Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ia makin terpojok

Untuk sementara, kongres terbentur jalan buntu pengusutan skandal penjualan senjata as ke iran. sebagian hasilnya, konon juga dipakai menggarap anggota kongres yang tidak setuju bantuan untuk contra. (ln)

20 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA minggu pengusutan Kongres terhadap skandal penjualan senjata Amerika ke Iran tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Beberapa detail dari skandal itu mulai terungkapkan, tapi kuncinya belum ditemukan. "Masih jauh perjalanan," ucap ketua Komite Luar Negeri DPR, Dante Fascell. Tidak heran jika DPR dan Senat pekan lalu sepakat membentuk Komite Khusus model Watergate, agar penyidikan tuntas bisa dimulai Januari tahun depan. Juga satu badan pengusut independen segera dibentuk pekan ini, dengan tugas membongkar tindak kriminal yang memeriahkan skandal itu. Ada kesan, Kongres makin bersikap keras terhadap Gedung Putih. Para wakil rakyat ini kecewa, karena Laksamana Madya John Poindexter dan Letkol Oliver North, otak dan pelaku utama penjualan senjata itu, tidak bersedia memberi keterangan secuil pun. Hak membungkam itu dijamin Amendemen ke-5 konstitusi AS, yang intinya berbunyi: Tak seorang pun dalam kasus kriminal boleh dipaksa menjadi saksi terhadap dirinya sendiri. Amendemen yang merupakan bagian dari "bill of rights" Amerika itu dimaksudkan untuk melindungi seseorang dari paksaan memberi kesaksian, yang kelak bisa digunakan untuk memberatkan hukuman terhadap dirinya sendiri. Seorang saksi dapat menggunakan Amendemen ke-5 dalam tiap pemeriksaan, termasuk dengar pendapat Kongres. Untuk sementara, Kongres terbentur jalan buntu. Tapi mereka pasti tak akan kekurangan mesiu. Beberapa harian, seperti The Los Angeles Times, The Washington Post dan The Miami Herald, menggebu-gebu membongkar skandal itu. Mereka berlomba menampilkan affair Iran-Contra atau, yang terkadang disebut juga Iragua secara blak-blakan, bahkan memastikan keterlibatan Presiden Ronald Reagan di dalamnya. David Kimche, bekas direktur pada Deplu Israel yang ikut berperan untuk Iran-Contra, menegaskan, "Pejabat Amerika dari tingkat paling tinggi tahu setiap detail dari operasi itu." Senator Robert Dole dari Partai Republik, Jumat pekan lalu, dalam surat terbuka kepada The Washington Post menyatakan bahwa kontroversi sekitar perdagangan senjata dengan Iran bisa melumpuhkan negara sampai berbulan-bulan. "Kredibilitas Presiden terancam, hingga bisa melemahkan kepemimpinannya selama sisa masa jabatannya dua tahun mendatang." Dole, sekutu Reagan terpercaya di Senat, menyerukan agar, "Semua fakta dibeberkan secepatnya, hingga kita, Presiden, Kongres, dan rakyat, dapat membereskan masalah itu secara tuntas." Tapi, sejak isu Iran-Contra bertiup hebat awal November silam, Presiden Reagan cenderung menutup-nutupi dan bersikap tidak peduli. Kini isu telah berkembang menjadi krisis. Bagaikan bola salju yang dahsyat, ancaman yang ditimbulkan olehnya kian hari kian besar. Tapi sampai akhir pekan silam, Reagan, yang semakin dipojokkan oleh kawan dan lawan, tampak tetap saja kurang tanggap. Senator Richard Lugar terang-terangan menuntut agar Direktur CIA William Cassey dan Kastaf Gedung Putih Donald Regan segera dipecat. "Perlu dipisahkan antara mereka yang diusut dan mereka yang memerintah," kata Lugar. "Perlu pembersihan," ucap anggota DPR William Broomfield. Pers memberitakan bahkan First Lady Nancy Reagan tidak menyembunyikan harapannya agar Regan dan Cassey dibebastugaskan awal Januari mendatang. Regan, 67, yang pada 1985 diangkat menjadi Kastaf Gedung Putih, tidak bersedia mundur. Ia konon bersumpah akan tetap bertahan di Gedung Putih. Cassey, 73, yang memimpin kampanye pemilu Presiden Reagan pada tahun 1980, yang tidak populer baik di kalangan pers maupun Kongres, kabarnya, sering melibat CIA dalam petualangan bersenjata di berbagai negara Dunia Ketiga. Dalam kesaksiannya di depan Kongres, Cassey mengaku, ia mengetahui penjualan senjata Amerika kepada Iran, tapi tidak tahu-menahu bahwa hasilnya disalurkan kc pemberontak Contra di Nikaragua. Menurut Cassey, Presiden Reagan menginstruksikan agar penjualan senjata itu tidak dibocorkan ke Kongres, suatu hal yang tentu saja amat mengejutkan. Yang tidak kurang mengagetkan ialah pengakuan Cassey tentang bantuan untuk Contra itu, yang kebetulan saja diketahuinya dari Roy Furmark. Pengusaha ini membocorkan kepadanya awal Oktober lalu, bahwa sejumlah pemodal Kanada telah menanamkan US$ 20 juta dalam penjualan senjata ke Iran, dengan harapan bisa menarik untung besar. Ternyata, uang itu berbelok jauh ke pemberontak Contra, melalui bank di Swiss. Pemimpin Contra Adolfo Calero menyangkal keras, tapi Jaksa Agung Edwin Meese memastikan adanya dropping uang US$ 30 juta. Terakhir, diberitakan Creit Suisse, bank Swiss itu, bersedia membekukan uang "haram" hasil perdagangan senjata dengan Iran tersebut. Liku-liku Iran-Contra cukup rumit atau seperti dikatakan tokoh DPR Dante Fascell, bagaikan teka-teki dengan tiga dimenisi: penjualan senjata rahasia ke Iran, pembebasan sandera Amerika di Libanon, dan bantuan AS -- secara gelap -- untuk pemberontak Contra di Nikaragua. Sebegitu jauh, bagian teka-teki yang sudah terungkapkan mencakup Israel sebagai perantara, beberapa tokoh penting di Iran, pemodal Kanada, pedagang senjata internasional, sebuah bank di Swiss, beberapa pengusaha kaya Amerika, dan disebut-sebut juga Sultan Brunei Hasanal Bolkiah berikut seorang pejabat tinggi Filipina dari rezim Marcos. Bantuan untuk Contra sangat ditentang Kongres, sedang menjual senjata pada Iran bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah dan konsensus rakyat Amerika. Akankah skandal ini akhirnya menjadi sebuah Watergate bagi Reagan? Masih terlalu pagi untuk menjawabnya. Namun, keadaan bisa memburuk jika benar uang US$ 5 juta dari hasil penjualan senjata dipakai membiayai kampanye antianggota Kongres, yang menentang bantuan untuk Contra. Informasi tentang ini diberitakan surat kabar Lowell Sun akhir pekan silam. Kendati cuma US$ 5 juta, bobot kriminalitasnya bukan tidak mustahil sangat mengancam reputasi Reagan. Kenyataan bahwa hanya tiga dari tujuh sandera Amerika di Libanon yang sampai kini dapat dibebaskan juga memprihatinkan. Padahal, AS sampai lima kali mengirimkan senjata ke Iran. Tapi Reagan berdalih bahwa penjualan senjata itu kecil, paling untuk sekali penerbangan. Ditegaskannya, "Kami tidak memperdagangkan senjata untuk membebaskan sandera, tidak akan!" Seminggu kemudian, medio November, terjadi saling tuduh antara sesama pembantu Reagan. Presiden bersiteguh bahwa penjualan senjata bisa dibenarkan, kendati mengandung risiko. Pernyataan ini tidak menghalangi McFarlane untuk mengakui bahwa kebijaksanaan berdagang senjata itu salah. Pendapat yang sama dikemukakan Wapres George Bush awal Desember lalu, hingga tiga Komite Kongres mulai melakukan dengar pendapat, sedangkan Reagan belum menunjukkan tanda-tanda akan bertindak tegas. Ketika Poindexter dan North membungkam di depan anggota DPR, barulah Presiden gusar. Ia berpesan agar mereka menemukan cara untuk "bicara yang benar, lengkap, secepatnya". Namun, Senat tidak lagi mau menunggu. Komite Intel Senat akan memanggil saksi-saksi tingkat menteri, termasuk Kastaf Gedung Putih Donald Regan. Senator Paul Laxalt mengharapkan Presiden Reagan sendiri tampil memberi keterangan di depan Kongres. Bila Reagan sampai jadi tampil di depan Komite Kongres, ia akan merupakan presiden AS kedua yang melakukannya. Sebelumnya Presiden Ford pernah dipanggil untuk menjelaskan keputusannya mengampuni bekas Presiden Nixon dalam perkara Watergate. Senator Robert Dole berpendapat, sebaiknya Reagan memanfaatkan seorang ahli yang mahabijak yang bisa mengarahkannya melalui masa-masa sulit dewasa ini. Kabarnya, usul dipertimbangkan, tapi Reagan, 75, merasa tidak senang. Dalam pidato radionya akhir pekan silam, ia sama sekali tidak menggubris skandal senjata, tapi memusatkan perhatian pada soal anggaran dan pajak. Popularitasnya yang merosot seperti tidak dihiraukan. Ditanya bagaimana mungkin ia merayakan Natal dengan begitu banyak beban politik, Reagan menjawab, "Saya tidak punya beban." Isma Sawitri Laporan P. Nasution (Washington) & Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus