Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ada Israel Yang Lain

Aksi protes oleh kaum yahudi atas pembantaian pengungsi palestina di sabra dan shatila oleh israel gelombang protes terjadi juga di luar israel. (ln)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI Wadi-Ara dan Nazareth, dua kota kecil di utara Israel, gelombang kerusuhan menjalar ke Nablus. Dalam lima hari (sejak 22 September), aksi protes berpindah dari kawasan berpenduduk Arab di Tepi Barat ke Lapangan Raja-Raja di pusat Kota Tel Aviv. Israel guncang. Di lapangan luas itu Sabtu lalu terjadi demonstrasi raksasa, terbesar sepanjang sejarah negara itu. Diperkirakan 350. 000 manusia bergerak dari seluruh penjuru, tumpah ruah, unjuk rasa. Mereka mencemaskan pembantaian (16 - 17 September) di Sabra dan Shatila, keduanya kamp Palestina di Beirut Barat. Mereka menuntut agar PM Begin yang Menhan Sharon mengundurkan diri. Inilah protes paling keras terhadap kepemimpinan Begin, sejak Sharon "merestui" pembantaian para pengungsi Arab Palestina di Sabra dan Shatila itu. Dari ketinggian, gelombang spanduk bagaikan mengapung di atas lautan manusia. Jelas terbaca macam-macam tuntutan dan kemarahan, seperti Begin dan Sharon Mundur!, Malu!, Masih ada Israel Yang Lain! Siapa Yang Takut Komisi Penyelidik?" Dan juga ini, Darah Anak-anak Selalu Sama Di Mana pun Juga. Ada spanduk bergambarkan tampang Begin dan Sharon, darah mengucur dari mulut mereka. Ada karikatur Ariel Sharon dibuat sedemikian rupa sehingga cuping hidungnya setiap kali bisa digerak-gerakkan. Kocak. Dalam kemarahan dan kecemasan mereka, humor Israel masih bersisa. Demonstrasi ini digerakkan oleh pihak (oposisi) Partai Buruh bersama kelompok moderat lainnya. Ketua Buruh Shimon Peres di depan para demonstran menandaskan, "Kita berada di sini untuk mengatakan tidak pada Begin dan Sharon." Kontan para demonstran menyambutnya dengan nyanyian, "Begin pulang, Begin pulang." Victor Shemtov, anggota Knesset (Parlemen) menyerukan, "Begin bertanggung jawab atas pembantaian." Ia disambut sorak dan tepuk tangan. Sementara itu para saksi mata melihat polisi menahan beberapa prajurit Israel yang berseragam militer, seorang di antaranya anggota pasukan payung yang membawa senjata M-16. Mereka ditindak karena ikut demonstrasi. Sejak Menachem Begin berkuasa tahun 1977, tidak pernah kepercayaan Israel nampak begitu goyah seyerti sekarang ini. Seorang perwira dalam tentara cadangan Israel sampai berkata,"Saya khawatir, saya tidak kenal lagi negeri ini." Dia, seperti banyak warga Israel tiba-tiba tergugah, tersentak hebat ketika Knesset menolak dibentuknya komisi pengusut atas keterlibatan Israel dalam pembantaian Sabra-Shatila dengan suara 48 berbanding 42. Sebelum ini Begin sudah menolak keras usul tentang komisi serupa, sedangkan Ariel Sharon dengan lancar mengakui tentara Israel memang membantu merencanakan dan menyokong serangan pasukan Phalangis atas kamp pengungsi Palestina, meski ia tidak mengira -"bahkan dalam khayalan kami yang paling hitam sekalipun," bahwa ratusan manusia telah dibunuh secara keji. 'Atas "pembelaan" ini Shimon Peres menukas, "Anda tidak perlu menjadi seorang jenius politik atau seorang jenderal dengan banyak unda penghargaan. Anda cukup menjadi seorang polisi desa untuk segera mengerti bahwa pasukan sukarela itu--di saat sesudah kematian pemimpin mereka--jadi lebih beringas untuk menaburkan kehancuran." Sebelum kemelut politik mencapai puncaknya dalam demonstrasi Sabtll, Menteri Energi dalam kabinet Begin, Yitak Berman, protes dan mengundurkan diri. Menyusul Menachem Wilson, gubernur sipil di Tepi Barat. Jenderal Amram Mitzna, komandan sekolah staf dan komando minta dibebas-tugaskan, tapi ditolak Kastaf Israel Letjen Rafael Eitan. Di luar Israel, gelombang protes terjadi pada pekan yang sama di New York, Kopenhagen, Amsterdam, Paris, Bonn, London, Toronto (Kanada). Ratusan sampai ribuan orang Yahudi di kota-kota besar dunia itu mengutuk pembantaian Sabra-Shatila, menuntut pengunduran diri Begin dan Sharon, menyerukan penarikan tcntara Israel (lihat: Libanon) dan pengusutan terhadap peristiwa berdarah di kamp pengungsi Palestina itu. Simpati pada Israel, baik dari orang asing maupun kaum Yahudi sendiri, merosot sampai titik terendah. Satu foll pendapat umum Amerika oleh majalah Newsweek mencatat 81% rsponden yakin Israel bertanggung jawab sampai tingkat tertentu atas pembantaian Sabra-Shatila. Di antara golongan Yahudi Amerika, 65% menuding Israel ikut bertanggung jawab. Di lingkungan Kongres Amerika, 30 anggotanya mendukung terbentuknya sebuah komisi penyelidik pembantaian. Tapi kecaman paling keras datang dari Senator Alan Cranston, Demokrat dari California. "Saya enggan mengkritik sahabat dan sekutu terbaik" (maksudnya Begin). "Tapi anda dan Sharon telah menukar politik luar negeri dengan kekuatan militer semata-mata, padahal anda seharusnya mencerminkan hormat yang tulus pada pendapat umum manusia," demikian Cranston. Tapi berita (26 September) dari Yerusalem mengabarkan PM Begin, demi mengamankan posisi Sharon yang makin terancam, juga karena desakan empat mcnteri dalam kabinetnya, telah bermaksud menyetujui dibentuknya sebuah dewan penyelidik negara yang bebas untuk mengusut pembantaian Sabra Shatila. Desakan ini timbul setelah Ketua Mahkamah Agung Yitzak Kahane yang semula ditugaskan memimpin tim penyelidikan -- tanpa wewenang yang jelas--menolak instruksi Begin. Radio Australia dalam pada itu memberitakan, Menteri Yosef Burg akan meminta dibentuknya komisi khusus dalam sidang Knesset, Selasa pekan ini. Sementara itu kabinet Israel Kamis ini juga bersidang darurat untuk membahas peristiwa pembataian. Adapun pro dan kontra pengusutan Sabra-Shatila, menjadi bahan pembicaraan cukup hangat. Koran Yidiot Astronot menyiarkan hasil pengumpulan pendapat umum: 51% mendukung dibentuknya dewan penyelidik, 23% cenderung pada tingkat penelitian yang lebih rendah, sedangkan 25% menolak penyelidikan apa pun atas pembantaian Sabra Shatila. Hanya 1% tidak punya pendapat, satu petunjuk bahwa peristiwa pembantaian dan peran Israel di dalamnya telah mencengkeram pendapat umum di Israel. Sementara itu, hampir semua surat kabar di negeri itu memuat iklan yang menentang atau mendukung penyelidikan. Koran terbesar Ma'ariv memuat 20 iklan, di dalam halaman berita, 16 di antaranya menyetujui adanya pengusutan. Tidak kurang menarik ialah berita pengakuan dua prajurit Israel yang dimuat koran Ha'aretz. Seorang reporternya di Beirut telah didatangi dua prajurit tersebut yang menyatakan bahwa Kamis siang (16 September), wanita-wanita Palestina berlari keluar dari Shatila, meratapi anak mereka yang dibunuh. Mereka menduga Arab Palestina sedang dibantai dan melaporkan hal ada komandan atasnya. Tapi dijawab, "Semua beres. Jangan khawatir." Pernyataan prajurit itu didukung oleh satu tim medis Libanon. Dan anggota tim ini juga melapor pada pasukan Israel yang menempati pos di utara dan barat kamp Sabra-Shatila. Keterlibatan Israel dalam pembantaian jelas sukar dibantah. Dalam pada itu sidang darurat Menh: Liga Arab di Tunis pekan lalu tidak berhasil mencapai kata sepakat merumuskan tindakan kongkrit apa yang akan diambil sebagai jawaban atas pembantaian Arab Palestina. Tapi mereka memutuskan agar semua dubes mereka di Washington melancarkan protes seraya mengingatkan AS bahwa keteguhan sikapnya menyokong mesin perang Israel, hanya akan merendahkan kebijaksanaannya. Keteguhan dukungan AS ini terlihat dalanmlua hal:  Konperensi Internasional Tenaga Atom yang berlangsung di Wina mengucilkan Israel sehubungan peristiwa Sabra-Shatila, tapi delegasi AS saat itu kontan meninggalkan ruangan, demikian pula wakil-wakil MEE, Kanada, Australia dan Jepang.  AS juga tidak mendukung resolusi MU PBB yang mengecam pembantaian dan menaesak diadakan penyelidikan. Resolusi ini disetujui 147 negara, dengan dua suara: AS dan Israel yang menolak. Adalah pernyataan Yasser Arafat, pemimpin PLO, yang sedikit terluput dari perhatian dunia. Arafat berkata Ahad di Damaskus, "Begin dan Sharon bukanlah orang Yahudi. Kejahatan mereka tidak sejalan dengan moral dan tradisi Yahudi. Yahudi sejati adalah mereka yang menolak terlibat dalam usaha menelan rakyat Palestina. Kepada mereka, kepada para demokrat dan pejuang perdamaian Israel saya tujukan rasa terima kasih rakyat Palestina, yang tidak pernah melupakan solidaritas mereka pada masa-masa penuh ujian dan tantangan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus