Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Haig pulang tanpa konsensus

Kunjungan menlu a.s alexander meigs haig ke timur tengah (mesir, arab saudi, israel, yordania) mencoba melakukan konsensus strategis dalam menghadapi ancaman dari uni soviet.(ln)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALEXANDER Meigs Haig Jr ingin menciptakan 'konsensus strategis' di Timur Tengah dalam menghadapi ancaman Soviet. Menlu AS itu pekan lalu gagal. Ia ternyata tidak berhasil meyakinkan Yordania dan Arab Saudi bahwa Uni Soviet merupakan ancaman utama bagi keamanan di kawasan itu. Buat Yordania, sikap kepala batu Israel dalam menghadapi masalah Palestina justru mengganggu stabilitas keamanan di Timur Tengah. Memang misi Haig ke Mesir, Israel, Yordania dan Arab Saudi terbilang pelik. Karena ia harus berhadapan dengan 2 kubu yang saling bertentangan, khususnya dalam masalah persetujuan Camp David. Di Israel, ia tak luput dari kecaman, terutama tentang rencana penjualan pesawat AWACS dan F-15 ke Arab Saudi (TEMPO, 21 Maret). Namun ia sekali lagi memberikan jaminan bahwa AS tidak akan mengubah dukungannya terhadap Israel. Dalam satu pertemuan dengan PM Menachem Begin, Haig bahkan menyebut Israel sebagai sekutu AS, meskipun belum ada perjanjian pertahanan bersama antara kedua negara itu. Jaminan serupa itu rupanya belum cukup. Dalam wawancara radio Tel Aviv, bekas Menlu Abba Eban mengatakan, "adalah suatu dilemma bahwa teman anda itu musuh kami." Pernyataan Eban ini tentu saja ditujukan terhadap hubungan AS dengan Yordania dan Arab Saudi. Jihad Yordania secara resmi masih dalam keadaan perang dengan Israel. Sedang Saudi masih dalam keadaan 'jihad' untuk membebaskan kota suci Jerusalem. Haig sangat menyadari posisi AS dalam menghadapi kedua kubu ini. Sebelum meninggalkan Tel Aviv, ia mengulangi jaminannya. "Seorang teman yang gagal memegang komitmennya adalah lebih buruk daripada musuh," kata Haig. Tapi terlepas dari perbedaan mereka menghadapi negara Arab yang menolak persetujuan Camp David, Haig menemukan suatu persamaan persepsi dengan Israel mengenai ancaman Soviet. Hal ini juga ditemukan Haig ketika berkunjung ke Mesir. Presiden Anwar Sadat dalam pidatonya menyambut Haig mengatakan, "Adalah waktunya bagi AS memulai lagi tanggung jawabnya sebagai super power untuk seluruh dunia." Bahkan seorang pejabat tinggi di Kairo mengatakan Mesir dan AS sependapat bahwa Sudan di selatan Mesir -- akan jadi sasaran berikutnya dari subversi Soviet. Sikap Mesir dan Israel tentu saja melegakan Haig. Tujuan utama misinya memang menjajakan 'bahaya ancaman Soviet', seperti jelas dikemukakannya ketika tiba di Lapangan Terbang Ben Gurion, Tel Aviv, 5 April. "Tujuan perjalanan saya ke mari adalah mendiskusikan bagaimana kita menghadapi ancaman Soviet dan bonekanya di kawasan ini," kata Haig. Menlu Yithak Shamir langsung menyebutkan perlunya suatu pandangan strategis bersama. Mengenai persetujuan Camp David, Haig mengulangi janji pemerintahan Reagan untuk meneruskan perundingan perdamaian Mesir-Israel yang dulu disponsori AS aman Presiden Jimmy Carter. Namun Haig tidak mendesak Mesir untuk menerima usul Israel mengenai penempatan 1.000 orang tentara AS di Sinai. Usul ini lahir karena adanya kekhawatiran bahwa Soviet akan memveto bila PBB diminta membentuk pasukan perdamaian yang mengawasi peralihan kekuasaan di Sinai, April 1982. Mesir memang menolak kehadiran tentara AS itu. Karena itu hanya membenarkan tuduhan akan adanya campur tangan super power di Mesir. Sejak pertemuan Camp David, Mesir sulit membebaskan diri dari tuduhan 'agen AS' di Timur Tengah. Atas pertimbangan itu pula Haig juga tidak membujuk Mesir untuk secara tertulis mengiinkan AS memakai pangkalan militer di Ras 13anas. Kongres AS sudah diminta mengeluarkan biaya sebesar US$ 106 juta bagi perbaikan pangkalan itu. "Amerika tahu bahwa kami tidak bisa memberi fasilitas pangkalan militer secara terang-terangan ataupun tersembunyi," kata sumber yang dekat dengan Sadat. Namun kedua pihak setuju 'memelihara kontak' dalam masalah itu. Sumber itu juga menyatakan Mesir gembira bahwa Haig tidak membicarakan kemungkinan AS memakai 2 pangkalan militer bekas Israel di Sinai. Tapi Haig mengatakan pertemuannya dengan Sadat 'sangat berguna' dan lebih terbuka ketimbang dengan Begin. Ia sempat mengeluh dalam menghadapi Begin. Di Yordania, kampanye Haig menentang 'ancaman Soviet' tak dapat tanggapan. Raja Hussein menganggap bahwa Israel adalah ancaman terhadap stabilitas keamanan di kawasan itu. Baik Yordania maupun Arab Saudi rupanya begitu kecewa dengan cara AS yang menempatkan masalah strategis sebagai prioritas utama dalam agenda Timur Tengah. Tapi kekecewaan itu sama sekali tidak mengganggu Haig. Sejam sebelum ia tiba di Riyadh, pemerintah Saudi mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Afghanistan. Tindakan Saudi ini jelas menunjukkan sikap menolak intervensi Soviet di Afghanistan. Namun itu bukanlah suatu isyarat bahwa Arab Saudi siap menerima ajakan AS untuk melahirkan 'konsensus strategis' dalam menghadapi Soviet. Sama dengan Yordania, Arab Saudi pun melihat bahwa masalah Palestina perlu diselesaikan dalam menciptakan perdamaian di kawasan itu. "Tidak ada keadilan dan perdamaian abadi yang bisa dicapai di Timur Tengah sebelum hak rakyat Palestina diakui dan mundurnya Israel dari wilayah Arab," ujar Pangeran Fahd dalam suatu pernyataan pemerintahnya sesudah Haig bertemu dengan Raja Khalid. Arab Saudi sekali lagi menolak kehadiran militer Barat di negara Teluk, seperti yang selalu diusulkan AS. Bagi AS, kehadiran militer Barat perlu sekali untuk melindungi wilayah ladang minyak dari kemungkinan gangguan Soviet. Dengan penolakan Saudi ini langkah AS mengerahkan pemimpin Arab menghadapi Soviet dapat dikatakan gagal. Koran Al Nadou yang terbit di Riyadh mengulas rencana Haig itu sebagai 'strategi yang tidak realistis'. Koran Al Medina malah menyebut 'konsesus strategis' itu semata-mata demi kepentingan Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus