AMIN Gemayel memasuki kompleks Akademi Militer Libanon di
Eayadiyah, 23 September pagi, dengan pengawalan ketat. Tak
sampai satu jam Gemayel resmi menjadi Kepala Negara Libanon ke-7
untuk masa jabatan 6 tahun. Ia menggantikan Elias Sarkis.
Kembali Libanon mencatat seorang presiden dilantik di luar
gedung Parlemen, sesudah Sarkis dulu mengambil sumpah (1976) di
sebuah hotel di Shtaura.
Gemayel, 39 tahun, calon tunggal dalam pemilihan (ulang)
presiden, mengantungi 77 suara dari 92 anggota Parlemen Libanon.
Kandidat Raymond Edde, yang hidup dalam pengasingan di Paris,
satu-satunya penantang, tidak mendapat suara. Pemilihan ulang
dilakukan karena presiden terpilih Bashir Gemayel, adik kandung
Amin, terbunuh akibat ledakan bom di kantor Partai Phalangis
sebelum sempat dilantik.
Sasaran utama Gemayel, yang dituangkannya dalam pidato
pelantikan selama 15 menit, adalah mengakhiri sengketa lokal dan
semua bentuk peperangan yang dilakukan pihak asing di Libanon.
Sejak 1975 Libanon memang terus bergolak sebagai akibat
meletusnya perang saudara - yang kemudian mengundang campur
tangan asing. Terakhir pasukan Israel masuk ke Libanon dan sudah
empat bulan di sana.
Selain pasukan Israel, kekuatan militer lain di Libanon berasal
dari Suriah dan sisa gerilyawan Palestina. Wilayah yang mereka
kuasai Libanon Timur dan Utara.
Sarkis, seusai timbang terima di Istana Baadba, mengajak rakyat
Libanon, golongan Muslim maupun Kristen, untuk menyokong Gemayel
memulihkan persatuan bangsa yang sudah berantakan selama tujuh
tahun. Ia optimistis masa depan Libanon akan kembali cerah dalam
waktu dekat.
Untuk merekat kembali persatuan bangsa di Libanon, Gemayel saat
ini merupakan satu-satunya pilihan. Tokoh moderat dalam Partai
Phalangis, ia punya hubungan intim dengan Suriah dan Palestina.
Gemayel beberapa kali bertemu dengan tokoh Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO) Abu Iyad. Salah satu ucapannya yang menarik
tentang orang Palestina: "Biarkan mereka tinggal di Libanon
sebelum bisa kembali ke tanah air sendiri."
Pernyataan Gemayel tampak melegakan kaum Muslim di Libanon yang
bersimpati pada PLO. Sebaliknya Israel Alasan Israel melakukan
invasi ke Libanon, 6 Juni, antara lain, untuk memukul habis
kekuatan gerilyawan Palestina itu. Dan Israel kini dianggap
harus bertanggung jawab atas pembantaian massal terhadap orang
Palestina di kamp Sabra dan Shatila, baru-baru ini.
Libanon, yang luasnya 10.000 km persegi atau seperempat Provinsi
Jawa Barat, dan dihuni oleh 3 juta penduduk, dari dulu
merupakan negeri yang unik. Pemerintahan dibentuk berdasarkan
garis kelompok agama. Jabatan Presiden dan Panglima Angkatan
Bersenjata merupakan jatah orang Kristen. Perdana Menteri jatah
Muslim Islam. Ketua Parlemen merupakan hak Muslim Syiah.
Pembagian jatah itu dasarnya adalah sensus penduduk tahun 1932.
Waktu ini perbandingan kelompok Kristen dan Islam: 6 lawan 5.
Setelah perang saudara meletus .ii tahun 1975 golongan Kristcn
diperkirakan tinggal 45% dari total penduduk rapi jatah
presiden dan panglima angkatan bersenjata tak terguncang oleh
penciutan jumlah pengikut Kristen itu. Yang merepotkan adalah
muncul kelompok ekstrim dalam pemeluk Kristen maupun Muslim --
unsur yang dengan mudah membakar perang saudara. Terpilihnya
Gemayel diharapkan pertentangan yang tajam itu bisa dikurangi
seperti di masa sebelum 1970-an.
Di kalangan Kristen, saat ini, kekuatan politik yang berakar di
Libanon adalah partai Phalangis--organisasi politik yang
didirikan oleh Pierre Gemayel, ayah Amin, tahun 1936. pengikut
Phalangis aar sekitar Beirut dan Tripoli, dan punya
pasukan(70.000 orang) bersenjata lengkap yang ditopang dengan 40
tank. Kekuatan Kristen (Katolik lainnya, kelompok Chamille
Chamoun dan Sulaiman Franjieh, keduanya bekas presiden Libanon,
tak sekukuh itu. Pasukan mereka masing-masing cuma 20.000 dan
6.000 orang dengan persenjataan yang tak begitu modern pula.
Partai Phalangis telanjur buruk di mata orang Libanon, terutama
yang beragama Islam, karena hubungannya dengan Israel. Tokoh
pelakunya adalah mendiang Bashir Gemayel. Ia bahkan dengan
terang-terangan mengatakan: "Untuk menyelamatkan Libanon saya
tidak peduli bekerja sama dengan siapapun. Dengan setan juga
jadi." Mayoritas warga Libanon berharap Presiden Amin Gemayel
tidak tcrperosok pada permainan yang dimulai adiknya.
Israel belum memperlihatkan reaksi atas terpilihnya Amin Gemayel
yang dekat dengan Suriah dan Palestina yang pasti Israel masih
keberatan untuk keluar dari Libanon sekalipun tuntutan mereka
untuk mengevakuaikan gerilyawan PLO sudah terpenuhi.
Untuk menghalau kekuatan asing dari Libanon, lebih-lebih setelah
tragedi Sabra dan Shatila, Amin Gemayel meminta pasukan
multinasional (3.300 orang) yang bertugas waktu mengevakuasikan
PLO agar kembali lagi ke sana. Pasukan gabungan itu terdiri dari
tentara Amerika Serikat, Prancis, dan Italia. Sampai awal pekan
ini pasukan multinasional yang sudah mendarat di Beirut baru
Prancis dan Italia. Akan tentara AS masih berada di
laut--diharapkan akan segera mendarat begitu Israel mulai keluar
dari Beirut.
Presiden Mesir Husni Mubarak juga menyokong pengaktifan kembali
pasukan multinaslonal di Libanon. "Itulah jalan keluar paling
baik saat ini," kata Mubarak. Sementara itu Presiden Ronald
Reagan juga mulai menekan Israel untuk meninggalkan Libanon.
Akankah Libanon utuh lagi? Tantangan berat di pundak Amin
Gemayel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini