Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Anjuran melepaskan jas merah

Deng xiaoping menganjurkan khmer merah, pemberontak komunis melawan pemerintah dukungan vietnam. pernyataan ini sejalan dengan perkembangan dalam negeri cina yang bidang ekonominya menuju ke arah kapitalisme.

20 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENG Xiaoping sangat senang berbuat yang aneh-aneh. Omongannya sering kontroversial, dan selalu dibumbui dengan kejutan. Tahun 1950-an, ketika Mao sibuk mengomandokan agar Cina melewati saja fase sosialisme dan lompat jauh ke komunisme, Deng muncul dengan teori kucing hitam atau putih. Artinya, sistem apa pun yang digunakan, yang penting adalah hasilnya. Ketika Jiang Qing dan kawan-kawannya berkuasa menjelang kematian Mao, Deng menuduh mereka sebagai "ayam yang cuma berkokok terus, tapi tak bertelur" -- alias cuma omong melulu. Baru-baru ini, Deng membuat kejutan lagi. Dalam wawancara dengan koran Prancis Le Figaro, Norodom Sihanouk mengutip pernyataan Deng yang menganjurkan Khmer Merah, pemberontak komunis yang berkoalisi dengan Sihanouk melawan pemerintahan Heng Samrin yang didukung Vietnam, melupakan saja komunisme. Bahkan sosialisme pun sebaiknya juga dicampakkan. "Saya tahu rakyat Kamboja tidak menghendaki komunisme. Karena itu, sekutu kami Khmer Merah harus membuang tidak hanya komunisme tapi juga sosialisme," demikian kata-kata yang dikutip secara langsung oleh Sihanouk. Disimak sepintas lalu, pernyataan itu tampak sejalan dengan perkembangan dalam negeri Cina sendiri, terutama di bidang ekonomi yang menjurus ke arah kapitalisme. Pendeknya, Kamboja yang kapitalis, di bawah pemerintah koalisi anti-Vietnam dan dipimpin oleh Sihanouk, pasti akan diterima Cina. Para peninjau yakin, pernyataan Deng tersebut merupakan jurus humas untuk memperbaiki citra Khmer Merah yang didukung Cina. Partai yang menguasai Kamboja selama tiga tahun itu dipimpin oleh Pol Pot, tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas pembantaian ratusan ribu jiwa rakyat Kamboja. Cina berharap Khmer Merah yang menanggalkan jas merahnya akan lebih bisa diterima ASEAN, yang masih ragu mendukung koalisi anti-Vietnam dengan unsur Khmer di dalamnya. Bila dihubungkan dengan kebijaksanaan Cina di Indocina, umumnya, ucapan Deng itu bukan suatu hal yang mengherankan. Apalagi bila ditelusuri sikap Cina terhadap perkembangan di Vietnam sejak 1950-an. Di akhir 1955, ketika Vietminh sibuk berjuang melawan kolonialisme Prancis, tiba-tiba saja Cina yang masih hopeng dengan Uni Soviet "memaksa" Ho Chi Minh menyetujui Perjanjian Jenewa. Perjanjian itu menelurkan hasil-hasil yang kompromistis: terbentuknya Laos dan Kamboja, serta munculnya negara "sementara" Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Hasil semacam itu tentu saja memotong ambisi Hanoi untuk mempersatukan seluruh Vietnam di bawah naungan Vietminh. Alasan Cina bersikap demikian harus dihubungkan dengan pengalaman mereka di Korea. Bantuan yang mereka berikan kepada Korea Utara, di bawah semboyan "ganyang imperialisme Amerika dan bantu rakyat Korea", mau tidak mau mempengaruhi perkembangan dalam negeri Cina. Di awal 1950-an, ketika Perang Korea pecah, RRC sedang sibuk membangun kembali perekonomian dan dasar kehidupan negara, tiba-tiba saja McArthur mengancam akan menyeberangi Sungai Yalu. Ini memaksa RRC mengirimkan apa yang dinamakan satuan sukarelawan menyeberangi Sungai Yalu. Jurus di atas mau tak mau mempengaruhi Cina yang sedang membangun. Sebagian dari sumber dana mereka harus dialihkan, antara lain buat membeli senjata dari Soviet untuk memperlengkapi para sukarelawan tersebut. Konflik Vietnam yang berkelanjutan tentu saja mengkhawatirkan Beijing, jangan-jangan itu menular ke wilayahnya. Awal 1960-an, terjadilah konflik ideologi Beijing-Moskow. Ho yang sudah mulai dengan perjuangan bersenjata melawan Amerika berhubung memerlukan dukungan kedua raksasa komunis yang sedang bertengkar itu, selalu mencoba mengambil jalan tengah. Ia membutuhkan senjata dan perbekalan perang yang cuma Soviet bisa memberikannya. Supaya senjata-senjata itu bisa selamat sampai di Vietnam, harus diangkut melalui wilayah Cina. Tapi melihat Vietnam yang berdiri di tengah-tengah, Cina sedikit jengkel. Itulah sebabnya Marsekal Lin Biao pada September 1965 muncul dengan artikelnya yang terkenal, Hidup Perang Rakyat. Isinya memberikan kuliah kepada Vietnam untuk mengikuti strategi perang rakyat, yang dianut Mao ketika mengalahkan Jepang pada 1937-1945 dulu. Tak lupa Paman Ho mengingatkan bahwa bantuan dari negara sosiali lain (baca: Soviet) perlu, tapi Vietnam terutama harus bersandar pada kekuatan sendiri. Hanoi tak peduli dengan khotbah Lin dan terus menerima bantuan yang makin besar dari Moskow. Barangkali faktor yang paling menentukan dalam sikap Cin terhadap perkembangan di Indocina adalah pertentangan terbukanya dengan Vietnam. Hadirnya sebuah negara komunis dekat Cin tak berarti bahwa negara itu menunjukkan sikap bersahabat Vietnam malah berani menentang Cina sambil bersekutu dengar Soviet -- musuh utama Cina. Besar kemungkinan Cina khawatir kalau Khmer Merah berkuasa lagi, salah-salah akan menambah kepusingan Beijing dalam menyusun kebijaksanaan Indocina mereka. Sekarang pun pada dasarnya Cina sudah diapit oleh dua negara komunis lain yang memusuhinya. Dengan demikian, ucapan Deng yang disampaikan lewat Sihanouk, di samping sesuai dengan perkembangan dalam negeri Cina sendiri guna mengubah citra Khmer Merah, bukan tak mungkin juga dilatarbelakangi oleh kepentingan negeri itu di Indocina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus