Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gempa Jepang M6,9 SR di Kyushu, Mengapa Negara Ini Sering Diguncang Gempa Bumi?

Gempa Jepang mengguncang wilayah Kyushu hingga magnitudo 6,9 SR. Negeri Matahari terbit ini kerap diguncang gempa bumi, kenapa?

14 Januari 2025 | 08.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pria berjalan di sepanjang jalan Asaichi-dori, yang terbakar akibat kebakaran setelah gempa bumi, di Wajima, Jepang, 4 Januari 2024. Citra satelit dari Maxar Technologies menunjukkan kerusakan parah di wilayah pesisir, memperlihatkan bangunan-bangunan hancur dan perahu-perahu terbalik. REUTERS/Kim Kyung-Hoon

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gempa Jepang terjadi pada Senin, 13 Januari 2025 pukul 21.19 waktu setempat dengan kekuatan magnitudo 6,9 skala richter (SR) di lepas perairan Hyuga-nada di wilayah Kyushu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan laporan lembaga penyiaran publik Jepang, NHK TV, sempat terjadi gelombang tsunami awal setinggi sekitar 1 meter (3,2 kaki) yang menghantam daratan dalam waktu 30 menit setelah gempa bumi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Meteorologi Jepang mengeluarkan peringatan tsunami untuk area Prefektur Miyazaki di pulau barat daya Kyushu dan Prefektur Kochi di dekatnya di Pulau Shikoku. Warga di beberapa wilayah pesisir diminta untuk mengungsi dari rumah mereka sebagai tindakan pencegahan, sementara beberapa kereta berhenti beroperasi.

Mengapa Jepang Sering Mengalami Gempa Bumi?

Jepang terletak di kawasan yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), yaitu zona dengan aktivitas seismik dan vulkanik yang sangat tinggi. Jepang berada di pertemuan empat lempeng tektonik besar, yakni Lempeng Pasifik, Lempeng Amerika Utara, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Filipina. Gerakan dan interaksi antar-lempeng ini menyebabkan tekanan besar yang akhirnya dilepaskan dalam bentuk gempa bumi.

Selain itu, dikutip dari laman u-tokyo.ac.jp, Jepang juga memiliki banyak sesar aktif yang memperbesar risiko terjadinya gempa lokal. Menurut Japan Meteorological Agency (JMA), lebih dari 1.500 gempa tercatat di Jepang setiap tahunnya, mulai dari skala kecil hingga besar.

Gerakan lempeng yang saling bertumbukan ini memicu aktivitas seismik yang tidak hanya terjadi di wilayah pesisir, tetapi juga dapat menyebar ke wilayah daratan.

Salah satu faktor yang memperparah dampak gempa di Jepang adalah fenomena subduksi, di mana Lempeng Pasifik menyusup ke bawah Lempeng Eurasia dan Lempeng Filipina. Proses ini menghasilkan penumpukan energi yang besar, yang kemudian dapat menghasilkan gempa bumi besar dengan kekuatan yang menghancurkan, seperti yang terjadi pada Gempa Tohoku 2011.

Jepang juga memiliki banyak sesar aktif yang memperbesar potensi terjadinya gempa lokal, terutama di daerah-daerah yang rawan seperti wilayah selatan Jepang dan daerah sekitar Tokyo. Dengan adanya sesar-sesar aktif ini, tekanan seismik yang terakumulasi terus menerus bisa memicu terjadinya gempa dengan kekuatan yang cukup signifikan meskipun tidak terjadi di zona subduksi.

Frekuensi gempa bumi yang tinggi membuat Jepang melakukan berbagai upaya mitigasi, termasuk teknologi bangunan tahan gempa, sistem peringatan dini, dan pendidikan masyarakat mengenai keselamatan saat gempa. Bangunan di Jepang dirancang untuk tahan gempa, menggunakan teknologi isolasi seismik yang dapat menyerap guncangan.

Warga Jepang dilatih secara rutin untuk menghadapi situasi darurat melalui simulasi dan latihan evakuasi saat gempa bumi. Meskipun demikian, gempa tetap menjadi ancaman yang tidak bisa dihindari sepenuhnya. Jepang terus berupaya meningkatkan kapasitas riset untuk memahami lebih baik fenomena seismik yang kerap mengguncang tanahnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus