut rendah hati juga kepada proses sejarah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus