Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Heikal ditangkap

Hassanein heikal & 46 wartawan mesir lain dituduh memfitnah & membahayakan pertahanan tanah air lewat kritikannya terhadap sadat. bekas pimpinan harian al ahram ini adalah sahabat almarhun nasser. (ln)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI selang-selingi dengan sedotan cerutunya, Hassanein Heikal berkisah mengenai tawaran Presiden Sadat kepadanya untuk jadi wakil perdana menteri 3 tahun silam. "Saya amat bersyukur, saya ucapkan terima kasih. Tapi pekerjaan saya adalah inl," kata Heikal sambil menunjuk pada sejumlah buku yang terletak rapi dalam ruang studinya yang sejuk. Tambahnya pula: "Di Mesir ini anda selalu bisa menemukan 2000 orang yang bisa jadi menteri, tapi hanya 10 atau 15 orang yang bisa jadi wartawan." Heikal, sahabat kental almarhum Presiden Nasser, tiba-tiba menarik perhatian internasional pekan silam, setelah lama tidak kedengaran kabar beritanya. Menjadi wartawan sejak 35 tahun silam, Heikal amat populer pertama kali lewat kolom politiknya yang terbit setiap Jumat pada harian Al Ahram yang dipimpinnya sendiri. Tapi itu terjadi beberapa tahun yang lalu, ketika Nasser masih hidup. Setelah kepergian Nasser, Heikal dengan cepat menemukan dirinya tidak sejalan dengan Presiden Sadat. Dan di awal tahun 1974, Sadat berhasil menyingkirkan Heikal dari pimpinan koran terkemuka Mesir itu. Sejak itu Heikal hanya menulis buku atau menulis kolom untuk ko.an-koran di luar negeri. Yang Jelek-Jelek Munculnya kembali nama Heikal pekan silam, tidak bisa dipisahkan dari pertentangan pandangannya dengan Sadat. Ini terbukti dari adanya larangan bagi Heikal untuk ke luar negeri dan bahwa ia harus bersiap-siap untuk menghadapi pemeriksaan jaksa. Tuduhannya Menulis artikel yang "memfitnah dan membahayakan pertahanan tanah air," kata Jenderal Ismail, menteri dalam negeri Mesir. Mendengar putusan pemerintah atas dirinya itu, Heikal kelihatan tetap tenang. Tapi ia kemudian berkata: "Saya amat mencintai negeri ini. Saya ingin hidup, bekerja dan mati di negeri ini. Lalu bagaimana mungkin saya menulis yang jelek-jelek mengenai Mesir." Berhenti sejenak, Heikal kemudian berkata pula: "Perbedaan pendapat, buat saya, bukanlah suatu tindakan kriminil." Untuk membuktikan ucapannya, Heikal mengungkapkan tawaran Muammer Gaddafi dari Libya kepadanya ketika ia dicopot dari Al Abram. Kepada Heikal, Presiden Gaddafi katanya berkata waktu itu: "Anda dengan senang hati dipersilakan datang ke Libya, dan menduduki jabatan apa saja yang anda hendaki." Tapi Heikal, katanya, cuma berkata: "Biarkanlah saya tetap di Mesir, mengabdi untuk negeri saya." Dan salah satu cara pengabdian Heikal adalah menulis sejujur mungkin, termasuk di dalamnya kejujuran dalam menilai kebijaksanaan Presiden Sadat. Dalam urusan inilah Heikal mengalami kesulitan, sehingga tulisannya tidak boleh disiarkan di dalam negeri sejak tahun 1974 yang lalu. Pekan silam, bersama dengan Heikal, 46 wartawan Mesir lainnya juga mengalami nasib pahit yang sama. Bahkan sejumlah wartawan Mesir yang bekerja di luar negeri -- London, Paris, Tripoli, Beirut dan Bagdad -- dipanggil pulang. Semua mereka kini menghadapi tuduhan yang sama dengan yang dituduhkan kepada Heikal. Sebuah sumber di kalangan pemerintah Mesir mengungkapkan bahwa kemungkinan besar para wartawan ini akan dihukum dengan pencabutan hak kewartawanan mereka. Ini berarti bahwa mereka akan kehilangan hak menulis, di Mesir atau di luar negeri. Dianggap Lemah Kendati diancam dengan hukuman yang berat, Heikal toh kelihatan tidak gentar. Lewat sebuah wawancara panjangnya dengan koran kiri Mesir, Al Ahali, beberapa waktu yang lalu, Heikal secara terbuka menuduh Sadat telah gagal dengan diplomasi Yerussalem-nya yang bermula pada kunjungan Sadat ke Israel Nopember tahun silam. Lewat wawancara yang sama, Heikal juga menilai pemerintah sekarang sebagai "salah menilai masa pemerintahan almarhum Nasser." Bukan rahasia lagi bahwa soal Nasser ini memang merupakan 'masalah peka bagi Sadat. Tidak lama setelah Nasser meninggal, Sadat -- tadinya dianggap lemah dan dinilai kurang bisa menggantikan Nasser -- melemparkan berbagai kebijaksanaan yang sulit dibayangkan bisa terjadi seandainya Nasser masih hidup. Segala yang berbau Nasser sedapat mungkin disingkirkan Pencopotan Heikal dari Al Ahram adalah salah satu tindakan dalam rangka de-Nasserisasi itu, meski Sadat tahu bahwa Heikal ini adalah orang yang bahkan Nasser juga tidak luput dari kecamannya. Syahdan maka jika sekarang ini Sadat dikecam oleh Heikal seorang yang gandrung pada ide non-blok -- lantaran kedekatannya dengan Amerika Serikat, dulu Nasser dikecam lantaran terlalu akrab dengan Uni Soviet. Identitas Barangkali memang Sadat tidak sebesar Nasser. Karena itu daya tahannya terhadap kritik juga tidak setangguh orang yang digantikannya. Tapi soalnya juga bisa dilihat dari sudut lain. Bersama dengan kritik Heikal yang terbuka, terhadap Sadat muncul pula sejumlah kritik yang ditulis oleh para wartawan yang menyembunyikan identitas mereka. Karangan-karangan tentang Mesir itu banyak muncul di koran-koran Libya, Irak atau Libanon, dan sebagian besar ditulis oleh "Putera Mesir". Tapi justru dari tulisan-tulisan inilah terungkapnya kebobrokan ekonomi Mesir serta manipulasi yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Perdana Menteri Mamduh Salim dan ketua parlemen, Mustafa Marei. Kecaman jenis terakhirini kabarnya memang tidak pernah terdengar pada zaman Nasser. Sadat menjadi lebih berang lagi ketika beberapa waktu yang lalu ditangkap suatu komplotan yang dituduh mau menggulingkan dirinya dari kekuasaan. Komplotan yang menamakan diri Front Pembebasan Mesir itu, anggotanya semuanya adalah orang-orang dekat almarhum Nasser. Tiga tokoh kelompok itu yang berhasil ditangkap adalah: Abdul Majid Sharif (bekas penasehat Nasser), Mustafa Nasser (saudara Nasser), Nyonya Hikmat Abu Zaid (wanita pertama yang diangkat Nasser menjadi menteri). Kekuatan militer di belakang komplotan ini, katanya, dilatih oleh Gerilyawan Palestina dan dipersenjatai oleh Libya. Keadaan macam inilah rupanya yang mendesak Sadat untuk mengambil tindakan drastis dan menyeluruh terhadap pihak-pihak yang tidak sejalan dengan kebijaksanaannya. Lewat sebuah referendum yang diadakan pada pertengahan bulan silam, Sadat berhasil mendapat dukungan luas bagi tindakannya untuk menyingkirkan lawan-lawannya yang kiri maupun yang kanan. Dalam rangka itulah terjadinya penahanan 150 orang serta pemeriksaan besar-besaran terhadap sejumlah wartawan -- di suatu masa ketika Sadat mencoba mengurangi kekangan pemerintah di segala bidang kehidupan. Seorang pengamat mengatakan: "Sadat senang dengan hasil demokrasi, tapi tak mau menanggung kerepotannya -- yaitu menerima kritik."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus