Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Guncangan lain dari saddam

Tindakan saddan hussein menyadarkan adanya perbedaan kaya-miskin di dunia arab. kesadaran demokrasi muncul di negara-negara arab. 21 faksi oposisi irak berkumpul di beirut. irak terancam pecah.

12 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG atau tidak, negara-negara Arab dan Timur Tengah, terutama yang ada di bawah pemerintahan kaum monarki, para syekh, tampaknya akan berubah. Dari para pejabat, wartawan, sampai para pengusaha dan rakyat biasa di Timur Tengah kini menyadari bahwa kekayaan beberapa negara Arab hanya sedikit untuk Timur Tengah sendiri, sebagian besar ditanam di Eropa atau Amerika. Kata seorang pensiunan diplomat Mesir bernama Tahseen Basheer pada Asian Wall Street Journal, "Uang orang-orang kaya Arab dibelikan rumah di Beverly Hills dan Cannes." Hasil " superkonsumtivisme" itu hanyalah memperjelas perbedaan antara yang punya dan tak punya, dan menciptakan "ketidakstabilan" yang sewaktu-waktu bisa tampil ke permukaan. Perbedaan kekayaan itulah yang kini diomongkan di kantorkantor dan warung-warung kopi di Kairo. Mereka tersentak oleh "tak berperasaannya sang superkaya negara Arab". Mereka lalu membandingkan, pengemis-pengemis yang menggendong bayi-bayi telanjang di jalan-jalan di Kairo yang menadahkan tangan pada para turis, dengan pemandangan gedung-gedung megah, rumah-rumah mewah, dan toko-toko yang gemerlap di negeri Teluk yang kaya. Angka-angka pun lalu jadi perhatian: pendapatan per kepala di Mesir menurut Bank Dunia hanya US$ 650, sementara di Uni Emirat Arab US$ 15.700, di Qatar US$ 11.600, dan Arab Saudi US$ 6.170. Siapa lagi yang dianggap menyadarkan mereka tentang kenyataan itu bila bukan Saddam Hussein walaupun, di sisi lain, mereka pun tetap mengutuk pendudukan Kuwait. Sejumlah pekerja Mesir, Yordania, Palestina, misalnya, kehilangan pekerjaan karena krisis Teluk. Said Rifayah, 40 tahun, orang Mesir yang dahulu di Kuwait, kini menganggur di Kairo. Ia terpaksa memindahkan anaknya dari sekolah swasta favorit ke sekolah negeri yang tak populer. Keluarganya pun terpaksa mengubah menu, dan tanya seorang anaknya yang berumur lima tahun, "Mengapa kami tak lagi makan seperti dahulu?" Selain kesadaran soal kekayaan, muncul juga semangat demokrasi. Ada tuntutan-tuntutan agar rakyat diberi hak lebih besar dalam menentukan pengelolaan negara. Dan semangat ini tak cuma menjalar di kalangan "swasta", tapi juga di pemerintahan itu sendiri. Misalnya, pemerintah pelarian Kuwait, yang sekarang beroperasi di Arab Saudi, makin merasakan betapa pentingnya partisipasi rakyat dalam mempertahankan negara. Kesadaran demokrasi muncul juga di Bahrain, Arab Saudi, dan Yaman. Ini adalah tuntutan yang masuk akal. Sebenarnya, semangat demokrasi sudah hidup diam-diam di Saudi. Penyebabnya, banjir informasi yang mereka peroleh secara "melawan hukum". Di Arab Saudi pemerintah secara resmi melarang pemasangan antena parabola. Tapi, rakyat, yang umumnya makmur karena petrodolar, tak kehilangan akal. Antena mereka sembunyikan di dalam tabung yang menyerupai tangki air di atas rumah. Maka, diam-diam mereka bisa mengikuti perkembangan dunia luar. Yang mereka butuhkan tinggal perubahan suasana yang memungkinkan semangat itu disuarakan. Dan Saddamlah pengubah suasana itu, ternyata. Akan halnya Saddam, biang segala kesadaran itu, tampaknya pun sulit mempertahankan kedudukannya. Perang -- apalagi kalau berkepanjangan -- atau tak perang ia akan runtuh. Kalau suatu kompromi dapat dicapai, tak ada jaminan Saddam dan pemerintahannya akan keluar dari konflik itu dengan "bersih". Dekat setelah Natal tahun lalu, di Beirut berkumpul 21 faksi oposisi Irak yang dahulu terpaksa lari ke luar negeri. Mereka membuat seruan bersama: pendongkelan Saddam dari kursinya, antara lain untuk mencegah perang pecah. Tapi, tak lupa pula seruan itu mengecam dikumpulkannya kekuatam militer asing di Teluk. Bisa jadi seruan itu tak banyak mempengaruhi politik di dalam negeri Irak. Namun, setidaknya, kata Jenderal Al Nakib, salah seorang pemimpin oposisi yang terpaksa lari dari Irak, "Penting bagi rakyat Irak menyadari adanya alternatif kepemimpinan." Dengan kata lain, seruan itu diharapkan menyalakan kembali bara semangat anti-Saddam di Irak. "Ada perang atau tidak, Saddam akan jatuh, dan ia tahu soal ini," kata Ayatullah Taqi Al Mudarrisi, pemimpin spiritual gerakan Islam fundamentalisme Irak. Seandainya Saddam tak segera jatuh, Irak menghadapi perpecahan. Penduduk Irak yang 17 juta itu tak lebih dari kelompok etnis dengan latar belakang yang berbeda-beda. Banyak sekali kelompok suku yang tersebar di Irak yang secara etnis lebih dekat ke Turki, Yordania, atau Syria. Suku Kurdi, misalnya, yang dikabarkan dibantai dengan senjata kimia oleh Saddam di masa perang Iran-Irak, sudah lama merasa berhak memiliki wilayah otonom. Agama tampaknya akan memegang peranan dalam proses penceraiberaian itu. Mayoritas penduduk Irak terdiri dari kaum Syiah, tapi rezim yang berkuasa pemeluk Suni. Sudah lama kaum Syiah merasa dianaktirikan. Walhasil, mau tak mau, Timur Tengah memang akan berubah. Pemerintah pengasingan di Kuwait pun kini sudah bersuara lain. "Kami kini sangat memperhatikan kerja sama ekonomi dengan Mesir," kata Duta Besar Kuwait di Kairo. Bersama Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, Kuwait menghapuskan US$ 7 milyar utang Mesir -- yang sebelum krisis Teluk selalu diungkit-ungkit. "Mereka harus mengubah diri, atau dipaksa berubah," kata Makram Mohammad Ahmad, pemimpin redaksi majalah Mesir Al Musower. ADN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus