USIA 83 tahun dan serangan jantung, ternyata, tak membuat Presiden Habib Bourguiba loyo. Serangkaian perubahan kabinet yang dilakukannya selama beberapa pekan terakhir telah menempatkannya kembali sebagai penguasa Tunisia, dan mengambil alih kendali pemerintahan dari PM Muhammad Mzali. Langkah Bourguiba memang mengagetkan. Sebenarnya, sejak 1980 ia telah mengurangi kegiatannya dan menyerahkan roda pemerintahan kepada Mzali. Meski pada Januari 1984 terjadi huru-hara akibat kebijaksanaan ekonomi Mzali, yang mengakibatkan 100 orang tewas dan lima ratusan luka-luka, Bourguiba tetap mempertahankan Mzali walau pamornya telah turun. Tahun itu juga, Bourguiba terkena serangan jantung. Ini membuat presiden Tunisia seumur hidup ini makin mengurangi kegiatannya. Hingga Mzali, sejak itu, makin santer disebut sebagai calon pengganti Bourguiba. Namun, Bourguiba, yang menjadi presiden sejak Tunisia merdeka, 1956, ternyata masih bisa menggebrak. Dalam enam bulan terakhir ini ia ikut campur tangan lagi mengendalikan roda pemerintahan sehari-hari. Berturut-turut, dalam tahun ini, ia telah enam kali mengubah susunan kabinet dan memecat delapan menteri. Tiga sobat kental Mzali - Menteri Pekerjaan Umum Mezri Chekir, Menteri Pendidikan Frej Chedli, dan Menteri Kebudayaan Bechir ben Slama - diganti. Selain itu, jabatan menteri dalam negeri, yang dirangkap Mzali sejak 1984, dicabut dan diserahkan ke orang lain. Bourguiba juga menggalakkan kampanye antikorupsi. Salah satu korban yang terkena adalah putranya sendiri, Habib Bourguiba Junior. Kabarnya, Bourguiba Muda ini keki karena seorang teman dekatnya, Moncef Thraya, yang menjadi pimpinan sebuah perusahaan konsultan, ditahan. Ia dikabarkan berusaha membebaskannya. Ini membuat sang ayah gusar. Di depan umum ia mengecam peri laku putranya, lalu memecatnya dari jabatan penasihat presiden. Korban lainnya adalah Wassila, istri kedua sang presiden. Konon, Wassila, yang jengkel karena penahanan temannya Mohammed Belhadj - bekas pimpinan Tunis Air, yang ikut tergulung dalam aksi antikorupsi - mendatangi istana presiden untuk memprotes. Presiden Bourguiba dikabarkan gusar karena campur tangan ini, lalu memanggil Menteri Kehakiman Ridha Ben Ali, untuk membahas femungkinan menceraikan Wassila. Perceraian ini belum terlaksana, dan tampaknya urung karena ada tanda-tanda rujuk, setelah Bourguiba menengok Wassila yang dirawat di rumah sakit karena diabetes. Apakah tampilnya kembali kakek tua Bourguiba bakal mempengaruhi suksesi kepemimpinannya? Banyak pengamat mengatakan, saat ini tidak ada calon pengganti yang lebih berpeluang selain Mzali sendiri, meski kekuasaannya telah dipotong sang presiden. Menurut UUD Tunisia, PM Mzali memang menjadi calon pengganti presiden. Keduanya sama-sama berasal dari Kota Monastir. Tatkala pada 1984 para penentang Mzali mengusulkan perubahan UUD, Bourguiba menolak. "Muhammad Mzali telah cukup berpengalaman. Jika waktunya tiba, ia akan mampu mengambil alih. Rakyat telah mengetahui kemampuannya. Yakinlah: selama Bourguiba hidup, dan selama Mzali hidup, kita akan menang, dalam keadaan apa pun," ujar Bourguiba waktu itu, dalam pidatonya di depan pimpinan PSD, partai pemerintah yang berkuasa. Jika Mzali jadi mengambil alih, setelah Bourguiba meninggal, ia akan menghadapi banyak masalah rumit. Soal ekonomi akan paling menjepitnya, akibat penerimaan negara yang anjlok karena harga minyak bumi dan fosfat - penghasil utama devisa Tunisia - turun. Mzalik diduga juga akan dipusingkan gerakan buruh serta kelompok Islam yang telah bertahun-tahun menentang pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini